Dimuat di Website http://www.nationalintegrationmovement.org/Berikut ini coretan mengenai program Kupas Perpekstif yang disiarkan secara langsung oleh Studio Cakra TV Semarang pada Kamis 23 Maret 2006, jam 20.30-21.30 WIB. Menghadirkan Bapak Anand Krishna, tokoh humanis lintas agama Nusantara dan Maya Safira Muchtar, praktisi holistik terapis sekaligus Ketua National Integration Movement (NIM). Acara dimoderatori oleh Tirza Monica, penyiar Cakra TV.
Yang menarik dari program interaktif ini ialah mayoritas penelpon memberikan dukungan atas gagasan dan upaya yang telah NIM lakukan. Hal ini menunjukkan bahwa sejatinya masyarakat di grassroot merindukan nuansa kebangsaan yang inklusif menaungi semua putra-putri Ibu Pertiwi tanpa direcoki sekat ilusif berlabel agama, suku, ras, profesi, gender, dst.
Tema Kupas Perspektif kali ini ialah "Krisis Ketidaksadaran dan Potensi Perpecahan". Bapak Anand Krishna mengawali diskusi dengan pernyataan, "Baru saja kita mendengar telah terjadi ledakan bom di Poso. Sehingga untuk mengamankan 17.000-an pulau di Indonesia dari ancaman perpecahan kita perlu pertahanan non-militer. Yakni dengan membangkitkan rasa Cinta pada Ibu Pertiwi di dada setiap warga negara. Pendekatan kultural macam ini dulu pernah dilalukan oleh para founding fathers, mereka mencintai negeri ini seperti seorang Ibu. Namun kini lihatlah yang terjadi kini akibat terputusnya hubungan batin kita dengan Ibu Pertiwi, setiap hari aset bangsa dijual kepada pihak asing. Singapura sebuah negeri kecil bisa menguasai hampir seluruh saham di Indonesia."
Kemudian Maya Safira Muchtar menambahkan, "Ya! situasi negara ini amat memprihatinkan, untuk mengatasinya kita harus mengingat kembali jati diri kita. Cinta pada Ibu Pertiwi ialah solusinya." Secara konkret, NIM telah melakukan upaya untuk menggelorakan semangat kebangsaan tersebut, yakni lewat program yang lucu dan menarik: Pesta Rakyat! Rutin diadakan setiap minggu di Monas. Awalnya hanya 30 orang namun kini yang ikut mencapai 4 ribuan orang. NIM dideklarasikan pada 11 April 2005 di Tugu Proklamasi. Meski belum genap berusia setahun, NIM telah memiliki 24 cabang di daerah, kota dan kabupaten seluruh Indonesia dan hampir setiap bulan mengadakan Simposium Kebangsaan.
Sebagai bangsa kita tengah mengalami krisis identitas. Padahal kita memiliki SDA yang kaya dan melimpah, ironisnya SDM kita kualitasnya kurang. 5 tahun ke depan para dokter, pegawai dan ahli dari luar negeri akan dengan leluasa masuk ke Indonesia, kompetisi akan semakin ketat, jika kita tidak mengembangkan kualitas SDM maka kita bisa kalah bersaing dengan mereka.
Bapak Anand Krishna juga memprihatinkan pejabat yang tidak menguasai bahasa asing. Dalam rapat-rapat penting perlu perantara dari Singapura, Hongkong, dst sehingga mereka itulah yang mendapat keuntungan besar, kita hanya mendapat ampasnya saja. Dulu pejabat di era Soekarno, mereka mahir berbagai bahasa entah Inggris, Prancis, dst. Yang paling aktual ialah kampanye NIM untuk menghapus kolom agama di KTP. Karena berdasar pengalaman pribadi Maya sendiri, ada teman adiknya yang terbunuh saat terjadi sweeping di Ambon. Agama itu baik yang menjadi masalah ialah politisasi agama.
Tirsa Monica bertanya kepada Bapak Anand Krishna, "Seperti apa sih penjelasan Identitas Diri bangsa ini?" Bangsa ini perlu, pedoman tuntunan dalam hal budaya, karena selama ini kita cenderung kebarat-baratan, kearab-araban, dst. Kita ini latah meniru budaya Arab, padahal perlu diketahui Arab bukan hanya Saudi Arabia, masih ada negeri Syria dan Lebanon. Segelintir masyarakat kita menginginkan penerapan budaya "sebagian" Arab itu. Misal dalam gaya berpakaian. Padahal Soekarno pernah mempopulerkan cara berpakaian yang khas Indonesia, yakni dengan menggunakan peci. Tapi kita lupa itu." Begitu uraian dari Bapak Anand Krishna.
Kring....kring....ada telpon masuk. Bapak Sundoro merasa terharu karena masih ada orang-orang yang memiliki visi kebangsaan semacam ini. Selama ini banyak orang yang bersikap apatis dan mementingkan perutnya sendiri. Ini yang membuat kita kapal kita tenggelam. Kita harus ingat semangat proklamasi kemerdekaan yang di dengungkan Bung Karno, kita semua harus kembali ke visi awal para pendahulu kita tersebut.
Menyinggung tentang RUU APP yang tengah marak saat ini, bagaimana Pak Anand menyikapi kontroversi ini? tanya Monica. "Kita tentu sepakat menolak pornoaksi dan pornografi, tapi kalau diundangkan itu tidak tepat. Jika Anda pernah membaca dan mencermati isinya maka referensinya semua dari budaya Arab. Seperti yang dikemukan pak Sundoro, kita harus kembali ke cita-cita awal bangsa ini, jika RUU beraroma syariat Islam ini jadi disahkan maka Bali akan menggunakan syariah Hindu, Papua memakai syariah Kristen, dst. Ada aksi - ada reaksi, misalnya begini di Bali ada yang membuka warung Daging Sapi sebagai reaksi ada juga yang membuka warung daging Babi, ada warung muslim ada warung hindu, kan repot? Kita harus mengingatkan bahwa budaya asli kita sudah tinggi, tak perlu mengimpor dari Arab, Cina, India, dst. Mereka yang senang budaya impor bicaranya vokal sedangkan kita masih ragu." jawab Pak Anand mantap.
Berarti kita kurang vokal mensosialisasikan budaya asli kita ya Pak? imbuh Tirsa Monica. Mbak Maya menanggapi,"Demokrasi Pancasila menuntut tanggungjawab dalam berpendapat. Di Amerika hanya ada 2 partai saja: Demokrat dan Republik, sedangkan di Indonesia ada puluhan partai. Euforia segelintir orang untuk memasukkan syariat Islam dalam produk hukum kita bukan merupakan solusi yang bijak karena bangsa kita begitu majemuk. Gejolak yang terpendam suatu saat akan meledak juga dan dampaknya tak baik untuk kita semua."
Kemudian Bapak Anand menegaskan, "Seluruh bangsa harus punya tekad untuk tidak tenggelam, perlu disadari bahwa sebelum agama Islam dan Kristen, leluhur kita sudah berbudaya berdasar penelitian Fakultas Antropologi Universitas Udayana Bali bisa dibuktikan bahwa gen manusia Indonesia memiliki kharateristik yang khas Indonesia. Namun kenapa kita mencontek budaya arab, Barat, India, China, dst? Kita harus vokal dan turun ke grassroot menyampaikan hal ini kepada masyarakat. Bukankah Soekarno, Hatta, Ki Hadjar, Mohammad Roem, M Natsir senantiasa mengingatkan bahwa Pancasila buka sekedar ideologi negara, namun lebih dari itu Pancasila adalah saripati Budaya Nusantara?"
Penelpon masuk, Bapak Edi menyampaikan kritik pedas terhadap para pejabat,"Bagaimana kita bisa bernasionalisme tinggi kalau anggota Dewan tak punya nasionalisme sama sekali. Setuju Pancasila memang paling sip!" Mbak Maya menjawab, "Nusantara lama, di jaman Sriwijaya dan Majapahit itu bagus lho...kita bisa belajar dari para leluhur kita tersebut. Tapi kini kok ada yang berusaha supaya Pembukan UUD 1945 diamandemen. Secara pribadi dan juga secara organisasional NIM menyatakan secara tegas bahwa manusia itu tak bisa diseragamkan lewat syariah, secara genetis DNA kita masing-masing unik. Platform bersama kita bukan syariah tapi Kebangsaan!"
Pak Anand mengingatkan bahwa sejarah kita perlu direvisi karena amat membingungkan. Ini dalam rangka - seperti yang diutarakan Monika "Sosialisasi Budaya Nusantara". Yang perlu diubah adalah paradigma kita terhadap sejarah Indonesa. Di India ada Taj Mahal, jika rakyat di sana ditanya siapa yang membangun bangunan megah tersebut, mereka akan menjawab itu adalah leluhur dari Dinasti Moghul. Memang rajanya Islam tapi mereka melihat sebagai peninggalan nenek-moyang mereka sendiri yang patut dihargai. Kalau di Indonesia kita justru mengatakan Borobudur adalah peninggalan agama Buddha. Padahal mereka itu adalah nenek moyang kita sendiri, leluhur kita semua. Perubahan semacam ini niscaya menyebabkan perubahan besar dalam tata kehidupan berbangsa.
Dari Mbak Maya, "Pendidikan budi pekerti itu amat penting, tak hanya di sekolah tapi juga melalui media massa. Sebagai terapis saya sering bertemu dengan anak-anak yang ketakutan pada makhluk-mahkluk gaib karena sering melihat serial hantu di televesi. Bahkan ada juga mahasiswa yang paranoid. Jika generasi masa depan lemah dan penakut maka bangsa ini akan amat mudah dikuasai."
Kembali penelpon masuk, dari pak Yosef, "Arah bangsa ini tidak fokus, di sekolah banyak yang nyontek maka tak heran jika kita suka menyontek budaya lain. Bagaimana cara kita mengubah Indonesia, menjadikan Indonesia kembali ke jalan yang benar? Jawab Pak Anand,"Indonesia ibarat orang amnesia, lupa pada dirinya sendiri. Kita sering berdoa bersama dan menganggap solusi akan datang dari langit, padahal sebenarnya kita malas. Yang harus dilakukan ialah berkarya tanpa pamrih demi kejayaan Indonesia."
Sebagai contoh di Semarang ini ada euforia Cheng Ho, pesta besar-besaran untuk merayakan pelayarannya. Perlu diketahui ia datang ke Trowulan dulu itu dengan membawa 20.000 tentara, serta ratusan kapal perang, ia hendak menguasai perdagangan kita. Itu sesungguhnya invasi militer. Lebih lanjut, 2000 tahun silam, nenek-moyang kita pernah memiliki maskapai pelayaran sendiri, mereka mengekspor rempah-rempah ke negri seberang. Dalam Buku "Indonesia Jaya" saya menggunakan berbagai sumber literatur sejarah. Banyak data yang menyebutkan bahwa bangsa kita adalah bangsa besar. Sriwijaya adalah kerajaan yang berkuasa selama 1000 tahun lebih, kaya-raya, dan makmur. Dari sisi pengetahuanpun maju, sebab rancangan Angkor Wat yang terkenal di Kamboja itu dibuat oleh insinyur dari Nusantara.
Mbak Maya kembali sharing, "Beberapa waktu lalu saya berjumpa dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, beliau mengatakan,"Ini kan kerjaan saya?" maksudnya dalam mengurus masalah kebangsaan. "Memang sejatinya NIM adalah partner pemerintah, kita saling support satu sama lain" jawab Mbak Maya kala itu.
Penelpon selanjutnya dari Setiaji, "Bangsa kita sendiri belum ada yang seberani Pak Anand, pimpinan sampai tingkat bawah tercerabut dari akar budaya, kata Bung Karno kita harus berkarakter dalam kebudayaan."
"Apa motif pak Anand mengajak kita mencintai budaya sendiri?" Dan kepada Mbak Maya, "Bagaimana mengajak orang muda supaya mencintai budaya sendiri?" tanya Tirza. AK menjawab,"Saat saya masih berusia 5 tahun di Solo sana, saya bisa bermain dengan temen2 yang Muslim, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu dst. Tapi sekarang kok tidak bisa lagi? Tempat yang paling pluralis adalah toilet umum, kita bisa kencing di sana tanpa membedakan latar belakang agama, suku, ras, dst. Tapi ternyata di Pondok Indah Mall Jakarta ada orang yang menulis di surat pembaca di koran nasional, minta supaya ada toilet khusus Muslim. Budaya asal kita mengatakan "Bhinneka Tunggal Ika", walau berbeda tapi ada benang merah yang menyatukan kita semua. Agama dan budaya harus berjalan bersama. Agama adalah alat untuk membudayakan manusia begitu menurut Ki Hadjar."
Dari Mbak Maya, "Untuk mengajak generasi MTV mencintai budaya sendiri ialah dengan cara yang gaul dan fungky, yakni lewat lagu-alagu populer dan daerah yang syairnya telah diubah dengan lirik kebangsaan. Pada Pesta Rakyat banyak pengamen yang juga ikutan, mereka mengatakan dengan membawakan lagu-lagu kebangsaan pendapatan mereka bisa meningkat ketimbang menyanyikan lagu-lagu biasa."
Apakah ada kendala selama ini?" tanya moderator. Mbak Maya menjawab, "Alhamdulilah tak ada. Perlu diketahui anggotan NIM tak ada yang digaji, kita butuh orang-orang yang berjiwa altruisme, rela berkorban. Saat di tanya seorang menteri apakah kita punya uang? Kami menjawab yang kami punya semangat! Hari gini malu ah kalau tidak punya kepedulian pada bangsa dan Ibu Pertiwi. Ada lagi yang mengatakan bagaimana bisa memikirkan bangsa kalau perut masih keroncongan? Ya memang sektor ekonomi itu penting, tapi itu bukan akar masalah. Meskipun kita punya banyak duit tapi kalau tak punya negara, bangsa ini hancur, mau belanja di mana?"
Moderator melanjutkan,"Kapan masalah ini bisa selesai? Jawab Mbak Maya mantap, "Kalau kita semua sadar, tapi jika kita cuek terus maka kita akan dirong-rong dari segala penjuru oleh Arab, Barat, China, India, Jiwa kita akan lemah, dan sekali tertiup angin akan roboh. Indonesia akan tinggal nama saja. Perlu kita ketahui bersama bahwa civic awareness beda dengan politik praktis yang mengejar kekuasaan. Lebih lanjut, pergantian kurikulum setiap ganti mentri akan membebani anak, sekarang seorang anak harus memakai kereta dorong untuk membawa buku-buku pelajaran. Data menyebutkan hanya 30 persen saja ilmu yang bisa mereka serap di sekolah karena memang tidak fokus. Sebenarnya anak-anak kita itu pintar-pintar ada yang juara olimpiade fisika segala lho."
Penelpon masuk lagi, dari Pak Sugiyono, "Saya sampai melongo, terkagum-kagum mendengar dan melihat acara ini. Kalau seandainya saya ada di studio sudah tak salami Anda semua. Terutama Mbak Maya Safira Muchtar itu lho, jika semua orang muda seperi Mbak Maya Indonesia pasti adem, ayem, tentrem! Mbak Maya menanggapi,"Virus kesadaran ini harus terus disuntikkan, ditularkan terus-menerus dengan cara-cara yang fungky, menggunakan bahasa gaul? bila kita bicara kita harus sadar publik kita. Generasi MTV harus juga sadar kebangsaan, supaya tidak berkiblat ke Arab dan dst." Lagu "Bintang Kecil" jika diubah liriknya dengan nuansa kebangsaan maka anak-anakpun akan memiliki pondasi kebangsaan yang baik sejak usia dini.
Bapak Anand Krishna menegaskan: "NIM modalnya adalah jujur, tulus dan yakin. Pernah seorang pejabat mengatakan bahwa surat yang dikirim tidak sesuai protokoler, mereka tak paham birokrasi. Tapi justru karena itulah saya terima. Ada penelitian mengatakan bahwa jika ada satu kecoa di rumah kita berarti ada juga 1000 telurnya. Jika ada 1 Maya maka akan ada 1000 "Maya-Maya" yang lain. Dalam setahun, NIM memiliki cabang di 20-an kita, 1 di Eropa dan 1 di Timur Tengah. Tak ada pesan sponsor, atau training membuat bom segala. Memang ternyata banyak orang yang merindukan kebangsaan. Jika hendak menjadi anggota NIM silakan klik di: www.nationalintegration movement.org.
Sebagai penutup apa pesan terakhir dari Pak Anand dan Mbak Maya ?" tanya Mbak Moderator.
"Cinta kasih tanpa pamrih itulah kekuatan kita. Sifat mencintai macam ini yang harus mewarnai keseharian hidup kita. Cinta pada bangsa, negara, Ibu Pertiwi, termasuk pada para Amrosi yang menjadi korban brain wash pihak-pihak tertentu. Indonesia adalah bangsa besar sehingga penyakitnyapun besar. Tapi saya yakin Indonesia segera sembuh." tandas Pak Anand. Akhir kata Mbak Maya menegaskan, "Jika kita mencintai seseorang apapun akan kita lakukan untuk ia yang kita cintai. Mari kita mencintai Ibu Pertiwi. Pasti semua masalah akan tuntas!" Tepat pukul 21.30 WIB acara yang menghebohkan kota Semarang ini selesai. Namun niscaya gaungya tetap bergema di dada kita semua. Indonesia Jaya!