Terus menggelitik di benak penulis pertanyaan, "Apa sebab terjadinya pelbagai konflik ekonomi-politik berkedok SARA di bumi Nusantara tercinta ini?" Dari kontroversi seputar RUU Pornografi yang kian memanas di gedung parlemen maupun di akar rumput, sampai aksi penyerangan terhadap salah satu aliran Kejawen di Joga (Sapta Dharma) yang dicap "sesat" oleh ormas tertentu.
Saya khawatir di sini akan terjadi konflik seperti di Sudan. Konflik horizontal di Sudan terjadi antarwarga yang beragama sama, bahkan berasal dari sekte yang satu adanya. PBB mensinyalir perang saudara tersebut menewaskan 500.000 orang lebih dalam rentang waktu kurang dari lima tahun.
Tapi, ternyata penyebab pertempuran itu sungguh memiriskan. Menurut Ban Ki-moon, penanasan global (global warming) dan kekeringan akut ialah penyebab utama perang yang tak kunjung usai itu.
Selain itu, perlu kita ketahui bersama bahwa Sudan baru saja menyewakan lebih dari 800.000 hektare lahan subur ke Arab Saudi. Masa kontraknya tak tanggung-tanggung mencapai hampir satu abad (99 tahun). Sudan tampaknya menjadi tempat "pelarian" Raja Saud lantaran populasi penduduk yang begitu cepat, kelangkaan air, dan inflasi bahan pangan sehingga diperlukan pengembangan lahan pertanian di tanah sebrang.
Saat ini, begitu banyak pejabat kita melawat ke Timur Tengah. Mereka melobi pengusaha dan pejabat di negara teluk agar sudi mengalirkan dana ke negreri kita ini. Kompensasi dari kerajinan pejabat kita melobi ialah aliran deras petrodollar dalam bentuk inverstasi dan hibah.
Hanya, kita perlu berhati-hati, "Apakah Indonesia juga hendak dijadikan "lahan pertanian" sekaligus "medan pertempuran" seperti halnya kasus Sudan dengan memainkan sentimen di antara sesama putra-putri Ibu Pertiwi?" Only God Knows...Rahayu!