Dimuat di Rubrik Bebas Bicara, Bernas Jogja, 17 Juli 2009
Begitulah tulisan yang tertera pada tiga macam tong sampah di Rumah Kompos, Dusun Tambakrejo, Sleman, Yogyakarta. Tujuannya agar saat menyortir sampah bisa lebih mudah. Sampah plastik dan kertas bisa dijual per kilo ke tukang loak untuk didaur ulang. Sedangkan sampah organik bisa diolah menjadi kompos untuk pupuk tanaman.
Awalnya terasa menjijikan sekali menyaksikan sampah-sampah berserakan. Aromanya begitu menyengat karena mengeluarkan gas metana (CH4). Tapi ternyata bila sabar dan telaten mengolahnya, sampah itu bisa menjadi sumber pemasukan sekaligus menjaga kesehatan lingkungan sekitar. Sarung tangan, sepatu boat, dan masker penutup hidung menjadi "senjata" wajib.
Biasanya sampah diperoleh dari komplek perumahan terdekat dan para tetangga sekitar. Tapi memang masih campur-aduk antara yang organik dan anorganik. Setiap dua hari sekali sampah itu diambil agar tak terlalu menumpuk, busuk, dan berbau. Sang empunya sampah justru amat berterimaksih bila ada orang yang mau mengambilnya. Bahkan tak jarang bersedia memberikan tips ala kadarnya.
Kompos ialah hasil penguraian parsial dari campuran bahan organik. Proses ini dapat dipercepat oleh mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan ialah proses mempercepat reaksi alam tersebut. Yakni dengan menyemprotkan air, mengatur aerasi (pengudaraan), dan menambahkan aktivator, seperti EM4 (Effective Microorganism) (sumber: kamus on line Wikipedia.com).
Composting alias pengolahan sampah menjadi kompos ternyata banyak sekali manfaatnya. Antara lain mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan penumpukah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), meningkatkan kesuburan tanah secara alami, sehingga kualitas hasil panen dari segi rasa, nilai gizi, dan jumlah bisa bertambah dua kali lipat.
Selain itu, tingkat ketahanan tanaman petanian dari serangan hama penyakit juga semakin kuat karena ketersediaan unsur hara yang memadai di dalam tanah. Terakhir tapi penting, ketergantungan petani pada pupuk kimia dari pabrik juga bisa dipangkas.
Ke depan memang lebih tapat bila masyarakat sudi sedikit merepotkan dirinya. Yakni dengan memilah-milah sampah sejak dari dalam rumah tangga masing-masing dan juga di ruang-ruang publik lainnya. Caranya sederhana, cukup sediakan tiga jenis tempat sampah untuk plastik, kertas, dan organik. Salam cinta lingkungan!
Begitulah tulisan yang tertera pada tiga macam tong sampah di Rumah Kompos, Dusun Tambakrejo, Sleman, Yogyakarta. Tujuannya agar saat menyortir sampah bisa lebih mudah. Sampah plastik dan kertas bisa dijual per kilo ke tukang loak untuk didaur ulang. Sedangkan sampah organik bisa diolah menjadi kompos untuk pupuk tanaman.
Awalnya terasa menjijikan sekali menyaksikan sampah-sampah berserakan. Aromanya begitu menyengat karena mengeluarkan gas metana (CH4). Tapi ternyata bila sabar dan telaten mengolahnya, sampah itu bisa menjadi sumber pemasukan sekaligus menjaga kesehatan lingkungan sekitar. Sarung tangan, sepatu boat, dan masker penutup hidung menjadi "senjata" wajib.
Biasanya sampah diperoleh dari komplek perumahan terdekat dan para tetangga sekitar. Tapi memang masih campur-aduk antara yang organik dan anorganik. Setiap dua hari sekali sampah itu diambil agar tak terlalu menumpuk, busuk, dan berbau. Sang empunya sampah justru amat berterimaksih bila ada orang yang mau mengambilnya. Bahkan tak jarang bersedia memberikan tips ala kadarnya.
Kompos ialah hasil penguraian parsial dari campuran bahan organik. Proses ini dapat dipercepat oleh mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan ialah proses mempercepat reaksi alam tersebut. Yakni dengan menyemprotkan air, mengatur aerasi (pengudaraan), dan menambahkan aktivator, seperti EM4 (Effective Microorganism) (sumber: kamus on line Wikipedia.com).
Composting alias pengolahan sampah menjadi kompos ternyata banyak sekali manfaatnya. Antara lain mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan penumpukah sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), meningkatkan kesuburan tanah secara alami, sehingga kualitas hasil panen dari segi rasa, nilai gizi, dan jumlah bisa bertambah dua kali lipat.
Selain itu, tingkat ketahanan tanaman petanian dari serangan hama penyakit juga semakin kuat karena ketersediaan unsur hara yang memadai di dalam tanah. Terakhir tapi penting, ketergantungan petani pada pupuk kimia dari pabrik juga bisa dipangkas.
Ke depan memang lebih tapat bila masyarakat sudi sedikit merepotkan dirinya. Yakni dengan memilah-milah sampah sejak dari dalam rumah tangga masing-masing dan juga di ruang-ruang publik lainnya. Caranya sederhana, cukup sediakan tiga jenis tempat sampah untuk plastik, kertas, dan organik. Salam cinta lingkungan!