Menggalakkan Produk Pangan Lokal
Dimuat di Suara Karya, Kamis/31 Meil 2012
Dimuat di Suara Karya, Kamis/31 Meil 2012
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=304395
Hingga
kini Indonesia masih mengimpor gandum. Data Asosiasi Produsen Tepung
di Indonesia (Aptindo) mencatat angka impor gandum naik 6 persen. Pada
2012 impor gandum bisa mencapai 6,6 juta ton. Padahal, tahun 2011 hanya
6,2 juta ton. Sungguh ironis, bukan? Karena, sejatinya bumi Nusantara
menyimpan aneka ragam produk pangan lokal.
Pelbagai
jenis umbi-umbian tumbuh subur di kawasan pedesaan. Antara lain uwi,
ganyong, gembili, suwek, rondo sluku, punuk banteng, garut, kimpul, dan
lain-lain. Semua anugerah alam tersebut dapat menjadi subtitusi tepung
gandum. Begitulah paparan Pak Kemin, Minggu (27/5) lalu. Beliau adalah
Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Mekarsari, Dusun Gegunung,
Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta.
Penulis
berkunjung ke sana bersama puluhan anggota Fokal (Forum Keluarga dan
Anak Cinta Lingkungan) asuhan Ning Raswani. Salah satu pemenang
Perempuan Inspiratif Nova 2012 yang menjuarai kategori 'perempuan dan
lingkungan hidup'. Sejak awal 2000-an, dusun Gegunung dan sekitarnya
memang dikenal sebagai sentra umbi dan pangan lokal.
Hebatnya,
produk-produk mereka tak hanya dipasarkan di Jateng dan Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, merambah pula ke Jakarta, Bogor,
Semarang, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Dari emping garut, keripik
keladi, tepung ketela ungu, hingga gula aren kristal. Semuanya alami,
sehat dan dengan harga terjangkau.
Pak Kemin
mengisahkan lika-liku perjuangan mereka. Pada awalnya usaha menanam
kembali umbi-umbian itu di pekarangan rumah dipandang sebelah mata.
Namun, perlahan tapi pasti, banyak pihak mendukung. Termasuk, aparat
pemerintah desa setempat. Caranya dengan mengajak mereka bercermin pada
para leluhur tercinta.
Kenapa dulu
simbah-simbah (kakek dan nenek) kita, giginya masih utuh? Bahkan,
tatkala sudah meninggal dan hendak dikubur sekalipun. Karena, memang
mereka mengkonsumsi makanan sehat. Selain itu, alam dan tanah belum
banyak terpapar racun kimia seperti sekarang," ujarnya.
Cocok untuk Perut
Mutiara
Nugraheni membenarkan tesis tersebut. Mahasiswa S-3 Program Studi Ilmu
Pangan Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta ini menilai
umbi-umbian lebih cocok untuk perut orang Indonesia. Sedangkan gandum
kurang begitu sesuai. Karena, banyak mengandung gluten. Zat itu memang
dibutuhkan orang Barat yang bergaya hidup dinamis. Tapi, kalau kita
konsumsi, justru menyebabkan anak menjadi autis alias hiperaktif.
Lebih
lanjut, dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tersebut menguraikan
manfaat umbi-umbian dari segi kesehatan fisik. Bagi penderita maag,
silakan mengkonsumsi pati garut. Tepung tersebut dapat diolah menjadi
kue dan roti agar lebih nikmat. Sedangkan bagi penderita diabetes dapat
mengganti nasi putih dengan uwi ungu.
Kanker pun bisa disembuhkan dengan rajin mengkonsumsi kentang kleci.
Tapi, umbi bernama Latin 'Coleus Tuberosus' ini harus direbus dengan
kulitnya. Sebab, menurut penelitian di laboratorium, lapisan kulit ari
itu kaya dengan kandungan Antioksidan Ursolic Acid (UA) dan Oleanolic
Acid (OA) yang nota bene bisa menjinakkan tumor ganas.
Temuan
penting ini telah dipublikasikan di 3 jurnal mancanegara. Yakni,
International Food Research Journal, African Journal of Food Science,
dan Journal of Medicinal Plants Research (2012).
Selanjutnya,
dari segi perawatan tanaman umbi juga lebih mudah. Terutama
dibandingkan kalau petani menanam padi atau gandum. Kedua tanaman
tersebut memang rakus asupan air. Sedangkan umbi-umbian, bisa bertahan
di musim kemarau sekalipun. Mereka mengalami masa dormansi alias
istirahat. Mirip seperti pohon jati yang meranggas daunnya. Tapi begitu
musim hujan tiba, bisa cepat tumbuh kembali dan siap dipanen.
Agus Purwanto, salah satu pemuda Karang Taruna Dusun Gegunung juga
menguraikan fakta menarik. Tanaman umbi yang tak beracun batangnya
menjalar searah jarum jam. Sedangkan yang beracun menjalar berlawanan
arah jarum jam. Sehingga, suatu saat, bila tersesat di hutan atau di
gunung, pilihlah yang jenis pertama.
Pada
hakikatnya, sebagian besar tumbuhan menyediakan umbi/akar, batang, dan
daunnya untuk dikonsumsi manusia. Umbi Garut bisa mengobati diare
karena kaya kandungan serat. Uniknya, batang tanaman talas juga
bermanfaat. Menurut para peneliti India yang sempat berkunjung ke
sana, bila direbus dan disayur dapat menurunkan kadar kolesterol dalam
tubuh. Bahkan daun muda tanaman bambu bisa dijadikan keripik lezat nan
kaya gizi.
Ternyata kalau kita
kreatif mengolah potensi lokal, bangsa ini tak akan menderita
kelaparan. Mari menggalakkan kembali produk pangan lokal di lingkungan
masing-masing. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sekaligus
untuk melestarikan tanaman warisan leluhur demi masa depan anak-cucu.
Sehingga mereka pun tetap dapat tetap menikmati makanan sehat dan alam
nan asri. ***
Penulis adalah guru Sekolah Alam Angon Yogyakarta.
Foto aneka umbi-umbian ini dari Mbak Yuri Agata |