Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Rabu/29 Mei 2013
http://mjeducation.co/guru-yang-tahu-yang-kita-mau-liputan-acara-meet-and-greet-bentang-street-festival-bersama-j-sumardianta/
Penolakan memang menyakitkan, tapi jangan pernah berputus asa sebab menyitir petuah mendiang Hellen Adams Keller (27 Juni 1880 – 1 Juni 1968), “Saat satu pintu tertutup niscaya terbuka banyak pintu lainnya.” Ternyata hal tersebut pernah dialami J. Sumardianta, penulis buku “Guru Gokil Murid Unyu” (Bentang Pustaka, 2013). Naskah GGMU sempat ditawarkan pada dua penerbit besar di tanah air, tapi dilepeh alias ditolak mentah-mentah. Uniknya, kini pasca GGMU meledak di pasaran dan menyedot minat banyak pembaca, kedua penerbit tadi meminta guru SMA Kolese De Britto, Yogyakarta tersebut menulis buku bergenre pendidikan juga untuk mereka.
http://mjeducation.co/guru-yang-tahu-yang-kita-mau-liputan-acara-meet-and-greet-bentang-street-festival-bersama-j-sumardianta/
Penolakan memang menyakitkan, tapi jangan pernah berputus asa sebab menyitir petuah mendiang Hellen Adams Keller (27 Juni 1880 – 1 Juni 1968), “Saat satu pintu tertutup niscaya terbuka banyak pintu lainnya.” Ternyata hal tersebut pernah dialami J. Sumardianta, penulis buku “Guru Gokil Murid Unyu” (Bentang Pustaka, 2013). Naskah GGMU sempat ditawarkan pada dua penerbit besar di tanah air, tapi dilepeh alias ditolak mentah-mentah. Uniknya, kini pasca GGMU meledak di pasaran dan menyedot minat banyak pembaca, kedua penerbit tadi meminta guru SMA Kolese De Britto, Yogyakarta tersebut menulis buku bergenre pendidikan juga untuk mereka.
Begitulah paparan inspiratif dari ayah 3 putri itu dalam acara Meet and Greet,
Bentang Street Festival di Waterbank Cafe, Sagan, Yogyakarta pada Sabtu
(25/5/2013) lalu. Walau acara baru dimulai pukul 14.00 WIB tapi sejak
setengah jam sebelumnya telah berdatangan para peserta ke lokasi. Cuaca
cukup bersahabat, matahari tak terlalu bersinar terik sehingga acara
dapat digelar di luar ruangan (out door).
Sembari menyimak, pengunjung juga boleh memesan minuman dan hidangan
ala Cafe Waterbank. Tampak siswa-siswi dari SMAN 2 Yogyakarta yang
mengambil ekstrakurikuler jurnalistik duduk di sisi barat. Mereka hendak
mempraktikkan teori meliput berita. Ada yang memegang kamera dan ada
juga yang tekun mencatat setiap materi yang disampaikan Pak Guru.
Tiada kebetulan dalam hidup ini (there is no coincidence in this life),
ternyata Pak Guru juga merupakan alumni SMAN 2 Yogyakarta. Ia merasa
senang sekali bertemu dengan para siswa dari almamaternya tersebut.
“Saya sangat mengapresiasi kedatangan teman-teman dari SMAN 2
Yogyakarta,” ujarnya dengan wajah berseri. Seperti biasa Pak Guru yang
juga aktif menulis resensi buku dan esai pendidikan di media nasional
tersebut mengawali presentasinya dengan bercerita (story telling).
“Kalau menulis dan mengajar di kelas, saya memang selalu membukanya
dengan kisah unik sebelum masuk ke bagian inti. Kenapa? Karena kultur
orang Indonesia suka didongengi,” katanya.
Alkisah,
seorang penebang pohon menangis di tepi sungai dengan air yang mengalir
deras. Dewa turun dari kahyangan demi mendengar ratapan si penebang
pohon. “Mengapa kamu begitu bersedih wahai penebang pohon?”
“Kapakku terlempar ke sungai. Dengan apa lagi aku harus menafkahi keluarga kalau kapak itu hanyut Dewa?”
Dewa langsung menceburkan diri ke sungai. Ditemukannya sebilah kapak dengan pegangan bersepuh emas. “Ini kapakmu? tanya Dewa.
“Bukan,” jawab penebang pohon.
Dewa menyelam lagi dan membawa sebilah kapak bersepuh perak. “Ini pasti kapakmu,” kata Dewa.
“Bukan juga,” ujar penebang.
Dewa terjun lagi ke sungai dan membawa kapak dengan pegangan kayu lusuh.
“Nah, ini kapak saya,” ujar penebang kegirangan.
Tiada
yang abadi, termasuk kesenangan sekalipun. Beberapa minggu kemudian
penebang itu bersedih lagi dan duduk termenung di tepi sungai. Kenapa?
Karena istrinya tergelincir saat meniti jembatan gantung dan terseret
arus banjir.
“Ini istrimu,” ujar Dewa.
Si penebang pohon dengan mantap menjawab,”Benar, Dewa!”
Dewa marah besar dan begitu naik pitam. “Ke mana perginya kejujuranmu?” hardik Dewa.
“Kalau
aku berkata bukan, pasti Dewa menyelam lagi, lalu muncul dari air
membopong Madonna. Karena dia bukan istri saya, pasti Dewa menyelam
lagi. Mana kuat seorang penebang pohon miskin menafkahi lahir-batin tiga
istri sekaligus?” ujarnya polos.
Dagelan
(humor segar) tersebut mujarab untuk mencairkan suasana. Sebenarnya,
Pak Guru hendak menulis tentang profil Butet Kertaredjasa. Seniman
memang kadang perilakunya nyeleneh (tak lazim), bahkan ada yang memiliki istri lebih dari satu. Tapi sosok si Raja Monolog itu berbeda. “Ia seorang good parent
(orang tua yang baik), salah satu putranya pun pernah bersekolah di SMA
De Britto. Bahkan setiap kali pengambilan rapor, Butet yang sibuk
selalu menyempatkan diri untuk datang,” ujar Pak Guru.
Selain
itu, seniman yang terkenal karena kepiawaiannya menirukan suara
almarhum Pak Harto tersebut juga menyiapkan warisan berharga (legacy)
untuk anak dan istri. Salah satunya berupa Warung Makan Bu Ageng di
Jalan. Tirtodipuran, Yogyakarta. “Saya ini seperti berada di pucuk pohon
cemara, kalau jatuh bisa patah tulang. Oleh sebab itu, istri saya harus
juga bangga dengan dirinya sendiri, bukan karena Bambang Ekalaya (nama
depan Butet Kertaredjasa) ini,“ ujar Pak Guru menirukan pernyataan
Butet.
Anak-anak
Butet juga mengenyam pendidikan tinggi hingga akhirnya menjadi sarjana
dan dapat mapan bekerja. “Kalau saya jatuh miskin, kalian tetap bisa
hidup. Seniman harus tetap punya manajemen, hidupnya harus temata (tertata),” imbuh Pak Guru masih tetap menirukan paparan Butet. Artinya, dalam konteks makro, menurut J. Sumardianta, ketika good parenting (pola pengasuhan anak yang baik oleh orang tua) bertemu dengan good schooling (pola pendidikan yang baik oleh para guru di sekolah) hasilnya tentu generasi masa depan yang jempolan.
Operasionalisasi Ide
Pada
sesi tanya jawab, Elena dari SMAN 3 Yogyakarta bertanya kepada Pak
Guru. Agar bisa lancar menulis seperti Bapak caranya bagaimana? Menurut
guru gokil yang pernah diundang dalam acara Kick Andy
itu caranya sederhana, yakni setiap ide harus dioperasionalisasikan.
Ibarat seorang juru masak, kita harus belanja atau mencari
bahan-bahannya terlebih dulu. Kalau sudah memperoleh bahan-bahan yang
diperlukan, lalu kita baru memikirkan cara memasaknya, apa bumbunya yang
pas, dan bagaimana cara menyajikannya agar memikat selera?
Menurut
Pak Guru, perbendaharaan kata yang kaya raya berbanding lurus dengan
kualitas tulisan-tulisan kita. “Saat menemukan sebuah ide, saya relatif
mudah mengungkapkannya dalam bentuk cerita baik secara lisan atau
tertulis karena saya memiliki perbendaharaan kosa kata yang beragam,”
ujarnya. “Jadi kalau Elena dan teman-teman di sini hendak menjadi
penulis yang lancar harus memperkaya diri dengan perbendaharaan kata
yang banyak. Salah satu caranya yakni dengan rajin membaca buku,“
imbuhnya.
Secara
lebih teknis, saat menulis yang penting tulis saja dulu. Ejaan, titik
koma, struktur kalimat itu diurus belakangan. Banyak penulis pemula
macet karena menulis sekaligus mengedit pada saat bersamaan. Nah baru setelah selesai, kita wajib melakukan proses editing.
Kita perlu mencari koherensi alias keterhubungan antar kata, kalimat,
dan alinea. Tahap akhir ialah memilih judul yang memikat mata pembaca.
Dalam bahasa Pak Guru harus nyulek mata (eye catching).
“Intinya Elena, apa yang kita tulis merupakan Tuwuh Seko Pruntuling Ati,
yakni segala hal yang bergejolak dalam hati,” imbuh Pak Guru. Tulisan
yang baik adalah tulisan yang berasal dari relung hati terdalam. Tulis
saja apa yang kita lihat, dengar, alami, dan rasakan. Misalnya kisah
tentang cinta, kesetiaan, dan bahkan pengkhianatan sekalipun. Menurut J.
Sumardianta, “Pengalaman setiap orang itu unik. Kalau dinarasikan lewat
media tulisan bisa dibaca dan memberi inspirasi bagi banyak orang. Itu
merupakan warisan paling berharga untuk anak-cucu kita.”
Langgeng
Pertanyaan
selanjutnya datang dari Jacob, anggota Akademi Bercerita Bentang
Pustaka. Secara khusus ia mengambil jurusan Non Fiksi. “Buku Guru Gokil Murid Unyu
Bapak tersebut kalau dibaca 15 tahun mendatang, apakah masih “enak”?
Lalu bagaimana agar tulisan kita tak cepat basi dan bisa langgeng?”
Menurut Pak Guru, ia banyak belajar dari Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J., walau tulisan budayawan dan Pemimpin Redaksi Majalah Basis tersebut sudah lama tapi kalau dibaca sekarang tetap gurih dan nendang.
Contohnya, saat masih menjadi Frater (calon Pastor) Sindhunata pernah
bertugas di pulau Buru. Ia sempat bertemu dengan Pramoedya Ananta Toer.
Saat akan kembali ke Yogyakarta, Sindhunata berpapasan dengan rombongan
tapol. Mereka sedang menyanyi diiringi grup band lengkap, judul lagunya Dream of Me karya Engelbert Humperdinck.
Beberapa
tahun berlalu seiring bergulirnya waktu, tatkala sudah menjadi Romo dan
memimpin misa di Gereja Kemetiran, Yogyakarta pada Minggu pagi, pukul
6.00 WIB, Sindhunata menceritakan pengalamannya di pulau Buru tersebut.
Seusai perayaan Ekaristi, ia justru mendapati seorang bapak tua menangis
tersedu-sedu di bangku barisan belakang. Ternyata ia adalah vokalis
grup band di pulau Buru itu. Lagu Dream of Me
memang berkisah tentang seorang yang merindukan sosok yang dicintai.
Bapak itu dipisahkan dari anak dan istrinya karena konflik politik. Ia
sangat ingin kembali berkumpul bersama keluarga.
Lalu, Pak Guru mengutip tesis Viktor Emil Frankl, MD, PhD (26 Maret 1905 – 2 September 1997). Menurut penulis buku Man's Search for Meaning tersebut, “Tahanan
politik yang bisa tetap hidup di bawah tekanan kamp konsentrasi NAZI
ialah orang-orang yang bisa menyalakan harapan, misalnya agar bisa
bertemu seseorang yang ia kasihi. “Jadi Jacob, menulislah seperti itu.
Kalau kita menulis dan melakukan apa saja berlandaskan tujuan-tujuan
mulia (value led) maka setiap karya kita niscaya menjadi warisan berharga bagi kemanusiaan,’ ujar Pak Guru.
Seusai
acara penulis sempat mewawancarai salah seorang peserta diskusi,
namanya Dwiananto Rizky, siswa kelas X SMAN 2 Yogyakarta. Menurut
Rizky, “Acara ini menarik sekali karena kalau seorang guru kan biasanya
suka berteori dan berceramah. Tapi Pak Guru (ber)beda, ia –seperti kata
iklan – tahu apa yang kita mau. Ternyata ada ya guru gokil seperti itu.
Keren!”
Sumber Foto: Dok. Pri