Mei 20, 2016

Welcome Lea Arum Rahajeng Putri (Earth/22 Maret 2016)

Tulisan istri terkait proses persalinan putri kami: Lea Arum Rahajeng Putri
Minggu malam (20/3/2016) jam 22.30 WIB aku mulai merasakan gelombang rahim yang sudah lama dinanti sejak HPL lewat. Rasanya perut mulas dan kencang-kencang. Datangnya kurang lebih 20 menit sekali. Nafas perut dalam-dalam selalu aku praktekkan. 

Pada tengah malam pukul 00.00 WIB aku menyempatkan diri untuk meditasi dan rileksasi dengan mendengarkan CD Hypnobirthing yang dibeli di Bidan Kita http://www.bidankita.com/ dan Aplikasi Kontraksi Nyaman.

Sekitar jam 02.00 WIB hari Senin dinihari aku mengecek pembukaan di bidan Nina dekat rumah. Setelah sampai di sana dan dicek dalam sudah bukaan 4 ke 5. Kami lalu pulang ke rumah lagi di Nyutran.

Sampai rumah jam 04.30 WIB aku kembali mendengarkan CD Hypnobirthing dan Aplikasi Nyaman.

Senin pagi jam 06.00 WIB aku berangkat ke RS Jogja International Hospital (JIH) di Condong Catur, Sleman. Sesampainya di sana aku diperiksa dalam, beda hasilnya dari bidan di dekat rumah, ternyata masih bukaan 2 ke 3.

Sambil menanti gelombang rahim selanjutnya aku menyempatkan diri mandi air hangat dan sarapan pagi untuk rileksasi otot-otot tubuh dan mengumpulkan energi. Suami juga terus memijat akupressur, endhorphin dan oksitosin massage yg dipelajari di kelas persiapan persalinan di Bidan Kita.

Senin siang jam 14.00 WIB aku dicek dalam lagi oleh bidan di JIH. Ternyata sudah bukaan 5. Lalu jam 16.00 WIB dicek dalam lagi sudah naik ke bukaan 7. 

Di sela-sela waktu pemeriksaan dalam aku berjalan-jalan di lorong lantai 3 JIH. Melihat lukisan yang ditempel di dinding dan memandang pepohonan hijau dari balik jendela kaca. Kalau gelombang rahim datang aku tetap bergerak, jongkok, njengking dan fokus ke nafas perut. Suami juga selalu memijat dan mengelus sambil membisikkan afirmasi positif.

Aku pun membawa buku Gentle Birth Balance. Sambil menunggu aku baca-baca lagi utk mengingatkan diri sendiri.

Jam 16.30 WIB sore aku dipindah ke ruang bersalin karena sudah bukaan 7. Gelombang rahim makin sering datang. Di JIH dengan dr. Adi boleh membawa gymball. Jadi tetap bisa goyang Inul di ruang bersalin.

Jam 20.30 WIB dr. Adi datang menjenguk di ruang bersalin. Setelah dicek dalam sudah bukaan 9.

Tapi setelah menunggu sampai keesokan harinya (Selasa, 22 Maret 2016) pembukaan tetap 9. Aku lalu mandi air hangat agar lebih segar.

Lalu aku mempraktekkan video side lying release yang didapat dari bidan Yesie. 

Selasa pagi jam 08.00 WIB dr. Adi kembali datang dan melakukan USG. Air ketuban sudah mulai merembes keluar. Akhirnya kami memutuskan untuk diinfus agar bisa bukaan komplit. Karena sudah menunggu semalam suntuk. Dr. Adi memberi dosis yg ringan saja. 

Sekitar jam 12.30 gelombang rahim datang dengan lebih intens. Aku merilekskan diri dengan nafas perut. Suami juga memutarkan musik intrumental dari HP.

Tepat jam 13.22 WIB malaikat kecil yg kami terlahir ke bumi. Dibantu oleh dr. Adi dan bidan-bidan di JIH.
Sungguh anugerah terindah dari Tuhan yang telah kami nanti 5 tahun sejak pernikahan 11-11-2011. 

Terima kasih bidan Yesie dan teman-teman di Bidan Kita. Tak lupa untuk teman-teman di kelas Pre Natal Gentle Birth Yoga, kalian luar biasa.

Majalah Dinda

Dimuat di Majalah Utusan edisi Oktober 2015
"Kenapa dari tadi Dinda mukanya cemberut terus? Mungkin karena hari ini aku datang terlambat. Tidak seperti biasanya Dinda bersikap seperti itu,” Ratih membatin dalam hati sambil memandangi Dinda yang wajahnya seperti baju belum disetrika.

“Tasya, Alexa…ada apa dengan Dinda? Dari tadi ia terus bermuram durja seperti itu. Apa mungkin ia sedang bete?” Ratih bertanya kepada Tasya dan Alexa yang duduk di bangku urutan paling belakang.
Tasya dan Alexa diam tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ratih.

Ratih makin dibuat bingung. Apalagi setelah ia bertanya kepada Tasya dan Alexa tadi, mimik wajah Dinda kian terlihat jutek. Dinda menopang dagu dan mengerutkan dahi.

Dengan perasaan makin penasaran, ia pun bertanya kepada Andre dan Reynold yang duduk di bangku di depannya, “Andre, Reynold, kalian datang ke sekolah lebih dulu dari aku. Pasti kalian tahu kenapa Dinda cemberut terus. Tasya dan Alexa juga tidak seperti biasanya. Apa mereka bertiga sedang marahan?” 

Setelah saling bertatap muka, akhirnya secara bergantian Andre dan Reynold pun mulai menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya tadi terjadi.

“Iya Tih, Dinda memang sedang marah kepada Tasya dan Alexa,” papar Andre.

Ratih mengernyitkan keningnya dan bertanya, “Kenapa?”

“Karena majalah barunya direbut dan tersobek oleh Tasya dan Alexa,” timpal Reynold.

“Tadi pagi, aku, Tasya, Alexa, dan Andre datang lebih awal dari Dinda. Ketika Dinda baru datang, ia langsung menunjukkan majalah yang baru ia beli. Kata Dinda majalah itu memuat puisi yang dikirimnya.

Mendengar itu, Tasya dan Alexa langsung merebut majalah tersebut dari tangan Dinda. Mereka tak sabar dan ingin membaca puisi Dinda,” Reynold menjelaskan dengan terperinci.

“Lancangnya…” tanggap Bagas yang juga mendengarkan percakapan tersebut. Ratih sontak melotot ke arah Bagas.

“Tapi, Dinda belum mau meminjamkannya karena ia sendiri belum selesai membaca puisinya di majalah tersebut,” sambung Reynold.

“Hmm … terus, kenapa mereka bisa sampai marah?” Ratih makin penasaran.

“Karena Tasya dan Alexa tak menghiraukan kata-kata Dinda. Mereka malah sibuk tarik-menarik memperebutkan majalah Dinda sampai akhirnya bagian depan majalah itu sobek. Melihat majalahnya sobek, Dinda pun menangis dan marah besar kepada Tasya dan Alexa,”

“Nah, melihat Dinda menangis, Tasya dan Alexa menyesal dan meminta maaf kepada Dinda. Tapi Dinda tidak mau memaafkan mereka,” lanjut Andre menambahkan cerita Reynold.

“Jadi begitulah kejadiannya tadi sebelum kamu datang, dan sampai sekarang pun, Dinda masih terlihat sedih dan cemberut seperti,” pungkas Reynold sambil melirik ke arah Dinda.

Perasaan Ratih pun sedikit lega usai menyimak paparan tersebut karena ia tahu duduk persoalannya.

**

Setelah itu, Ratih duduk di samping Dinda dan menghiburnya agar jangan bersedih. Ia juga mencoba membujuk Dinda agar mau memaafkan Tasya dan Alexa yang tak sengaja menyobek majalahnya.

“Sudahlah, Din. Maafkan mereka. Mungkin mereka tidak mendengarkan penjelasan kamu. Kita semua kan sahabat. Jangan hanya karena masalah seperti itu, tali persahabatan kita dengan mereka sejak kelas 1 sampai kelas 5 sekarang ini langsung putus?” bisik Ratih sambil menepuk-nepuk bahu Dinda.

Alhasil, setelah beberapa lama dihibur dan dibujuk oleh Ratih, Dinda pun mulai mau membuka diri dan bisa memaafkan keteledoran Tasya dan Alexa tadi pagi. 

Begitu juga dengan Tasya dan Alexa, setelah dibujuk oleh Ratih mereka pun mulai sadar perbuatannya kurang tepat. Mereka pun bersedia meminta maaf sekali lagi kepada Dinda. Tasya dan Alexa berharap kali ini Dinda mau memaafkan mereka.

Pasca-kurang lebih 2 jam belajar, bel tanda waktu istirahat pun berbunyi. Semua anak-anak kelas enam keluar dari kelas kecuali Ratih, Dinda, Tasya, dan Alexa. 

Dengan perasaan sedikit ragu, Tasya dan Alexa mencoba mendekati Dinda yang masih terlihat cemberut dan sedih.

“Din, Din… maafkan kami ya! Karena tadi pagi kami menyobek majalahmu,” ucap Tasya dengan terbata-bata.

“Iya Din. Maafkan kami… kami berjanji, nanti kami akan mengganti koranmu yang rusak itu,” sambung Alexa.

Dinda pun terdiam sejenak sembari berpikir. Lalu, ia menoleh ke arah Tasya dan Alexa.

“Baiklah, aku maafkan kalian. Tapi lain kali, kalian jangan merebut dan merampas barang-barang milik orang lain sebelum diijinkan pemiliknya ya, harus minta ijin baik-baik dulu,” Dinda akhirnya mau berbicara.

“Terima kasih Dinda karena kamu sudah mau memaafkan aku dan Alexa. Sebagai permintaan maaf dari kami, ijinkan kami untuk membelikanmu majalah baru,” ucap Tasya dengan perasaan lega.

“Iya, tapi kalian juga harus berterima kasih kepada Ratih, kalau bukan karena bujukan darinya, belum tentu sekarang aku mau memaafkan kalian,” imbuh Dinda sambil melihat Ratih yang sibuk menghapus tulisan di papan tulis.

Alexa pun segera melangkah menghampiri Ratih dan berkata, “Terima kasih ya, Tih. Kalau bukan bujukan dari kamu, mungkin sampai sekarang aku dan Tasya masih bertengkar dengan Dinda.”

Ratna pun berbalik badan. Ia menuruni kedua anak tangga kecil tempatnya berdiri tadi. “Oh, iya … sama-sama Alexa. Itu kan sudah tugasku sebagai sahabat kalian,” ucap Ratih dengan hati berbunga-bunga.

"Iya Ratih. Mulai sekarang kita harus saling menyayangi dan melengkapi sebagai sahabat,” sahut Dinda sembari tersenyum. Ratih, Alexa, dan Dinda pun serempak mengangguk tanda setuju.

“Eh, dari tadi kita di kelas terus, keluar yuk sebelum bel masuk istirahat berbunyi!” ajak Ratih sambil berlari kecil menuju ke depan pintu kelas.

“Oh, iya ya! Kita ke kantin yuk!” sahut Dinda sembari menyusul Ratih ke depan pintu kelas. Mereka pun melangkah bersama-sama menuju kantin sekolah sambil bergandengan tangan dan bernyanyi riang.