Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Sabtu/1 Juni 2013
“Malam minggu malam yang panjang, malam yang asyik untuk ke Sagan, Waterbank Cafe tempat asyik untuk diskusi dengan Waditya…” Begitulah plesetan
 lirik lagu “Sedap Betul”-nya Mirdad dan Ederra. Walau hujan mengguyur 
deras kota gudeg sejak petang, tak menyurutkan para peserta Bentang Street Festival Yogyakarta untuk berjumpa langsung dengan penulis buku “Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati” (Bentang, 2013).
 Sebelum acara pada Sabtu malam (25/5/2013) dimulai, pria kelahiran 
Malang tersebut bertanya berapa banyak yang sudah baca bukunya? Ternyata
 sebagian besar sudah membaca.
Oleh sebab itu, dalam acara Meet and Greet, Wirausaha Muda Mandiri 2008 itu lebih banyak memutarkan karya-karya animasinya. Pada bagian awal, ia memutarkan film animasi yang dibuat tahun 2002. Saat itu, ia masih bekerja di TransTV. Karena sedang bosan dengan rutinitas pekerjaannya, ia berinisatif mengumpulkan sepuluh animator Trans TV. “Pada saat itulah kami pertama kali bekerja secara tim atas nama nilai eksplorasi,” ujarnya. Waditya bertindak sebagai sutradara sekaligus produser. Alhasil, ia harus menghadapi sepuluh orang yang memiliki karakter berbeda-beda.
Ide film animasinya sederhana, yakni membuktikan benda aneh yang tergeletak di tengah jalan itu kotoran sapi atau bukan? Tapi bagaimana caranya? Dengan memegang, mencium baunya, dan mencicipi rasanya. Ternyata saat dipegang hangat, saat dicium baunya tak sedap, dan saat dicicipi rasanya memuakkan bad taste! Jadi kesimpulannya, benda tersebut valid kotoran sapi (bullshit). Tentu saja adegan kocak itu sontak mengundang gerai tawa penonton.
Oleh sebab itu, dalam acara Meet and Greet, Wirausaha Muda Mandiri 2008 itu lebih banyak memutarkan karya-karya animasinya. Pada bagian awal, ia memutarkan film animasi yang dibuat tahun 2002. Saat itu, ia masih bekerja di TransTV. Karena sedang bosan dengan rutinitas pekerjaannya, ia berinisatif mengumpulkan sepuluh animator Trans TV. “Pada saat itulah kami pertama kali bekerja secara tim atas nama nilai eksplorasi,” ujarnya. Waditya bertindak sebagai sutradara sekaligus produser. Alhasil, ia harus menghadapi sepuluh orang yang memiliki karakter berbeda-beda.
Ide film animasinya sederhana, yakni membuktikan benda aneh yang tergeletak di tengah jalan itu kotoran sapi atau bukan? Tapi bagaimana caranya? Dengan memegang, mencium baunya, dan mencicipi rasanya. Ternyata saat dipegang hangat, saat dicium baunya tak sedap, dan saat dicicipi rasanya memuakkan bad taste! Jadi kesimpulannya, benda tersebut valid kotoran sapi (bullshit). Tentu saja adegan kocak itu sontak mengundang gerai tawa penonton.
Menurut juara dunia British Council Young Creative Entrepreneurship 2007 tersebut ada tiga hal pokok dalam proses membuat film animasi. Pertama, harus ada ceritanya, ya semacam story telling. Kedua,
 desain gambar. Tapi khusus untuk film “Kotoran Sapi” di atas mereka 
hanya memakai foto-foto, jadi tak perlu menggambar terlebih dahulu. Ketiga, gerakan dari gambar-gambar atau foto-foto tersebut, tentu sesuai alur cerita yang telah dikonsep di awal.
Selain
 itu, bagi seorang sutradara detail dan pemilihan warna sangat penting, 
misalnya dalam film animasi “Kotoran Sapi” tadi. Bentuk – maaf - tai-nya
 harus se-riil mungkin seperti aslinya. Sedangkan warna – maaf - tai ada
 yang coklat, kuning dan orange, itu semua tergantung jenis 
makanan si sapi.  Bahkan bentuk bokong sapi juga ditampilkan, tapi agar 
tak terlalu vulgar disamarkan olehnya.
Lewat paparan tersebut, pencetus HelloFest, salah satu festival Pop Culture
 terbesar di Indonesia sekadar menyampaikan bahwa di balik karya animasi
 sederhana yang berdurasi kurang dari lima menit, ada proses panjang 
dalam pembuatannya. “Yang paling sulit ialah mengakomodir ide-ide dari 
sepuluh kepala animator yang berbeda-beda,” ujarnya. Tapi kerja kreatif 
mereka tak sia-sia, sebab film animasi “Kotoran Sapi” masuk ke JiFest dan sempat diputar dalam kompetisi animasi film pendek di Tokyo, Jepang dan Berlin, Jerman.
Selanjutnya,
 pendiri Kementerian Desain Republik Indonesia (KDRI) tersebut 
memutarkan karya animasi hasil tugas akhir kuliahnya tahun 2000. Film 
animasi itulah yang membuatnya bisa berkarir di TransTV. Ia 
menyadari keterbatasannya, kalau membuat manusia teknisnya sulit. “Oleh 
sebab itu saya memilih tokoh robot agar lebih mudah. Saya tinggal 
menggabungkan gambar kotak, lingkaran, dan segitiga. Latar belakangnya 
pun saya memakai warna putih saja sehingga tak perlu menggambar background gunung, sawah, awan dst,” tuturnya.
Selain bisa lulus S1, karya sederhana tersebut membuatnya mendapat pekerjaan tanpa harus mengajukan lamaran dan CV (curriculum vitae). Kok bisa? Sebab film animasi robot tersebut saya unggah ke semacam  situs Youtube. Lalu ada produser yang mengkontak pasca mereka menontonnya, yakni dari TransTV
 dan salah satu stasiun televisi swasta lainnya. “Saya tak melamar 
(pekerjaan) tapi malah dilamar oleh mereka. Karya kitalah yang pertama 
dilihat orang,” imbuhnya lagi. Begitu pula ketika ia hendak membuat 
video klip animasi “Bayangkanlah” untuk grup band Padi.  Mereka pun 
langsung bertanya, “Kamu pernah buat film animasi apa?”
Mengasah Kreativitas
Selanjutnya,
 Waditya juga berbagi tips sederhana untuk mengasah kreativitas. 
“Kebiasaan saya ialah meneruskan gambar absurd menjadi gambar yang 
berwujud,” ujarnya. Dulu saya suka memberi kertas kosong ke teman SD di 
kelas. Lalu saya lanjutkan menjadi gambar tertentu seturut imajinasi dan
 kreativitas saya, mungkin cara itu bisa kalian tiru juga,” umbuhnya 
lagi.
 
“Prinsipnya
 sekadar meneruskan goresan orang lain menjadi gambar ala saya. Dari 
situ, kita belajar merangkai masalah menjadi sebuah jawaban dan 
merangkul solusi dari bagian-bagian yang terpecah-pecah,” tuturnya. 
 Lalu, Rizky salah seorang peserta bersedia menjadi volunteer untuk mencorat-coret secara absurd. Waditya mendapat tugas untuk melanjutkan menjadi gambar berwujud.
Ternyata,
 Rizky memuji dirinya sendiri dengan menulis, “Rizky Ganteng,” (lihat di
 gambar foto sebelum).  “Jadi ini teks, maka wujudnya nanti akan ramai 
seperti kerumunan orang yang sedang kumpul. Ada orang yang memakai topi 
pesta sambil bermain alat semprot, ada orang yang ngantuk sambil 
memegang botol minuman, ada orang yang melempari botol dari atas 
tebing,” ujar Waditya sambil terus menggambar (lihat hasilnya di foto 
sesudah). “Lewat latihan sederhana tersebut, saya belajar mencari 
potensi-potensi baru, mencari celah-celah yang selama ini tersembunyi,” 
imbuhnya lagi.
Menurut
 Waditya, prosesnya sama, yakni kita harus dibuat penasaran dulu dengan 
apa yang akan kita kerjakan. Penasaran bisa menulis, itu sudah bagus, 
rasa tersebut membantu kita untuk dapat menemukan jawabannya. “Saat 
menulis buku Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati, saya butuh waktu 1 tahun. Saya masih punya file-file-nya dulu. Saya menulis buku mikir cover-nya dulu. Semula judulnya Kreatif itu Hak Semua Insan…cielee…”ujarnya.
“Pembaca pertama draft buku saya adalah istri. Prinsipnya, orang yang paling dekat dengan kita harus senang dulu. Uniknya lagi, saya menulis di  photoshop (psd). Sebab selama 6 bulan menulis di Ms Word
 tak ada ide yang mengalir. Budaya saya memang beda. Psd bagi saya mirip
 sebuah kanvas. Jadi medianya yang beradaptasi dengan kemampuan saya,” 
imbuhnya lagi.
Pertanyaan selanjutnya dari floor, kalau sedang tidak bersemangat berkarya bagaimana solusinya? Menurut Waditya ialah dengan istiqomah,
 kata sandi itu juga semangat di balik ajang HelloFest yang digagasnya. 
“Pemikiran tradisional saya memang seperti itu karena dipengaruhi 
keluarga. Saya juga memilih jalur bikin usaha sendiri karena 
lingkungan. Padahal orang tua saya dokter dan pegawai PJTKI yang 
mengirim tenaga kerja Indonesia ke Hongkong,” ujarnya.
Lho
 bagaimana korelasinya? Pekerjaan orang tua saya tersebut berdampak 
kepada banyak orang. Itu poin pentingnya. Bapak saya kalau ke klinik 
pengobatan harus menempuh 1 jam perjalanan dari rumah, kadang beliau tak
 dibayar dengan uang oleh para pasien tapi dengan sayuran dan 
buah-buahan. Sedangkan, ibu saya bisa memberangkatkan 10.000  TKI ke 
luar negeri. Setelah bekerja di negeri orang, banyak yang sukses 
meningkatkan kesejahteraannya.
Oleh
 sebab itu, “Jujur saja saya suka berimajinasi, kelak kalau saya mati, 
nisan saya mau ditulisi atau dihiasi seperti apa ya? Waditya pengusaha 
dengan gaji tinggi atau Waditya yang telah meluluskan 50.000 murid di HelloMotion Academy sejak 2004 dan mereka semua punya karir cemerlang. Rasanya pilihan kedua lebih menarik ketimbang sekadar gaji tinggi. “Goal
 itu dulu yang penting, baru niscaya terbuka jalan-jalannya. 
Pertanyaannya, karir atau model hidup seperti apa yang kalian pilih?” 
tanyanya kepada hadirin semua.
Sebagai
 penutup sekaligus penyemangat untuk menemukan jawabannya, Waditya 
memutarkan video klip lagu “Lentera Jiwa” karya Nugie. “Kebetulan saya 
menjadi modelnya, selain itu syairnya pun dalam,“ pungkasnya.
Lama sudah kumencari 
Apa yang hendak kulakukan
Sgala titik kujelajahi 
Tiada satupun kumengerti
Tersesatkah aku di samudra hidupmu
Kata-kata yang kubaca 
Terkadang tak mudah kucerna
Bunga-bunga dan rerumputan 
Bilakah kau tahu jawabnya
Inikah jalanku inikah takdirku
Chorus:
Kubiarkan kumengikuti suara dalam hati
Yang slalu membunyikan cinta
Kupercaya dan kuyakini murninya nurani 
Menjadi penunjuk jalanku
Lentera jiwaku
Kubiarkan kumengikuti suara dalam hati
Yang slalu membunyikan cinta
Kupercaya dan kuyakini murninya nurani 
Menjadi penunjuk jalanku
Lentera jiwaku
Kubiarkan kumengikuti suara dalam hati
Yang slalu membunyikan cinta
Kupercaya dan kuyakini murninya nurani 
Menjadi penunjuk jalanku
Lentera jiwaku
Lentera jiwaku
Lentera jiwaku
Kupercaya dan kuyakini murninya nurani 
Menjadi penunjuk jalanku
Lentera jiwaku
Lentera jiwaku
Lentera jiwaku
Lentera jiwaku…
Sumber Foto: Dok. Pri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar