Dimuat di Majalah Tebuireng edisi 32, April-Mei 2014
Judul: Yoris Sebastian’s 101 Creative Notes
Penulis: Yoris Sebastian
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: IV/ April 2013
Tebal: 207 halaman
ISBN: 978-979-22-9114-8
“Membuat sesuatu untuk mengalahkan orang lain? Bagi saya era tersebut sudah berakhir!” – Yoris Sebastian (halaman 23).
Begitulah tesis dasar penulis buku ini. Peraih penghargaan International Young Creative Entrepreneur of the Year Awards 2006 dari British Council
di London tersebut berpendapat sekarang ialah zaman kolaborasi.
Artinya, tak lagi relevan kalau sebuah proyek dimonopoli oleh segelintir
orang.
Penerima penghargaan dari Markplus untuk program musik mingguan I Like Monday
di Hard Rock Café itu keranjingan membuat sesuatu yang baru karena
ingin menghasilkan karya. Ia tak pernah membuat sesuatu yang kreatif
hanya untuk naik gaji atau mendapat bonus dari bos.
Prinsip tersebut kian terpancang kokoh tatkala ia membaca buku Drive.
Di sana terungkap hasil penelitian mutakhir Daniel H. Pink.
Iming-iming berupa gaji bagi seseorang atau kelompok tertentu hanya
efektif untuk pekerjaan yang tak perlu berpikir kreatif. Sebaliknya,
untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kreativitas, uang justru
menghambat proses kreatif itu sendiri. Intinya, visi memang lebih
penting ketimbang materi.
Lazimnya, seorang yang kreatif memiliki wawasan luas (a broad perspective). Alhasil, karya-karya yang dihasilkan tak hanya berbeda tapi juga bermanfaat (migunani) bagi orang banyak termasuk diri sendiri.
Tidak
ada salahnya mengasah kreativitas dalam segala lini. Caranya dengan
rajin membaca buku filsafat, antropologi, dan aneka bidang ilmu
lainnya. TCDC (Thailand Creative and Design Centre) mempunyai perpustakaan yang tak melulu berisi buku tentang desain, branding, dan marketing, tapi juga buku filsafat dan religi. Semboyan mereka unik, “Dance with your imagination and change your life (menarilah dengan imaginasimu dan ubah hidupmu)…” (halaman 51).
Lewat buku ini, pemenang Indonesian Young Marketers Awards 2003 dari Indonesian Marketing Association
tersebut juga menceritakan kebiasaan lamanya. Tatkala masih tinggal di
Pulo Raya, Yoris sering naik ke atap rumah dan tiduran di sana sembari
memandangi bintang. Lalu, saat tinggal di apartmen Rasuna Tower 7, ia
juga suka memandangi jalanan yang sunyi dari atas lantai 7 apartemen.
Ia
enggan memikirkan ide tentang proyek tertentu. Apalagi mencari jalan
keluar untuk suatu masalah yang ruwet. Ia sekadar menikmati the hour of silence
alias saat-saat hening. Tapi, kalau kebetulan melintas ide-ide kreatif,
ya langsung ia tangkap. Caranya dengan menuliskan ide-ide baru
tersebut. Tapi kalau terlalu panjang, ia akan merekam suaranya di app Audio Notes.
Kendati
demikian, Yoris mengaku lebih suka menulis dengan tangan. Kenapa?
Karena sewaktu-waktu mudah untuk ditelusuri kembali di kemudian hari.
Kalau di gadget-nya ia membuat folder khusus, judulnya
“sleeping ideas”. Kelak tatkala bertemu klien yang cocok, ide-ide
tersebut tinggal dibangunkan saja. Salah satunya adalah acara “Lomba
Nyontek Nasional” yang telah dipaparkan panjang lebar dalam buku Creative Junkies (2010).
Sistematika buku ini terdiri atas 101 catatan kreatif General Manager
Hard Rock Cafe termuda di Asia saat masih berusia 26 tahun itu. Mulai
dari pemikiran, pengamatan, tindakan, berbagi ke orang lain, refleksi
pengalaman pribadi dan tentu dipungkasi dengan doa syukur kepada Tuhan,
Sang Maha Kreatif.
Judulnya sebagian besar menggunakan
bahasa Inggris, antara lain “Have a Good Sleep”, “A Broad Perspective”,
“Watch Inspiring Movie”, “Tenacity”, “Listen”, “Initiate
Conversation”, “Less Rule – Simple Rule,” dll. Pada setiap halaman
genap tersaji foto, gambar, ilustrasi, dan kalimat puitis. Sehingga
tatkala sidang pembaca menikmati buku ini, niscaya otak kiri dan kanan
terpuaskan semua.
Pemecah rekor MURI untuk program Destination Nowhere
2003 ini juga memaparkan pengamatan jelinya. Banyak tokoh kreatif di
Indonesia dan bahkan dunia, semuanya menjalani hidup dengan bahagia. Ia
menyebutnya Happynomics.
Intinya, manusia harus
menomorsatukan keceriaan, nilai kedua baru aspek ekonomis. Dalam kamus
hidup Yoris, uang tak pernah menjadi no. 1. Selama bekerja di majalah
HAI, HRC, HaagensDazs, MTV Trax, dan sederet perusahaan terkemuka
lainnya, Yoris bekerja karena memang suka dengan pekerjaannya.
Lantas, ia mengutip syair lagu dari REM yang berjudul Shiny Happy People (Out of Time Album), “Shiny happy people laughing. There is no time to cry (Orang yang ceria selalu tertawa. Tak ada waktu untuk menangis.” (halaman 183).
Orang
kreatif juga harus senantiasa menjaga tubuh tetap fit. Karena
kreativitas akan berkurang kalau kondisi badan sedang sakit. Bagaimana
orang sakit gigi bisa berpikir secara kreatif? Oleh sebab itu, Yoris
rutin berenang dan pergi fitness untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Bahkan saat masih bekerja di HRC ada ring basket, jadi ia bisa main kapan saja.
Tiada
gading yang tak retak begitupula buku ini. Penulis terlalu kentara
memromosikan produk IT dari sebuah pabrikan. Karena ia memang menulis
dengan gadget tersebut. Dalam beberapa halaman Yoris tampak
memaparkan aneka kelebihan dan aplikasi. Tak pelak timbul kesan di benak
pembaca bahwa ia sedang berjualan merek dagang tertentu.
Terlepas
dari kelemahan minor tersebut, buku setebal 207 halaman yang telah
mengalami cetak ulang keempat ini kaya inspirasi kreatif bagi segenap
anak negeri. Sebab senada dengan petuah Michael Yanover, “Kreativitas
lahir dari rahim kebebasan. Bebaskan pikiranmu, ketika kita memberi
kebebasan, kita niscaya jadi lebih kreatif.” Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta. Tinggal di Kampung Nyutran)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar