Dimuat di Sesawi.net, Jumat/23 Mei 2014
Selasa
malam (6/5) pelataran Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) di Jln. Suroto 2
Kotabaru dipenuhi lautan manusia. Ratusan pengunjung rela lesehan,
berjongkok, duduk di kursi, berdiri, dan bahkan berjinjit dari pukul
19.00-22.00 WIB. Mereka takzim mengikuti peringatan 15 tahun wafatnya
Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Pr. Pagelaran budaya tersebut terbuka bagi
khalayak ramai. Siapa pun boleh hadir tanpa dipungut biaya, mulai dari
tukang becak hingga pejabat teras kota Yogyakarta.
Dalam
kata sambutan sebelum membuka pameran seni rupa “Pager Piring” Imam
Priyono mengapresiasi jerih payah panitia. Sebab, ternyata Wakil
Walikota Yogyakarta tersebut juga dulu merupakan salah satu anak yang
menerima pager piring alias dibiayai pendidikannya oleh Romo
Mangun. “Cita-cita Romo Mangun yang masih saya ingat ialah keseimbangan
dalam kehidupan. Misalnya yang kaya membantu yang miskin, saling
peduli dan mencintai antar sesama manusia dan juga turut serta menjaga
keseimbangan ekologi,” ujarnya di hadapan para hadirin dan tamu
undangan.
Wayang
Milehnium Wae juga turut memanaskan suasana. Puluhan muda-mudi dari
Institut Sansekerta Indonesia menyuguhkan atraksi musik perkusi,
gamelan, tarian, pembacaan puisi, pantomim, wayang seng, dan teater.
Pentas kolaborasi malam itu bertajuk Mlarat Ning Ningrat
(Miskin Tapi Ningrat). Romo Sindhunata S.J selaku tuan rumah mengatakan
bahwa Romo Mangun bukan sekadar tokoh intelektual, beliau juga seorang
seniman.
Lebih
lanjut, menurut Romo Sindhu salah satu kontribusi Romo Mangun bagi
dunia literasi ialah sastra yang berpamor. “Susastra bukan dicipta,
tapi digali lewat permenungan atas filsafat, realitas historis, sosial
dan politik. Demi ide intelektual dan bersama ide tersebut, Romo Mangun
siap mogok makan bersama warga Kali Code yang hendak digusur,
memperjuangkan keadilan bagi masyarakat Kedung Ombo, berdemonstrasi
bersama mahasiswa, buruh dan petani, mengembangkan ide pendidikan dasar
lewat Dinamika Edukasi Dasar (DED) dan SD Kanisius Mangunan. Karena
pengalaman otentik memang berasal dari grassroot,” ujar Romo Sindhu.
Selaras
dengan paparan Prastowo selaku Ketua Panitia. Ia mengatakan bahwa YB
Mangunwijaya ialah tokoh multidimensional. Beliau seorang arsitek,
sastrawan, budayawan, pendidik dan juga filsuf. “Kita tidak cukup jika
hanya menapakinya, tapi kita juga harus menjelajahi pemikiran beliau
yang sangat kaya. Menjelajahi pemikiran Romo Mangun berarti memahami
seluruh dimensi persoalan yang plural dimana beliau selalu berpijak
pada nilai-nilai sosial, spiritual dan humanisme,” imbuhnya.
Tak
ketinggalan pada Selasa malam itu, Shri Krishna Encik turut
menyumbangkan suara emasnya diiringi petikan gitar dan gesekan cello.
Salah satu lagu gubahannya bertajuk “Sang Pelayan”. Berikut ini petikan
syairnya yang tepat melukiskan karakter Romo Mangun:
Selalu saja kau tenang
Dengan semua sikapmu
Selalu saja kau tegar dengan
Pendirianmu…
Tak sekadar kata-kata
Yang engkau utarakan
Tak sekadar perbuatan
Yang selalu kau wujudkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar