Dimuat di Majalah Utusan, edisi Maret 2014
Semalam Andre tidur terlalu larut, pukul 23.00, karena terlalu asyik bermain dengan perangkat game console Sony PlayStation3 (PS3). Siangnya, sepulang sekolah, ia mengunduh game terbaru dan langsung menyimpannya dalam external harddisk. Andre pun ingin segera mengalahkan musuh utama dalam game itu yang konon susah dikalahkan.
Alhasil, pagi ini ia terlambat bangun. Matahari suudah terbit. Jam beker di atas meja kamarnya pun sudah menunjukkan pukul 06.30. Tetapi, ia masih mendekur dan terlelap di balik selimut tebal. Untung, Ibu membangunkannya saat detik-detik terakhir.
"Andre, kamu mau sekolah tidak?" tanya Ibu sembari mengoyang-goyangkan tubuhnya.
"Nanti Bu, masing ngantuk banget nih," jawab Andre tanpa membuka mata. Ia malah mengubah posisi tidurnya dan menarik selimutnya agar lebih rapat.
"Ayo bangun. Nanti kamu terlambat," tegas Ibu sambil menarik selimut Andre.
Saat itu juga mata Andre terbelalak melihat jam weker.
Ternyata waktunya tinggal 25 menit sebelum lonceng sekolah berbunyi. Jam pelajaran pertama di sekolahnya dimulai pukul 07.00. Maka, Andre pun bergegas turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Ia mandi superkilat.
Gusinya sempat tergores karena menyikat gigi dengan tergesa-gesa. Rasa perih terasa di rongga mulutnya. Selain itu, yang paling apes, ia juga tak sempat sarapan. Padahal, Ibu sudah menyiapkan nasi gudeg kesukaannya.
**
Jarak ke sekolah sebenarnya hanya 1 kilometer dari rumah. Andre cukup menempuhnya dengan berjalan kaki. Tetapi tetap saja ia terlambat karena waktunya sudah mepet sekali.
Sesampainya di depan sekolah, gerbang sudah ditutup. Nafasnya terengah-engah dan keringatpun bercucuran setelah berlari-lari.
Sesuai peraturan sekolah, ia harus melapor ke Pak Tri yang sedang piket. Siswa yang terlambat harus menunggu di kantor guru piket selama satu jam pelajaran. Pada jam pelajaran kedua, baru boleh masuk ke kelas.
"Kamu kok terlambat, Andre?" tanya Pak Tri, guru Bahasa Inggris di kelas V SD Marga Asih itu.
"Saya kesiangan, Pak," jawab Andre sambil menundukkan kepala.
Lantas, Pak Tri membolak-balik buku piket. Ternyata, belakangan ini Andre sering terlambat. Padahal, dulu ia termasuk rajin dan berprestasi.
Andre pernah meraih juara pertama lomba story telling Bahasa Inggris tingak SD sekecamatan. Kebetulan, saat itu Pak Tri menjadi guru pendampingnya.
"Bisa kamu ceritakan kepada Bapak soal alasanmu datang terlambat?" tanya Pak Tri.
"Saya tidur terlalu malam, Pak," jawab Andre
"Apakah karena mengerjakan PR?" tanya Pak Tri lagi.
"Tidak, Pak, saya bermain PS," jawab Andre jujur.
"Oh, begitu?" sahut Pak Tri.
Alih-alih memarahi, guru yang terkenal ramah dan penuh pengertian tersebut justru bercerita kepada Andre. Ternyata beliau juga memiliki anak seusia Andre. Namanya Robert.
Robert suka bermain sepak bola. Setiap sore, anaknya itu di lapangan desa. Awalnya, karena keasyikan Robert sering tidak menyisakan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah.
Suatu ketika Robert cedera akibat bertabrakan dengan anggota tim lawan. Akibatnya, ia harus beristirahat cukup lama. Sejak saat itu ia baru sadar, bermain bola memang penting untuk berolahraga dan menyalurkan bakat, tapi sebagai siswa, tugas utamanya ialah belajar.
Setelah pulih, Robert mengatur ulang jadwal latihan sepak bolanya. Ia hanya berlatih dua kali seminggu sehingga tidak terlalu lelah dan masih ada waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Alhasil, pada akhir semester, nilainya bagus-bagus. Selain itu, Robert juga menjadi pemain terbaik dalam liga sepak bola tingkat SD sekecamatan dan menjadi pencetak gol terbanyak.
"Dari cerita ini Bapak hanya mau mengingatkanmu, Andre," ujar Pak Tri sembari memegang bahu muridnya. "Kamu anak cerdas, tekun, dan berbakat. Kemampuan Bahasa Inggrismu juga bagus sekali. Kamu ingat saat menjuarai lomba story telling? Saat itu kamu menceritakan dongeng Timun Mas dalam Bahasa Inggris."
"Iya Pak. Saya ingat. Dan saya ingin seperti itu lagi," tekad Andre mantap.
"Ya, baik. Bapak akan selalu mendukungmu. Tapi, kamu tetap boleh bermain PS kok, misalnya saat akhir pekan, supaya tak terlambat sekolah lagi. Sebagai pelajar, musuh utama yang harus kamu taklukkan bukan berada di dalam game, tapi kemalasan belajar dan keengganan mengerjakan tugas sekolah," pesan Pak Tri.
"Teng...teng!"
Lonceng sekolah berdentang dua kali, tanda jam pelajaran berganti. Kini saatnya Andre masuk ke kelas dengan semangat baru. Sambil berpamitan, Andre mengucapkan, "Terima kasih, Pak Tri."
Semalam Andre tidur terlalu larut, pukul 23.00, karena terlalu asyik bermain dengan perangkat game console Sony PlayStation3 (PS3). Siangnya, sepulang sekolah, ia mengunduh game terbaru dan langsung menyimpannya dalam external harddisk. Andre pun ingin segera mengalahkan musuh utama dalam game itu yang konon susah dikalahkan.
Alhasil, pagi ini ia terlambat bangun. Matahari suudah terbit. Jam beker di atas meja kamarnya pun sudah menunjukkan pukul 06.30. Tetapi, ia masih mendekur dan terlelap di balik selimut tebal. Untung, Ibu membangunkannya saat detik-detik terakhir.
"Andre, kamu mau sekolah tidak?" tanya Ibu sembari mengoyang-goyangkan tubuhnya.
"Nanti Bu, masing ngantuk banget nih," jawab Andre tanpa membuka mata. Ia malah mengubah posisi tidurnya dan menarik selimutnya agar lebih rapat.
"Ayo bangun. Nanti kamu terlambat," tegas Ibu sambil menarik selimut Andre.
Saat itu juga mata Andre terbelalak melihat jam weker.
Ternyata waktunya tinggal 25 menit sebelum lonceng sekolah berbunyi. Jam pelajaran pertama di sekolahnya dimulai pukul 07.00. Maka, Andre pun bergegas turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi. Ia mandi superkilat.
Gusinya sempat tergores karena menyikat gigi dengan tergesa-gesa. Rasa perih terasa di rongga mulutnya. Selain itu, yang paling apes, ia juga tak sempat sarapan. Padahal, Ibu sudah menyiapkan nasi gudeg kesukaannya.
**
Jarak ke sekolah sebenarnya hanya 1 kilometer dari rumah. Andre cukup menempuhnya dengan berjalan kaki. Tetapi tetap saja ia terlambat karena waktunya sudah mepet sekali.
Sesampainya di depan sekolah, gerbang sudah ditutup. Nafasnya terengah-engah dan keringatpun bercucuran setelah berlari-lari.
Sesuai peraturan sekolah, ia harus melapor ke Pak Tri yang sedang piket. Siswa yang terlambat harus menunggu di kantor guru piket selama satu jam pelajaran. Pada jam pelajaran kedua, baru boleh masuk ke kelas.
"Kamu kok terlambat, Andre?" tanya Pak Tri, guru Bahasa Inggris di kelas V SD Marga Asih itu.
"Saya kesiangan, Pak," jawab Andre sambil menundukkan kepala.
Lantas, Pak Tri membolak-balik buku piket. Ternyata, belakangan ini Andre sering terlambat. Padahal, dulu ia termasuk rajin dan berprestasi.
Andre pernah meraih juara pertama lomba story telling Bahasa Inggris tingak SD sekecamatan. Kebetulan, saat itu Pak Tri menjadi guru pendampingnya.
"Bisa kamu ceritakan kepada Bapak soal alasanmu datang terlambat?" tanya Pak Tri.
"Saya tidur terlalu malam, Pak," jawab Andre
"Apakah karena mengerjakan PR?" tanya Pak Tri lagi.
"Tidak, Pak, saya bermain PS," jawab Andre jujur.
"Oh, begitu?" sahut Pak Tri.
Alih-alih memarahi, guru yang terkenal ramah dan penuh pengertian tersebut justru bercerita kepada Andre. Ternyata beliau juga memiliki anak seusia Andre. Namanya Robert.
Robert suka bermain sepak bola. Setiap sore, anaknya itu di lapangan desa. Awalnya, karena keasyikan Robert sering tidak menyisakan waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah.
Suatu ketika Robert cedera akibat bertabrakan dengan anggota tim lawan. Akibatnya, ia harus beristirahat cukup lama. Sejak saat itu ia baru sadar, bermain bola memang penting untuk berolahraga dan menyalurkan bakat, tapi sebagai siswa, tugas utamanya ialah belajar.
Setelah pulih, Robert mengatur ulang jadwal latihan sepak bolanya. Ia hanya berlatih dua kali seminggu sehingga tidak terlalu lelah dan masih ada waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah. Alhasil, pada akhir semester, nilainya bagus-bagus. Selain itu, Robert juga menjadi pemain terbaik dalam liga sepak bola tingkat SD sekecamatan dan menjadi pencetak gol terbanyak.
"Dari cerita ini Bapak hanya mau mengingatkanmu, Andre," ujar Pak Tri sembari memegang bahu muridnya. "Kamu anak cerdas, tekun, dan berbakat. Kemampuan Bahasa Inggrismu juga bagus sekali. Kamu ingat saat menjuarai lomba story telling? Saat itu kamu menceritakan dongeng Timun Mas dalam Bahasa Inggris."
"Iya Pak. Saya ingat. Dan saya ingin seperti itu lagi," tekad Andre mantap.
"Ya, baik. Bapak akan selalu mendukungmu. Tapi, kamu tetap boleh bermain PS kok, misalnya saat akhir pekan, supaya tak terlambat sekolah lagi. Sebagai pelajar, musuh utama yang harus kamu taklukkan bukan berada di dalam game, tapi kemalasan belajar dan keengganan mengerjakan tugas sekolah," pesan Pak Tri.
"Teng...teng!"
Lonceng sekolah berdentang dua kali, tanda jam pelajaran berganti. Kini saatnya Andre masuk ke kelas dengan semangat baru. Sambil berpamitan, Andre mengucapkan, "Terima kasih, Pak Tri."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar