Dimuat di Surat Pembaca, Suara Merdeka, Senin/24 Maret 2014
Sejak
awal kiprahnya di dunia hiburan pada 1970-an bersama grup Jayakarta,
Djuhri Masdjan alias Jojon sukses membuat penonton tertawa
terpingkal-pingkal. Namun, pada Kamis (6/3/2014) pukul 06.10, pria
kelahiran Karawang, 5 Juni 1947 tersebut menutup mata untuk selamanya
di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur. Bumi Nusantara
kehilangan salah satu komedian terbaiknya.
Sejak lama,
Jojon memang telah mengidap gangguan pernafasan dan jantung. Setiap
kali pentas atau datang ke lokasi shooting Jojon selalu membawa obat
asma dan suplemen. Kini tiada lagi penampilan kocaknya lengkap dengan
kumis ala Charlie Chaplin dan celana pendek yang melebihi perut.
Menurut
Henny Mariana, Jojon merupakan sosok suami dan ayah yang baik. Beliau
sangat penyabar. ''Suatu hari saat akan shooting, saya lupa membawakan
salah satu properti. Saat itu beliau sebenarnya berhak untuk marah,
tapi ternyata almarhum menanggapi dengan biasa saja,'' kenang sang
istri dengan mata berkaca- kaca saat wawancara di sebuah televisi
swasta.
Selain itu, Jojon juga seorang artis yang
profesional. Selama hampir 45 tahun terjun di dunia hiburan tanah air,
dia tak pernah sekali pun datang terlambat. Ade Gingsul, salah satu
murid dan fans berat Jojon, menganggap ayah 7 anak tersebut sebagai
pahlawan komedian. Karena Jojon tidak pelit ilmu. Almarhum selalu
bersedia membagikan ilmu kepada para pelawak muda yang sedang meniti
karir.
Menurut Jojon, ada tiga kunci menjadi komedian
jempolan. Yakni, kemampuan dialog, akting, dan ekpresi. Tolok ukur
seorang pelawak yang andal ialah kalau tanpa berkata apa pun, cukup
dengan memasang mimik wajah tertentu, penonton bisa tertawa
terbahak-bahak.
Secara lebih mendalam, ada filosofi di
balik aksi lawak Jojon. Menurutnya, saat diwawancarai Deddy Corbuzier,
dia memilih menjadi pelawak karena bisa membuat orang lain tertawa.
Kalau orang tertawa berarti mereka merasa bahagia. Mereka bisa sesaat
melepaskan ketegangan dan melupakan masalah-masalah dalam keseharian
hidupnya. ''Nah kalau orang lain bahagia, saya juga akan ketularan
bahagia,'' ujarnya.
Dalam tradisi kejawen ada petuah
''empan papan''. Artinya, seseorang harus bisa bersikap sesuai situasi
dan tempat. Jojon pun bisa menempatkan diri sesuai konteks. Menurut
Cahyono, salah satu rekannya di Jayakarta grup, Jojon kalau sedang
berada di luar panggung berbeda 180 derajat. Sikapnya sangat kebapakan
dan cenderung serius. Salah satu cita-cita yang belum terwujud ialah
hendak membuat film komedi sendiri. Mirip seperti film ''Intan
Berduri'' yang dibintangi Benyamin S.
Kabul Basuki alias
Tessy juga membagikan pengalamannya selama bekerja bersama almarhum
Jojon. Menurutnya, almarhum selalu penuh tanggung jawab dan semangat
dalam berproses kreatif di dunia komedi.
Terakhir tapi
penting, Jojon juga seorang sahabat yang solider. Saat ditanya memilih
Warkop atau Srimulat, dia tak mau memilih. Sebab semuanya teman,
sama-sama rekan pelawak. Selamat jalan H Jojon, karya-karyamu akan
selalu abadi di hati kami. Terima kasih telah membuat Indonesia
tertawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar