Dimuat di Suara Merdeka, Senin/3 Maret 2014
Walau
sehari-hari hanya bekerja sebagai tukang parkir, pengamen, dan petugas
jaga malam, Pujiono (27), pria asal Cilacap, Jawa Tengah, tetap dengan
penuh percaya diri (PD) menunjukkan kebolehannya di hadapan 3 juri
dalam audisi Indonesian Idol.
Anang Hermansyah,
Tanti vokalis Kotak, dan Ahmad Dhani sampai terkagum-kagum dibuatnya.
Pujiono sukses mendendangkan lagu ciptaan sendiri diiringi genjrengan
rancak gitar bolong. Selain itu, Pujiono juga piawai bersiul hanya
dengan memerlihatkan giginya disertai pandangan mata yang nakal.
Lagu
berjudul ”Manisnya Negeriku” boleh dibilang masuk dalam kategori
balada. Senafas dengan lagu-lagu karya Doel Sumbang, Iwan Fals, dan Leo
Kristi. Liriknya sungguh menggugah rasa nasionalisme kita:
Memang manis-manis gula gula
Begitu juga negeri kita tercinta
Banyak suku-suku dan budaya
Ada Jawa Sumatera sampai Papua
Semuanya ada di sini
Hidup rukun damai berseri-seri...
Ragam umat-umat agamanya
Ada Islam ada Kristen, Hindu, Buddha
Semuanya ada di sini
Bersatu di Bhinneka Tunggal Ika
Indonesia negara kita tercinta
Kita semua wajib menjaganya
Jangan sampai kita terpecah belah
Oleh pihak lainnya
Pancasila dasar negara kita
Dengan UUD tahun empat limanya
Jangan sampai kita diadu domba
Oleh bangsa lainnya...
Walau
tak lolos ke babak selanjutnya, Pujiono tetap dianggap idola yang
sesungguhnya. ”He is the true Indonesian Idol”. Sebab banyak masyarakat
yang menyukai gubahan lagu itu. Di kanal YouTube, video rekaman Pujiono tersebut sudah ditonton lebih dari 1 juta orang http://www.youtube.com/watch?v=R3d_GRfUR74
Carel Felix berkomentar singkat, ”Benar-benar kreatif, aku suka!” Sedangkan di jejaring sosial Twitter dan Facebook banyak pula pengguna yang menuliskan komentar positif dan memberi acungan jempol. Bahkan sampai ada warga Twitter yang memuat lirik ”Manisnya Negeriku” lengkap dengan chord kunci gitarnya.
Alhasil, produser Indonesian Idol menjadikan ”Manisnya Negeriku” sebagai soundtrack ajang pencarian bakat penyanyi tersebut. Mereka memutarkan lagu gubahan Pujiono pada setiap akhir acara.
Kalah Pamor
Dari
aspek musikalitas bisa jadi dewan juri menilai Pujiono kalah pamor
dibanding kontestan lain. Namun, dari aspek kreativitas dan
orisinalitas, dia tak bisa dipandang remeh. Sebab, selama ini lebih
banyak peserta audisi yang menyanyikan lagu-lagu berbahasa Inggris
karya orang asing. Tapi Pujiono berani tampil beda, dia membawakan lagu
ciptaan sendiri dan berbahasa Indonesia pula.
Lalu dari
aspek semantik, makna yang mendalam terkandung di bait-bait lagu
”Manisnya Negeriku”. Semangat, meminjam istilah Anand Krishna,
mengapresiasi pelangi perbedaan di bumi Nusantara jelas terbaca di sana.
Pujiono bisa mengemasnya dengan bahasa yang sederhana dan merakyat.
Dalam
konteks ini, petuah Gus Mus kian relevan. ”Bangsa ini tidak kreatif,”
ujar Kiai Haji Musthofa Bisri saat membuka pameran lukisan di Bentara
Budaya Yogyakarta (BBY), Selasa (1/10/2013) silam.
Ketika
zaman Bung Karno, politik dijadikan panglima. Setelah itu, di era
Soeharto, ekonomi dijadikan panglima. Kini, di era reformasi politik
kembali dijadikan sebagai panglima. ”Mbok ya sekali-kali kebudayaan yang
dijadikan panglima,” ungkap Gus Mus.
Pengasuh pondok
pesantren Raudhlatut Thalibin, Rembang, Jawa Tengah itu juga
berpendapat bahwa dia tak habis pikir bila Gusti Allah itu hanya
dianggap Pangerannya orang-orang apik, bukan Pangerannya orang yang jelek. ”Gusti Allah itu Pangeran semua orang,” tegasnya.
Gus
Mus kemudian mengutarakan bahwa menjelang Pemilu 2014 kehidupan bangsa
niscaya penuh dengan gejolak konflik antarkepentingan. Pun kelompok
yang berbeda identitas agama bertikai, saling berebut klaim Tuhan
merekalah yang paling benar.
Suara kebangsaan dari
jalanan ala Pujiono mengingatkan pada nilai pluralitas. Walau
bebeda-beda, kita semua ialah putra-putri Bunda Indonesia. Jangan
pernah mau dipecah-belah karena itu hanya akan menguntungkan
pihak-pihak yang hendak menguasai dan mengekploitasi tanah air
tercinta.
Akhir kata, mari belajar dari ilmu sapu lidi.
Kalau hanya sebatang lidi begitu mudah dipatahkan, tapi kalau
batang-batang lidi tersebut terikat erat menjadi sapu lidi, niscaya
kuat. Pun dapat dipakai untuk menyapu kotoran-kotoran di altar Ibu
Pertiwi. Masih terngiang petikan lagu Pujiono, ”Pancasila dasar negara
kita. Dengan UUD tahun empat limanya. Jangan sampai kita diadu domba.
Oleh bangsa lainnya...”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar