Oktober 21, 2013

Hikmat Kehidupan Drijarkara

Dimuat di Majalah Hidup, Minggu/20 Oktober 2013

Judul: Kumpulan Surat Romo Drijarkara
Penyunting: F. Danuwinata, S.J
Editor Bahasa: G. Budi Subanar, S.J
Penerbit: Penerbit Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Cetakan: I, Juli 2013
Tebal: xiv + 244 hlm
ISBN: 978-602-9187-52-6
Harga: Rp50.000,-

Buku ini merupakan kumpulan surat-surat Prof. Dr. Nicolaus Drijarkara SJ selama ia studi filsafat di Universitas Gregoriana, Roma, Italia (1950-1952), menjadi guru besar di St. Louis University, Amerika Serikat, berkeliling benua Eropa, Timur Tengah, hingga akhirnya kembali ke tanah air. Total ada 32 surat karya Romo Drijarkara. Sistematikanya terdiri atas 12 surat dari Roma, 8 surat dari Amerika, dan 12 surat dari Perjalanan.

Rektor IKIP Sanata Dharma Yogyakarta periode 1955-1967 tersebut ternyata piawai menyampaikan hikmat kehidupan lewat tulisan-tulisannya. Contohnya kalau perawat bekerja di rumah sakit, ia perlu menjadi homo homini socius alias sahabat bagi manusia lain.  Seorang perawat tak cukup berbekal jarum suntik, tapi bisa juga menghibur dan membuat pasien tertawa sehingga pasien bisa lekas sembuh.

Uniknya, apa yang ditulis dahulu kala tetap relevan diterapkan pada konteks kekinian. Misalnya kutipan surat dari Roma tentang sport (olahraga), “Para wartawan sport menghadap Bapa Suci. Ini ada maknanya. Mereka menghadap karena para wartawan itu merasa memanggul tanggung jawab terhadap pendapat umum yang bersangkutan dengan sport. Pendapat umum itu dipengaruhi oleh pers. Pendapat umum dalam hal sport yang membangun adalah para wartawan sport. Kalau para wartawan menyebarkan pendapat yang sehat, pendapat umum pun sehat. Kalau para wartawan hanya menyiarkan betapa ramai pertandingan, hanya senang sensasi, tanpa pemikiran yang lebih dalam, pengaruhnya menyebabkan pendangkalan pendapat umum.” (halaman 37). Dalam konteks era digital, pesan tersebut tak hanya bermanfaat bagi para wartawan olahraga, tapi juga untuk semua praktisi jurnalistik di media cetak maupun online.

Secara lebih mendalam, guru besar di Universitas Indonesia (1960-1967) tersebut juga menjelaskan hakikat makna tanah air di salah satu surat beliau dari Amerika Serikat, “…apakah Tanah Air itu? Bagaimanapun juga apa yang disebut Tanah Air ialah suatu bentuk yang nyata dari engagement manusia. Tanah Air bukanlah tanah, air, tanam-tanaman, dsb. Tanah Air adalah suatu wilayah dengan semua keadaannya, yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku, yang merupakan lapangan pelaksanaan dari kemungkinan-kemungkinanku. Amerika misalnya, bagi orang Indonesia tidak merupakan Tanah Air. Segala bentuk-bentuk kehidupan asinglah baginya. Dia bisa ikut, tetapi toh merupakan orang asing.” (halaman 101).

Selama ini guru besar luar biasa di Universitas Hassanudin, Makassar (1961-1967) tersebut memang lebih dikenal sebagai seorang filsuf dan tokoh pendidikan. Frase yang lekat dengan namanya ialah “memanusiakan manusia muda”. Kendati demikian, lewat buku ini kentara sekali kecekatannya dalam meracik reportase perjalanan (travel writer).

Alhasil, sidang pembaca seolah-olah diajak “hadir” langsung di lokasi kejadian. Salah satunya termaktub dalam surat dari Perjalanan berjudul “Dari Berut ke Jerusalem”, “Mobil memanjat pegunungan Libanon. Di sepanjang perjalanan kita lihat bibi-bibi Arab berpakaian asli, artinya hitam, menutupi seluruh tubuh, dan kerudungnya menutupi wajah! Alangkah besarnya perbedaan antara simbok-simbok kuno itu dengan pemudi modern di taksi! Mereka itu berpakaian cara Barat, tingkah laku mereka lincah dan lancar. Mereka lepas-bebas dari perasaan kuno. Mereka bisa bersenda-gurau dan ketawa biasa saja tanpa malu-malu atau takut. Namun mereka masih juga bersifat Timur. Waktu membuka sangunya, pemudi itu tidak lupa juga memberi bagian kepada kita semua. “ (halaman 192).

Buku setebal 244 halaman ini berhasil menguak sisi lain anggota MPRS Republik Indonesia (1962-1967) tersebut. Menyitir pendapat Yohanes Sanaha Purba, dosen muda Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, “Kumpulan surat Drijarkara ini memiliki kekuatan tersendiri sehingga masyarakat semakin menemukan hak kreatif dalam membentuk kehidupannya sendiri.” Selamat membaca!

13823606851442633594
Sumber Foto: http://www.usd.ac.id

Tidak ada komentar: