Dimuat di Tribun Jogja, Minggu/10 November 2013
Judul: Ibu Pertiwi Memanggilmu Pulang
Penulis: Pepih Nugraha
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: 1/Agustus 2013
Tebal: xii + 268 halaman
ISBN: 978-602-7888-62-3
Harga: Rp54.000
Adakah perusahaan Indonesia yang
membuka usaha di negara tetangga? Ternyata ada, yakni J.CO Donuts &
Coffee. Usaha kuliner milik raja salon Johny Andrean tersebut telah
memiliki beberapa gerai di Malaysia dan Singapura. Lewat buku ini, Pepih
Nugraha mengekspresikan kebanggaannya karena perusahaan itu murni milik
anak Ibu Pertiwi dan diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri.
Penetrasi produk Indonesia terhadap
Malaysia memang tidak harus berupa teknologi canggih. Mulai dari mesin,
alat transportasi hingga chip komputer. Menjual donat dan kopi pun menciptakan rasa bangga juga.
Perintis situs jurnalisme warga
tersebut juga berharap semakin banyak Johny-Johny lain yang mengibarkan
sang saka merah putih di negeri seberang. Siapa tahu ada pengusaha kue
serabi, comro, deblo, wajik, warung kopi Indonesia bertebaran di seluruh
penjuru dunia. Tidak apa-apa sebatas makanan atau minuman, yang penting
made in Indonesia asli.
Buku Ibu Pertiwi Memanggilmu Pulang
ini juga mengungkap kisah-kisah romantis yang menggelikan. Misalnya
sewaktu Pepih masih duduk di bangku kelas satu SMA pada 1980-an. Guru
Bahasa dan Sastra Indonesia-nya pernah menanyakan tentang konsep cinta.
“Coba kamu deskripsikan apa itu cinta,” ujar Pak Guru dengan gaya
kemayu.
Jawaban Pepih saat itu ngasal
saja, “Cinta itu ya pacaran Pak!” Sontak seluruh kelas bergemuruh penuh
tawa. Sang Guru pun tersenyum kecut, ia mengatakan jawaban Pepih tak
terlalu keliru. “Hanya pengertian cinta tidaklah sesederhana itu,” imbuh
Pak Guru. Kemudian beliau menjelaskan definisi, ungkapan, makna, maupun
pengejawantahan cinta. “Wah rumit sekali,” pikir Pepih. Baginya, cinta
itu ya lengket-lengketan dengan si dia jika ada kesempatan (halaman
180).
Kini Pepih baru menyadari bahwa ada
cinta pada orang tua, cinta anak, cinta Tuhan, cinta rasul, cinta
keluarga, cinta buta, cinta mati, cinta setengah mati, dan seterusnya.
Ia bahkan mengakui secara jujur bahwa ada satu cinta matinya yang masih
tersisa. Di penghujung hidupnya kelak, Pepih hendak berucap, “Aku
mencintaimu sepenuh hati, wahai Ibu Pertiwi.” (halaman 183)
Sistematika buku ini terdiri atas 50 esai-esai singkat. Sebagian besar sudah dimuat di blog sosial Kompasiana.com. Dalam beberapa bagian penulis turut memasukkan komentar-komentar pembaca, misalnya terkait istilah “pulau terluar”.
Arif Rahadian berargumen begini,
“Pulau terluar? Saya lebih setuju jika menyebutnya dengan pulau
terdepan. Ibaratnya pulau-pulau itu pagar yang ada di depan rumah kita.
Ini bukan hanya masalah konotasi, melainkan tentang cara berpikir.
Jika kita berpikir mereka
“terdepan”, akan masuk prioritas untuk dipikirkan ibarat pagar halaman
rumah kita yang melindungi penghuninya. Berbeda jika kita menyebutnya
sebagai “terluar”, sama saja dengan memarginalkan. Sudut pandang
mengubah mind set (halaman 94).
Menurut Pepih sendiri, mudah sekali
kalau pemerintah berniat memperhatikan pulau-pulau terdepan kita.
Indonesia memiliki 17.504 pulau yang tersebar di seluruh wilayah. 6.702
pulau di antaranya belum diberi nama. “Apa susahnya menamai ke-6.702
pulau itu? Kalau susah mencari nama, nama saya juga boleh dicatut tuh!”
ujarnya.
Oleh sebab itu, pemerintah harus
menyediakan dana untuk menandai pulau-pulau terdepan milik NKRI
tersebut. Apa susahnya menacapkan kayu dan tiang bendera, mendirikan
mercusuar, atau membangun tugu peringatan (prasasti) yang menandakan
bahwa pulau-pulau itu milik NKRI. Di tengah santernya persiapan jelang
pemilu para calon legislator dan pilpres 2014 mendatang. Adakah partai
yang platform-nya menggugah kebangsaan dan nasionalisme dengan satu butirnya, yakni memelihara pulau-pulau terdepan di Indonesia?
Masih banyak renungan-renungan
kebangsaan yang termaktub dalam buku setebal 268 halaman ini. Gaya
bahasanya lugas menggunakan teknik reportase citizen journalism. Ibu Pertiwi Memanggilmu Pulang
niscaya mengingatkan segenap anak bangsa untuk meneruskan cita-cita
para pendiri bangsa atau founding fathers. Selamat membaca dan salam
Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar