Dimuat di TARGETABLOID, Selasa/19 November 2013
Cilacap,Targetabloid-Jumat
(15/11/2013) cuaca kota Cilacap cerah. Pasca semalaman diguyur hujan,
matahari pagi tersenyum ramah. Ratusan peserta dan tamu undangan telah
memadati lantai II Aula SMA Yos Sudarso di Jl. Ahmad Yani No.54 sejak
pukul 08.00 WIB. Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) mengadakan acara
peluncuran buku “Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-jejak
Kemanusiaan Romo Carolus OMI Memperjuangkan Kemanusiaan” karya Anjar
Anastasia dkk.
Sebagai narasumber hadir Romo
Carolus OMI selaku tuan rumah, Anastasia Anjar mewakili tim penulis buku
dari Bandung, dan Nugroho Angkasa dari Yogyakarta sebagai peresensi
buku di media massa. Stephanus Mulyadi, koordinator pelayanan bidang
pendidikan YSBS bertindak sebagai moderator diskusi.
Tampak pula para tamu undangan,
antara lain Wakil Bupati Cilacap, Akhmad Edi Susanto; Anggota DPRD
Cilacap, Parsiyan; Ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beriman) Cilacap,
Taufick Hidayatulloh; Panglima Laskar FPI (Front Pembela Islam) Cilacap,
Ustadz Suryo Haryanto; perwakilan warga Kampung Laut, Taryono; para
dosen dan mahasiswa di AMN (Akademi Maritim Nusantara), para guru,
siswa-siswi Jeruklegi, Pius, Yos Sudarso; dan lain-lain.
Menurut Anjar Anastasia menulis
karya sosial kemanusiaan Romo Carolus OMI di Kampung Laut menyajikan
tantangan tersendiri. “Sebab buku ini masuk kategori non fiksi, padahal
biasanya saya menulis fiksi,” ujarnya. Kendati demikian, ia berpegang
pada motonya dalam menulis, yakni menulis ialah berbagi hidup.
Saat ditanya oleh Suksma, salah satu
siswa peserta diskusi, apakah ada kendala dalam proses penulisan buku
“Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-jejak Kemanusiaan Romo Carolus
OMI Memperjuangkan Kemanusiaan” terbitan Gramedia Pustaka Utama ini,
penulis kelahiran Bandar Lampung tersebut menjawab ada, yakni terkait
jarak. “Saya berdomisili di Bandung sedangkan Romo Carolus tinggal di
Cilacap. Puji Tuhan, syukurlah saya dibantu juga oleh tim penulis
lainnya, yakni Mira dan Peter. Selain itu, saya sangat terbantu dengan
materi, cerita, dan data-data yang diberikan oleh Romo Carolus dan
YSBS,” imbuhnya.
Selanjutnya, Nugroho Angkasa,
peresensi buku dari Yogyakarta mengatakan bahwa kekuatan buku “Mafia
Irlandia di Kampung Laut” terletak pada aspek human interest
yang dikemas dengan bahasa sederhana. “Menyelami dokumentasi karya
sosial peraih Maarif Award 2012 tersebut mengajak sidang pembaca untuk
berefleksi. Nilai-nilai keutamaan yang terkandung di dalam buku setebal
180 halaman ini niscaya menyentil nurani kemanusiaan,“ ujarnya.
“Misalnya pasca ditasbihkan menjadi
Imam dari ordo OMI (Oblat Maria Imaculata) di Biltown, Irlandia, Romo
Carolus ingin ditempatkan di Brazil. Karena di negara benua Amerika
Latin tersebut masih banyak kemiskinan. Beliau bertekad meringankan
penderitaan kaum papa dengan apa yang ada di dalam dirinya. Tapi
keputusan dari atasan menentukan lain, Romo Carolus justru ditempatkan
di benua Australia untuk memperkuat Provinsi OMI di sana. Perasaan
kecewa pastinya timbul dalam hati, tapi Romo Carolus taat dan meyakini
itu sebagai bagian dari rencana Tuhan.”
Menurut Nugroho, awal perantauan
Romo Carolus pada tahun 1971 sungguh unik. Sebab beliau tahu kalau biaya
perjalanan dari Dublin ke Australia menyeberangi lautan luas dengan
menaiki kapal sangat mahal. Ongkosnya mencapai Rp1.000.000 saat itu.
Daripada pihak biara OMI harus mengeluarkan uang sebesar itu, Romo
Carolus mendaftarkan diri sebagai imigran. Jadi beliau hanya perlu
membayar Rp30.000. Sisa uang tersebut dapat dipakai untuk pelayanan
sosial lainnya (halaman 133).
Selanjutnya, Romo Carolus OMI
memaparkan alasan kenapa sampai saat ini tidak memiliki barang
elektronik seperti laptop, HP, dll. Pria kelahiran 8 April 1943 tersebut
berkelakar begini, “Saya tak memiliki laptop agar tidak membuka situs
porno.” Jawaban tersebut sontak dijawab dengan tepuk tangan dan tawa
riuh hadirin. Romo Antonius Rajabana OMI pun pernah menulis di bagian
kata pengantar buku “Mafia Irlandia di Kampung Laut.” Intinya, Romo
Carolus memang memiliki sense of humor yang tinggi.
Secara lebih mendalam, Romo Carolus
mengatakan, “Dengan memainkan alat elektronik tersebut di depan orang
yang saya jumpai berarti saya menomorduakan orang yang hadir di depan
kita. “Padahal bisa jadi orang yang datang tersebut membutuhkan
pertolongan yang mendesak,” imbuhnya.
Sebagai pastor OMI, beliau mengaku
mengidolakan Yesus atau Nabi Isa. Romo Carolus hendak menjadi saksi
Kristus di dunia dengan mengasihi semua orang. Bahkan, beliau juga
menceritakan pengalamannya diundang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
beberapa waktu lalu di Jakarta untuk memberikan ceramah tentang etika
dan spiritualitas. Di hadapan Abraham Samad dkk, Romo Carolus
menganjurkan agar tidak membenci para koruptor karena pencuri uang
rakyat tersebut pasti tak bahagia. “Jadi sebenarnya mereka harus
dikasihani. Tapi tentu saja proses melalui jalur hukum tetap harus
dilaksanakan,” ujarnya.
Pada sesi kedua, dari floor,
Taufick Hidayatulloh selaku Ketua (Forum Kerukunan Umat Beriman)
Cilacap sangat mengapresiasi terbitnya buku ini. “Mafia Irlandia di
Kampung Laut” bisa menginspirasi para tokoh agama untuk menjalin
kerukunan umat beriman di Cilacap dan juga di seluruh Indonesia. Ia lalu
mengutip kata-kata Romo Carolus OMI di halaman 84, “Saya dari dulu
tidak mau membedakan agama. Saya percaya semua orang masuk surga. Tanpa
pengecualian. Allah mengasihi tanpa batas, tanpa syarat. Tidak
membeda-bedakan orang.”
Ustadz Suryo Haryanto, Panglima
Laskar FPI Kabupaten Cilacap mengisahkan pengalamannya mengawal Romo
Carolus ke Sidareja. Karena aksinya tersebut, ia sempat dipanggil ke
kantor FPI Pusat di Jakarta. Ia lalu mengatakan kepada Habib Rizieq
Shihab bahwa karya Romo Carolus OMI tidak ada unsur Kristenisasi,
intensinya murni untuk kegiatan sosial.
Taryono selaku perwakilan dari masyarakat Kampung Laut juga turut urun rembug ( partisipasi -Red ).
Karya kemanusiaan di kampung halamanannya sangat bermanfat. Mulai dari
pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan, pembangunan infrastruktur
jalan, jembatan, bendungan, reklamasi, peternakan, pertanian, aksi
tanggap darurat bencana, pelestarian lingkungan hidup, dll. “Saya adalah
salah satu warga asli yang sudah naik haji. Sebelum berangkat saya
pamitan dan mohon doa restu dari Romo Carolus,” ujar pria berkumis tebal
tersebut .( Red )
Reporter: Nugroho Angkasa
Fotografer: Anjar Anastasia dkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar