Dimuat di Suara Merdeka, Minggu/10 November 2013
Kerajaan Wora-wari memiliki seorang tuan
putri. Putri Salma suka sekali bersolek. Baginda raja juga sangat
memanjakan anak perempuan satu-satunya tersebut. Segala keinginan tuan
putri selalu dituruti. Bahkan untuk mengurus kebutuhan sehari-hari,
baginda raja sampai harus mengupah seorang dayang khusus.
Tugas utama Mbok Inah - nama dayang
tersebut - menyiapkan gaun dan pernak-pernik pakaian untuk Putri Salma.
Ada satu sifat tuan putri yang merepotkan bibi dayang, yakni cepat bosan
dan suka bergonta-ganti pakaian. Pakaian yang masih baru dalam hitungan
hari sudah di “pensiun” kan ke dalam lemari kayu. Intinya, Putri Salma
ingin selalu mengenakan baju model terbaru.
Alhasil, lemari pakaian di pojok
kamar Tuan Putri cepat sekali penuh sesak. Sebagai solusi, Mbok Inah
diam-diam membawa gaun dan baju-baju bekas tersebut ke desa terdekat.
Letaknya di balik bukit, tepat di sisi utara Istana kerajaan Wora-wari.
Di desa tersebut banyak anak
perempuan tak memiliki pakaian pantas pakai. Bagaimana bisa membeli
pakaian, sedangkan untuk makan sehari-hari saja sulit. Biasanya mereka
hanya mengenakan pakaian sederhana yang terbuat dari kain bekas karung
gandum. Bahkan bila musim penghujan tiba, mereka jarang berganti
pakaian. Kenapa? karena takut pakaian satu-satunya yang menempel di
tubuh kalau dicuci tak bisa segera kering.
Setiap kali Putri Salma merasa bosan
dengan pakaian lamanya, Mbok Inah selalu memasukkan ke karung khusus.
Keesokan harinya, sebelum Tuan Putri bangun, dayang tersebut sudah
berangkat ke desa terdekat untuk membagi-bagikan pakaian.
“Ini pakaian dari Tuan Putri,
silakan dipilih sesuai ukuran kalian masing-masing, “ ujar Mbok Inah
setiap kali membagi-bagikannya.
“Wow bagus-bagus sekali, ada yang
hijau, biru, kuning dan semua pakaian ini masih baru-baru! Tolong
sampaikan rasa terimakasih kami kepada Putri Salma,” sahut perwakilan
dari warga desa.
“Kalau ada yang belum dapat tenang saja, esok saya akan kembali ke sini,” janji Mbok Inah.
Hari-berganti hari, bulan berganti bulan, Mbok Inah selalu mengumpulkan pakaian Tuan Putri yang tak terpakai lagi.
Tapi pada suatu pagi terjadi insiden
mengejutkan. Ketika dayang tersebut sedang asyik memasukkan
pakaian-pakaian Putri Salma ke dalam karung, ia ketahuan!
“Oh ternyata kamu yang mencuri
pakaian-pakaianku, pantas saja lemari bajuku tak pernah penuh dan selalu
kosong!” ujar Tuan Putri dengan suara meninggi sembari merebut kembali
pakaian-pakaiannya.
“Maaf Tuan Putri, tapi bukankah Tuan Putri sudah tak mau memakai lagi baju-baju tersebut?“ sahut Mbok Inah.
“Aku mau menjadikannya koleksi.
Walau tak pernah kupakai, aku hendak memamerkannya kepada
teman-temanku,” sanggah Tuan Putri lagi.
Sebagai hukuman atas “pencurian”
tersebut, Putri Salma meminta Baginda Raja memberhentikan si dayang tua.
Seperti biasa Baginda Raja selalu meluluskan setiap keinginan putri
kesayangannya tersebut.
Mbok Inah merasa sedih sekali, ia
tak lagi mendapat upah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Padahal
anak-anaknya sangat membutuhkan sumber pemasukan sebab ayah mereka telah
lama meninggal dunia. Tapi apa mau di kata, nasi kini sudah menjadi
bubur.
**
Suatu sore, Tuan Putri bosan berada
terus di dalam Istana. Lantas, ia berjalan-jalan mengelilingi wilayah
kekuasaan Baginda Raja, dari ujung selatan menuju ke utara di balik
bukit. Ia ditemani dayangnya yang baru dan sepasukan prajurit.
Di desa bagian selatan, warga
biasa-biasa saja. Mereka tak begitu menyambut antusias kedatangan Putri
Salma. Sebagian besar hanya mengintip dari balik jendela, saat Tuan
Putri dan rombongan kerajaan melintasi jalan desa yang berdebu.
Tapi keadaannya berbanding terbalik
ketika Tuan Putri sampai di desa di bagian utara kerajaan. Di sana warga
masyarakat - dari tua dan muda, laki-laki dan perempuan - semua
tumpah-ruah menyambut Putri Salma di pinggir jalan. Bahkan mereka sampai
menggelar karpet merah, sebagai alas kaki Tuan Putri agar tidak kotor.
“Ada apa gerangan?” tanya Tuan Putri dalam hati.
“Hidup Tuan Putri, Hidup Putri Salma!!!” terdengar yel-yel membahana dari para penduduk desa tersebut.
Syahdan, Tuan Putri tersadarkan
bahwa sebagian besar kaum anak perempuan di desa tersebut mengenakan
pakaian-pakaiannya! Mereka tampak cantik dan bahagia sekali.
Setelah dijelaskan oleh perwakilan
warga desa, Tuan Putri baru paham bahwa ternyata Mbok Inah tak mencuri
pakaiannya. Beliau justru berbaik hati membagi-bagikan baju-baju Putri
Salma kepada warga desa yang berkekurangan tersebut.
Memakai baju dari kain gandum memang
sering membuat kulit gatal. Apalagi kalau jarang dicuci, toh bukan
karena mereka malas tapi karena memang hanya punya satu pakaian yang
melekat di tubuh.
Dalam hati Tuan Putri merasa
menyesal telah memberhentikan dayangnya. Setiba di Istana kerajaan, ia
menyuruh salah satu prajurit mendatangi rumah Mbok Inah. Beliau diminta
bekerja kembali sebagai dayang kepercayaan Putri Salma.
Tentu saja Mbok Inah menyanggupi
dengan penuh rasa syukur. Melayani keluarga kerajaan sungguh kesempatan
langka. Selain itu, ia bisa mencukupi kebutuhan keluarga serta kembali
membagi-bagikan pakaian untuk penduduk desa. Tak hanya yang tinggal di
wilayah utara tapi juga di sisi selatan Istana Wora-wari. Agar
kebahagiaan yang dirasakan rakyat bisa merata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar