Dimuat di Targetabloid.com, Sabtu/7 Desember 2013
http://targetabloid.com/index.php/artikel/detail/1103
Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menggelar acara Musikalisasi Sastra 2013. Pada Jumat (6/12/2013) pukul 20.00-23.00 WIB ratusan hadirin duduk di sofa merah memadati Concert Hall TBY. Pentas seni tersebut memang gratis dan terbuka untuk umum.
Sejak pukul 19.30 WIB para crew sibuk menyiapkan panggung dengan segala pernak-perniknya. Mulai dari properti, alat musik, pengeras suara, layar LCD, komputer, hingga tata lampu. Pendingin ruangan juga mulai dinyalakan, sehingga para penonton tak perlu berkipas-kipas lagi.
Menurut Indra Tranggono, salah satu narasumber dan penggagas Musikaliasi Sastra 2013. Pagelaran budaya ini menggunakan dana keistimewaan (danais). Tujuannya untuk mengangkat kembali pamor sastra yang kini kurang populer jika dibandingkan dengan seni lainnya seperti film, teater, dan musik (Sumber: http://jogjanews.com/5-7-desember-tby-gelar-musikalisasi-sastra-2013-dengan-dana-keistimewaan).
Tepat pukul 20.00 WIB layar putih yang menutupi panggung dibuka. Teater JAB dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menampilkan sajian awal. Karya sastra yang mereka intepretasi ialah puisi-puisi Hari Leo AER berjudul Menjumpai Janji dan Biru Emas. Selain itu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari Progam Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia tersebut juga memusikalisasikan puisi karya Mustofa W. Hasyim yang berjudul Pulang ke Surga.
Lalu, pembawa acara memersilakan Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Drs. Diah Tutuko Suryandaru untuk menyampaikan sekapur sirih. Beliau membacakan teks sambutan dari Kepala Dinas Kebudayaan DIY, GBPH Yudhoningrat yang berhalangan hadir. Menurut GBPH Yudhoningrat, sastra merupakan tafsir atas kehidupan. Lewat karya sastra manusia bisa meningkatkan kualitas peradaban. Jika sastra berbobot niscaya bangsa dan negara ini pun lebih bermartabat.
“Acara Musikalisasi Sastra 2013 juga merupakan program unggulan. Puisi, cerpen, naskah drama, dan novel dapat diapresiasi lewat pembacaan dramatik (dramatic reading), musik, bunyi, dan bahkan tari. Inilah kekayaan kreatif kita bersama,” imbuhnya dalam kata sambutan yang dibacakan oleh Drs. Diah Tutuko Suryandaru.
Bondan Nusantara, seorang pemain sekaligus penulis naskah ketoprak turut unjuk kebolehan. Ia bersama teman-teman sesama pecinta sastra Jawa membawakan lakon Geger Alas Tambak Boyo karya S.H. Mintardja.
Uniknya, walau mereka mengenakan pakaian khas Jawa - kebaya bagi yang perempuan dan surjan bagi yang laki-laki - tapi sebagian besar memegang notebook atau Smart Phone. Agar bisa membaca naskah yang mereka bawakan secara lebih mudah. Sebuah kombinasi apik antara yang tradisional dan modern.
Tak berhenti sampai di situ, penonton terus dimanjakan dengan aneka sajian sastra berkualitas. Giliran Kinanti Sekar Rahina dkk menampilkan kemampuan olah tubuhnya. Mereka menari untuk mengintepretasikan puisi karya Mien Brojo berjudul Perawan dari Pantai Selatan.
Pilihan kostum mereka menarik. Alumna Institut Seni Indonesia (ISI) tersebut memanfaatkan plastik perak yang biasa dipakai untuk pembungkus permen. Di akhir acara mereka juga menyalakan pelita dan menghampiri bangku penonton.
Selanjutnya, Kubro Glow, Kelompok musik eksperimental yang didirikan Kenyut Y. Kubrow pada 1990-an memberi sentuhan tekno. Komposisi Anjing-anjing dan Kemasyuran mereka tafsirkan dari cerita pendek Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan karya Kuntowijoyo dan puisi Tuhan Kemasyuran karya Hamdy Salad.
Dalam pementasannya, Kubro Glow berupaya memadukan unsur-unsur teks sastra, bunyi, dan suara melalui sistem komputer maupun alat-alat elektronik yang bersifat mixed media. Alhasil terciptalah komposisi musikal yang dinamai puisi digital (digital poetry).
Di penghujung acara, penonton terpingkal-pingkal menyaksikan aksi kocak Acapella Mataraman http://www.worldcangkem.com/. Lakon yang mereka bawakan berjudul Membaca Sutardji Mencangkemkan Negeri. Salah satu sumpah mereka berbunyi, “Siap menjadi cangkem (mulut) yang cerdas, jujur, dan berbudi luhur.”
Editor dan Foto : Nugroho A- Yogyakarta
http://targetabloid.com/index.php/artikel/detail/1103
Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menggelar acara Musikalisasi Sastra 2013. Pada Jumat (6/12/2013) pukul 20.00-23.00 WIB ratusan hadirin duduk di sofa merah memadati Concert Hall TBY. Pentas seni tersebut memang gratis dan terbuka untuk umum.
Sejak pukul 19.30 WIB para crew sibuk menyiapkan panggung dengan segala pernak-perniknya. Mulai dari properti, alat musik, pengeras suara, layar LCD, komputer, hingga tata lampu. Pendingin ruangan juga mulai dinyalakan, sehingga para penonton tak perlu berkipas-kipas lagi.
Menurut Indra Tranggono, salah satu narasumber dan penggagas Musikaliasi Sastra 2013. Pagelaran budaya ini menggunakan dana keistimewaan (danais). Tujuannya untuk mengangkat kembali pamor sastra yang kini kurang populer jika dibandingkan dengan seni lainnya seperti film, teater, dan musik (Sumber: http://jogjanews.com/5-7-desember-tby-gelar-musikalisasi-sastra-2013-dengan-dana-keistimewaan).
Tepat pukul 20.00 WIB layar putih yang menutupi panggung dibuka. Teater JAB dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta menampilkan sajian awal. Karya sastra yang mereka intepretasi ialah puisi-puisi Hari Leo AER berjudul Menjumpai Janji dan Biru Emas. Selain itu, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dari Progam Studi (Prodi) Bahasa dan Sastra Indonesia tersebut juga memusikalisasikan puisi karya Mustofa W. Hasyim yang berjudul Pulang ke Surga.
Lalu, pembawa acara memersilakan Kepala Taman Budaya Yogyakarta, Drs. Diah Tutuko Suryandaru untuk menyampaikan sekapur sirih. Beliau membacakan teks sambutan dari Kepala Dinas Kebudayaan DIY, GBPH Yudhoningrat yang berhalangan hadir. Menurut GBPH Yudhoningrat, sastra merupakan tafsir atas kehidupan. Lewat karya sastra manusia bisa meningkatkan kualitas peradaban. Jika sastra berbobot niscaya bangsa dan negara ini pun lebih bermartabat.
“Acara Musikalisasi Sastra 2013 juga merupakan program unggulan. Puisi, cerpen, naskah drama, dan novel dapat diapresiasi lewat pembacaan dramatik (dramatic reading), musik, bunyi, dan bahkan tari. Inilah kekayaan kreatif kita bersama,” imbuhnya dalam kata sambutan yang dibacakan oleh Drs. Diah Tutuko Suryandaru.
Bondan Nusantara, seorang pemain sekaligus penulis naskah ketoprak turut unjuk kebolehan. Ia bersama teman-teman sesama pecinta sastra Jawa membawakan lakon Geger Alas Tambak Boyo karya S.H. Mintardja.
Uniknya, walau mereka mengenakan pakaian khas Jawa - kebaya bagi yang perempuan dan surjan bagi yang laki-laki - tapi sebagian besar memegang notebook atau Smart Phone. Agar bisa membaca naskah yang mereka bawakan secara lebih mudah. Sebuah kombinasi apik antara yang tradisional dan modern.
Tak berhenti sampai di situ, penonton terus dimanjakan dengan aneka sajian sastra berkualitas. Giliran Kinanti Sekar Rahina dkk menampilkan kemampuan olah tubuhnya. Mereka menari untuk mengintepretasikan puisi karya Mien Brojo berjudul Perawan dari Pantai Selatan.
Pilihan kostum mereka menarik. Alumna Institut Seni Indonesia (ISI) tersebut memanfaatkan plastik perak yang biasa dipakai untuk pembungkus permen. Di akhir acara mereka juga menyalakan pelita dan menghampiri bangku penonton.
Selanjutnya, Kubro Glow, Kelompok musik eksperimental yang didirikan Kenyut Y. Kubrow pada 1990-an memberi sentuhan tekno. Komposisi Anjing-anjing dan Kemasyuran mereka tafsirkan dari cerita pendek Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan karya Kuntowijoyo dan puisi Tuhan Kemasyuran karya Hamdy Salad.
Dalam pementasannya, Kubro Glow berupaya memadukan unsur-unsur teks sastra, bunyi, dan suara melalui sistem komputer maupun alat-alat elektronik yang bersifat mixed media. Alhasil terciptalah komposisi musikal yang dinamai puisi digital (digital poetry).
Di penghujung acara, penonton terpingkal-pingkal menyaksikan aksi kocak Acapella Mataraman http://www.worldcangkem.com/. Lakon yang mereka bawakan berjudul Membaca Sutardji Mencangkemkan Negeri. Salah satu sumpah mereka berbunyi, “Siap menjadi cangkem (mulut) yang cerdas, jujur, dan berbudi luhur.”
Editor dan Foto : Nugroho A- Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar