Dimuat di Targetabloid.com, Selasa/24 Desember 2013
http://targetabloid.com/index.php/artikel/detail/1592
Yogyakarta,Targetabloid-Seratusan pesilat mengejutkan pengunjung di Ambarukmo Plaza (Amplaz) Yogyakarta pada Senin malam (23/12/2013) sekitar pukul 19.00-19.04 WIB. Pesilat lintas usia dari anak-anak sampai lanjut usia serempak meliuk-liuk menampilkan jurus-jurus silat andalan. Walau hanya berlangsung tak lebih dari 4 menit Flashmob bertajuk "Rancak Pencak" tersebut sukses menarik perhatian khalayak ramai. Para pengunjung berhenti sejenak dan turut menyaksikan dari lantai atas maupun dari sekeliling atrium.
Pagelaran budaya ini persembahan Paseduluran Angkringan Silat (PAS) www.paseduluranangkringansilat.com yang didukung oleh Tangtungan Project dan WhanyD Project. Para pesilat berasal dari beragam perguruan. Antara lain Tapak Suci, Persinas ASAD, PERPI Harimurti, POPSI, Perisai Diri, CEPEDI, PSTD, Reti Ati, Inti Ombak, Setia Hati Terate, dan Tunggal Hati Seminar.
Menurut Ludyarto Bimasena Wibowo selaku Koordinator PAS, Flashmob “Rancak Pencak” ini digelar dalam rangka menutup kegiatan Paseduluran Angkringan Silat di 2013. Tujuannya untuk lebih mengenalkan dan mendekatkan Pencak Silat kepada masyarakat secara lebih luas. Sebelumnya, sepanjang 2013 ini PAS sudah berhasil menggelar Pencak Malioboro Festival II pada Juni dan beberapa workshop berbagai aliran pencak silat baik dari Daerah Istimewa Yogyakarta maupun luar DIY.
“Tujuan digelarnya Flashmob ini agar Pencak Silat semakin dikenal masyarakat secara lebih luas, khususnya oleh pengunjung Ambarukmo Plaza. Selama ini, dengan maraknya beladiri asing yang masuk ke Indonesia dan digandrungi anak-anak muda membuat Pencak Silat yang merupakan seni beladiri asli Nusantara justru banyak dipandang sebelah mata. Padahal, pada saat yang bersamaan justru orang-orang asing banyak yang mendalami Pencak Silat karena mereka tahu dalam Pencak Silat terkandung tidak hanya tata berkelahi, tapi juga ajaran filosofi Nusantara yang sangat dalam. Karena itu kami sebagai pecinta silat tidak ingin kelak generasi muda Indonesia harus belajar Pencak Silat ke luar negeri,” ujar Ludy, panggilan akrab Ludyarto.
Ludy juga mengatakan, sudah merupakan keniscayaan bahwa kegiatan Pencak Silat digelar di mal-mal, seminar silat diselenggarakan di gym-gym, hotel, dan gedung-gedung ber-AC, supaya Pencak Silat lebih dikenal di kalangan anak-anak muda. “Flashmob ini juga bertujuan untuk mengguyubkan pesilat-pesilat dari berbagai perguruan yang ada di Yogyakarta. Sehingga Kota Yogyakarta bisa menjadi model kerukunan antar pesilat. Hal itu terlihat dari peserta Flashmob Pencak Silat yang merupakan gabungan dari berbagai perguruan silat yang ada di DIY,” imbuhnya.
Sementara itu, Whanny Darmawan, penulis buku dan juga seorang pesilat yang dalam acara Flashmob “Rancak Pencak” ini berperan sebagai konseptor menjelaskan ihwal Flashmob itu sendiri. Seniman dan dramawan tersebut memaparkan, “Flashmob merupakan sekelompok orang yang pada satu tempat dan waktu tertentu melakukan sesuatu hal yang tiba-tiba. Durasi waktunya pun cukup singkat. Flashmob “Rancak Pencak” sendiri merupakan sekelompok orang yang pada jam yang sudah ditentukan akan melakukan gerak silat secara tiba-tiba. Karena sifatnya mendadak dan untuk mengejutkan masyarakat, maka para pesilat tersebut tidak mengenakan seragam silat seperti yang terlihat pada kebanyakan performance-performance silat, tapi mereka menggunakan pakaian biasa sehari-hari bahkan yang biasa dipakai di mal.”
Dalam acara ini Whanny Darmawan dibantu oleh Suryo dari Persinas ASAD dan Aris dari Perpi Harimurti sebagai koreografer. Seratusan pesilat berlatih selama kurang lebih dua bulan untuk memersiapkan jurus-jurus yang akan diperagakan. Hampir 80% pesilat masih berusia kanak-kanak hingga remaja. Tapi ada juga sesepuh yang sudah berumur di atas 70 tahun turut berakrobat dan memainkan senjata tongkat panjang.
Menurut Mulyo, perwakilan dari panitia, Flashmob “Rancak Pencak” ini melibatkan begitu banyak pihak. Jito dan Dwikoen beserta angkringan sastronya membantu dalam proses publikasi dan dokumentasi. Tim fotografi dan video PAS terdiri atas beberapa perguruan, antara lain Margaluyu, Setia Hati Teratai, Perisai Diri, dan Inti Ombak. Sigit Reco dari warung Lombok Ijo dan Lombok Abangnya pun menyediakan konsumsi nasi kotak bagi para pesilat.
Walau masih kanak-kanak, para pesilat cilik tampak begitu menikmati acara Flashmob "Rancak Pencak di pusat perbelanjaan terbesar di Yogyakarta tersebut. Menurut Hafis (9 tahun), ia senang sekali dan tidak tegang saat menampilkan jurus-jurus silat. Sedangkan Dion (11 tahun) mengatakan, “Aku suka silat karena bisa beladiri kalau ada penjahat.” Lantas, Amel (11 tahun) yang sudah berlatih silat sejak kelas 3 SD berkomentar singkat, “Aku senang!”
Selanjutnya dari kalangan remaja, Hasna (13 tahun) dari perguruan Perisai Diri mengaku sudah 5 tahun berlatih silat. Siswi kelas 3 SMPN 2 Yogyakarta tersebut rutin berlatih 2 kali seminggu, yakni pada hari Minggu (jam 8.00-10.00 WB) dan hari Kamis (jam 15.00-17.00 WIB). Tempat latihannya di SD Lempuyang Wangi, Yogyakarta. “Tadi memang agak canggung sih saat menampilkan Pencak Silat di muka umum, tidak sama seperti ketika latihan biasa,” ujarnya. Tapi ia tetap senang dan optimis Pencak Silat bisa lebih maju lagi di Indonesia.
Yanto, salah satu orangtua pesilat dari Bantul mengapresiasi acara Flashmob "Rancak Pencak" ini. Anaknya yang bernama Satria (11 tahun) diutus oleh SD Panembahan, Yogyakarta bersama 3 teman sebaya lainnya. Menurut Satria, awalnya ia dan teman-temannya mengikuti ektrakurikuler Pencak Silat di sekolah. Mereka tergabung dalam perguruan Reti Ati.
Yoyok Sulistya dari Perguruan Reti Ati merasa pun bersyukur karena banyak anak-anak yang mau belajar silat sejak usia dini. Yoyok mengaku lebih suka dipanggil sebagai pelestari silat ketimbang pelatih silat. “Kalau dibilang pelatih bukan, karena saya juga berlatih bersama-sama dengan anak-anak. Jadi istilah yang lebih tepat ialah pelestari silat,” ujar pendamping ekskul Pencak Silat di SD Gondolayu, SD Panembahan, SD Kadipiro, SD Badran, SD Bopkri, dan lain-lain tersebut.
Ia juga mengisahkan secuil sejarah Pencak Silat. “Dulu saat masa penjajahan Belanda, silat ibarat bemper bagi para pemuda Indonesia. Pada era 1930’an banyak generasi muda yang digladi lewat latihan Pencak Silat agar berani melawan penjajah,” imbuhnya.
Menurutnya, Perguruan Reti Ati sendiri termasuk silat Mataraman. Ada filosofi dalam gerakan dan jurus-jurus yang dimainkan. “Re” berarti Resik Ing, “Ti” singkatan dari Hati. “A” akronim dari Anjalari, sedangkan “Ti” yang terakhir berarti Titising Karep. “Jadi artinya dalam bahasa Indonesia, dengan hati yang bersih, apapun tujuannya pasti dapat tercapai,” pungkasnya.
Salah satu pengunjung dari Rusia turut mengungkapkan keterkejutannya, “Saya tak pernah menduga kalau gerakan beladiri semacam itu akan ditampilkan di dalam mal. Ternyata Flashmob Pencak Silat tadi bisa mendekatkan beladiri tradisional ke masyarakat di tempat modern. Ini cara yang ampuh agar Pencak Silat bisa terus lestari.” ( RED )
Editor dan Foto : Nugraha A-Yogyakarta
http://targetabloid.com/index.php/artikel/detail/1592
Yogyakarta,Targetabloid-Seratusan pesilat mengejutkan pengunjung di Ambarukmo Plaza (Amplaz) Yogyakarta pada Senin malam (23/12/2013) sekitar pukul 19.00-19.04 WIB. Pesilat lintas usia dari anak-anak sampai lanjut usia serempak meliuk-liuk menampilkan jurus-jurus silat andalan. Walau hanya berlangsung tak lebih dari 4 menit Flashmob bertajuk "Rancak Pencak" tersebut sukses menarik perhatian khalayak ramai. Para pengunjung berhenti sejenak dan turut menyaksikan dari lantai atas maupun dari sekeliling atrium.
Pagelaran budaya ini persembahan Paseduluran Angkringan Silat (PAS) www.paseduluranangkringansilat.com yang didukung oleh Tangtungan Project dan WhanyD Project. Para pesilat berasal dari beragam perguruan. Antara lain Tapak Suci, Persinas ASAD, PERPI Harimurti, POPSI, Perisai Diri, CEPEDI, PSTD, Reti Ati, Inti Ombak, Setia Hati Terate, dan Tunggal Hati Seminar.
Menurut Ludyarto Bimasena Wibowo selaku Koordinator PAS, Flashmob “Rancak Pencak” ini digelar dalam rangka menutup kegiatan Paseduluran Angkringan Silat di 2013. Tujuannya untuk lebih mengenalkan dan mendekatkan Pencak Silat kepada masyarakat secara lebih luas. Sebelumnya, sepanjang 2013 ini PAS sudah berhasil menggelar Pencak Malioboro Festival II pada Juni dan beberapa workshop berbagai aliran pencak silat baik dari Daerah Istimewa Yogyakarta maupun luar DIY.
“Tujuan digelarnya Flashmob ini agar Pencak Silat semakin dikenal masyarakat secara lebih luas, khususnya oleh pengunjung Ambarukmo Plaza. Selama ini, dengan maraknya beladiri asing yang masuk ke Indonesia dan digandrungi anak-anak muda membuat Pencak Silat yang merupakan seni beladiri asli Nusantara justru banyak dipandang sebelah mata. Padahal, pada saat yang bersamaan justru orang-orang asing banyak yang mendalami Pencak Silat karena mereka tahu dalam Pencak Silat terkandung tidak hanya tata berkelahi, tapi juga ajaran filosofi Nusantara yang sangat dalam. Karena itu kami sebagai pecinta silat tidak ingin kelak generasi muda Indonesia harus belajar Pencak Silat ke luar negeri,” ujar Ludy, panggilan akrab Ludyarto.
Ludy juga mengatakan, sudah merupakan keniscayaan bahwa kegiatan Pencak Silat digelar di mal-mal, seminar silat diselenggarakan di gym-gym, hotel, dan gedung-gedung ber-AC, supaya Pencak Silat lebih dikenal di kalangan anak-anak muda. “Flashmob ini juga bertujuan untuk mengguyubkan pesilat-pesilat dari berbagai perguruan yang ada di Yogyakarta. Sehingga Kota Yogyakarta bisa menjadi model kerukunan antar pesilat. Hal itu terlihat dari peserta Flashmob Pencak Silat yang merupakan gabungan dari berbagai perguruan silat yang ada di DIY,” imbuhnya.
Sementara itu, Whanny Darmawan, penulis buku dan juga seorang pesilat yang dalam acara Flashmob “Rancak Pencak” ini berperan sebagai konseptor menjelaskan ihwal Flashmob itu sendiri. Seniman dan dramawan tersebut memaparkan, “Flashmob merupakan sekelompok orang yang pada satu tempat dan waktu tertentu melakukan sesuatu hal yang tiba-tiba. Durasi waktunya pun cukup singkat. Flashmob “Rancak Pencak” sendiri merupakan sekelompok orang yang pada jam yang sudah ditentukan akan melakukan gerak silat secara tiba-tiba. Karena sifatnya mendadak dan untuk mengejutkan masyarakat, maka para pesilat tersebut tidak mengenakan seragam silat seperti yang terlihat pada kebanyakan performance-performance silat, tapi mereka menggunakan pakaian biasa sehari-hari bahkan yang biasa dipakai di mal.”
Dalam acara ini Whanny Darmawan dibantu oleh Suryo dari Persinas ASAD dan Aris dari Perpi Harimurti sebagai koreografer. Seratusan pesilat berlatih selama kurang lebih dua bulan untuk memersiapkan jurus-jurus yang akan diperagakan. Hampir 80% pesilat masih berusia kanak-kanak hingga remaja. Tapi ada juga sesepuh yang sudah berumur di atas 70 tahun turut berakrobat dan memainkan senjata tongkat panjang.
Menurut Mulyo, perwakilan dari panitia, Flashmob “Rancak Pencak” ini melibatkan begitu banyak pihak. Jito dan Dwikoen beserta angkringan sastronya membantu dalam proses publikasi dan dokumentasi. Tim fotografi dan video PAS terdiri atas beberapa perguruan, antara lain Margaluyu, Setia Hati Teratai, Perisai Diri, dan Inti Ombak. Sigit Reco dari warung Lombok Ijo dan Lombok Abangnya pun menyediakan konsumsi nasi kotak bagi para pesilat.
Walau masih kanak-kanak, para pesilat cilik tampak begitu menikmati acara Flashmob "Rancak Pencak di pusat perbelanjaan terbesar di Yogyakarta tersebut. Menurut Hafis (9 tahun), ia senang sekali dan tidak tegang saat menampilkan jurus-jurus silat. Sedangkan Dion (11 tahun) mengatakan, “Aku suka silat karena bisa beladiri kalau ada penjahat.” Lantas, Amel (11 tahun) yang sudah berlatih silat sejak kelas 3 SD berkomentar singkat, “Aku senang!”
Selanjutnya dari kalangan remaja, Hasna (13 tahun) dari perguruan Perisai Diri mengaku sudah 5 tahun berlatih silat. Siswi kelas 3 SMPN 2 Yogyakarta tersebut rutin berlatih 2 kali seminggu, yakni pada hari Minggu (jam 8.00-10.00 WB) dan hari Kamis (jam 15.00-17.00 WIB). Tempat latihannya di SD Lempuyang Wangi, Yogyakarta. “Tadi memang agak canggung sih saat menampilkan Pencak Silat di muka umum, tidak sama seperti ketika latihan biasa,” ujarnya. Tapi ia tetap senang dan optimis Pencak Silat bisa lebih maju lagi di Indonesia.
Yanto, salah satu orangtua pesilat dari Bantul mengapresiasi acara Flashmob "Rancak Pencak" ini. Anaknya yang bernama Satria (11 tahun) diutus oleh SD Panembahan, Yogyakarta bersama 3 teman sebaya lainnya. Menurut Satria, awalnya ia dan teman-temannya mengikuti ektrakurikuler Pencak Silat di sekolah. Mereka tergabung dalam perguruan Reti Ati.
Yoyok Sulistya dari Perguruan Reti Ati merasa pun bersyukur karena banyak anak-anak yang mau belajar silat sejak usia dini. Yoyok mengaku lebih suka dipanggil sebagai pelestari silat ketimbang pelatih silat. “Kalau dibilang pelatih bukan, karena saya juga berlatih bersama-sama dengan anak-anak. Jadi istilah yang lebih tepat ialah pelestari silat,” ujar pendamping ekskul Pencak Silat di SD Gondolayu, SD Panembahan, SD Kadipiro, SD Badran, SD Bopkri, dan lain-lain tersebut.
Ia juga mengisahkan secuil sejarah Pencak Silat. “Dulu saat masa penjajahan Belanda, silat ibarat bemper bagi para pemuda Indonesia. Pada era 1930’an banyak generasi muda yang digladi lewat latihan Pencak Silat agar berani melawan penjajah,” imbuhnya.
Menurutnya, Perguruan Reti Ati sendiri termasuk silat Mataraman. Ada filosofi dalam gerakan dan jurus-jurus yang dimainkan. “Re” berarti Resik Ing, “Ti” singkatan dari Hati. “A” akronim dari Anjalari, sedangkan “Ti” yang terakhir berarti Titising Karep. “Jadi artinya dalam bahasa Indonesia, dengan hati yang bersih, apapun tujuannya pasti dapat tercapai,” pungkasnya.
Salah satu pengunjung dari Rusia turut mengungkapkan keterkejutannya, “Saya tak pernah menduga kalau gerakan beladiri semacam itu akan ditampilkan di dalam mal. Ternyata Flashmob Pencak Silat tadi bisa mendekatkan beladiri tradisional ke masyarakat di tempat modern. Ini cara yang ampuh agar Pencak Silat bisa terus lestari.” ( RED )
Editor dan Foto : Nugraha A-Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar