Mei 27, 2009

Musisi Warungan atau Lesehan

Dimuat di Rubrik Bebas Bicara, Bernas Jogja, Kamis, 28 Mei 2009

Akhir pekan lalu penulis makan malam di warung lesehan Malioboro. Maklum baru dari kampung, sehingga ada rasa rindu untuk menikmati suasana khas kota Gudeg seperti dilukiskan dalam syair lagu Yogyakarta (KLA Project), “Pulang ke kotamu / ada setangkup haru dalam rindu / masih seperti dulu / tiap sudut menyapaku bersahabat / penuh selaksa makna / musisi jalanan mulai beraksi…”

Sepiring nasi, sepotong ayam goreng, dan segelas es tape menjadi sajian penawar lapar dan dahaga. Persis seperti tembang Mas Katon, tepat suapan pertama musisi jalanan mulai beraksi, begitu seterusnya hingga suapan terakhir. Total 6 pengamen menghampiri meja makan silih berganti dalam rentang waktu kurang dari 30 menit, jadi rata-rata 1 orang dalam 5 menit.

Ironisnya, bila tak diberi bukan sapaan bersahabat yang keluar, melainkan kata ”mutiara”. Seorang rekan yang berasal dari luar kota merasa risi dengan fenomena ini. Sehingga ia mengajak untuk lekas pergi dan kembali ke hotel. Tentu tak semua pengamen bersikap ganjil seperti itu. Ada juga yang sungguh mempersiapkan performanya, sehingga relatif lebih renyah didengar, santun, dan sedap dipandang.

Dulu para pedagang lesehan di kawasan Malioboro terkenal sering mathuk alias mematok harga sangat tinggi bagi pembeli, terutama bagi para wisatawan dari luar kota. Segelas es teh bisa mencapai harga Rp 10.000. Ini warung lesehan atau bar? Tapi syukurlah kini hal itu tak terjadi lagi, karena mayoritas pedagang dengan penuh kesadaran mencantumkan harga makanan dan minuman di daftar menu. Para konsumen tidak perlu lagi merasa was-was sebelum dan sesudah membeli karena tarifnya relatif terjangkau.

Selanjutnya tinggal bagaimana menata aksi para musisi jalanan di lesehan Malioboro dan kawasan lain di kota Yogya tercinta ini?

Penulis sekedar menyuguhkan fakta di lapangan. Warung Lotek di Jln. Moses Gatot Kaca, Mrican kini memiliki pengamen khusus, mereka menghibur para pengunjung dengan sajian tembang campur sari sampai Top 40. Begitu juga Warung Bakmi Jawa di bilangan Jln. Bintaran, Lesehan Belut Goreng di depan Pakualaman, Lesehan Gudeg di Jln. Samirono, Warung Bakso di Jln. Affandi (Gejayan), dll.

”Musisi jalanan” itu berubah menjadi ”musisi warungan/lesehan”. Dulu mereka berpindah-pindah, kini cukup mangkal di satu warung pada jam tertentu. Terutama pada saat ramai, seperti jam makan siang dan makan malam. Dalam sehari rata-rata mereka memperoleh pemasukan Rp 75.000 - Rp 100.000. Bahkan pada akhir pekan bisa melonjak sampai dua kali lipat.

Lantas bagaimana dengan musisi jalanan yang belum mendapat tempat mangkal? Ada satu hal yang patut dicermati dari para ”musisi warungan/lesehan” tersebut. Biasanya mereka berkelompok, ada yang bermain gitar, kendang/jimbe, bahkan komplit dengan seperangkat alat keroncong beserta bas betot. Intinya ialah teamwork alias kerjasama. Ketimbang beroperasi sendirian di jalanan rawan sekali resikonya, lebih baik bekerja bersama-sama. Seperti slogan dalam tembang Serikat Pengamen Indonesia (SPI), ”Belajar sama-sama / bernyanyi sama-sama / kerja sama-sama...”

Mei 24, 2009

Membangun Rumah Keberhasilan

Coretan singkat ini dimuat di Rubrik Resensi Buku, Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat, Minggu, 24 Mei 2009. Semoga migunani. Nuwun.

Membangun Rumah Keberhasilan

Judul Buku: Total Success, Meraih Keberhasilan Sejati
Pengarang: Anand Krishna
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1, April 2009
Tebal: 280 halaman
Harga: Rp 53.000

Pepatah Inggris mengatakan, "Happy go lucky." Orang bahagia relatif beruntung (bejo) dan disayang Tuhan. Setiap insan mau hidup seperti itu. Lewat buku ini Anand Krishna menyuguhkan cara mencecap keberhasilan. Baik secara batin maupun lahir dalam ziarah kehidupan ini.

Mulai dengan bertanya pada diri sendiri, "Apa ukuran sukses? Jumlah rekning di ATM-kah?" Jawabnya, "Ya dan tidak" Kenapa? karena hak milik baru bermakna bila berfungsi secara sosial. Sebaliknya, bagaimana bisa berbagi kalau belum sanggup - meminjam istilah Bung Karno - berdiri di atas kaki sendiri?

Ada beberapa kriteria umum seputar keberhasilan hidup ala Anand Krishna, yakni pengendalian diri dan kepuasan batin. Kemenangan semu lewat korupsi dan manipulasi tak akan langgeng, terasa hambar ibarat sayur tanpa garam. Keberhasilan sejati justru mendorong anak bangsa untuk berbagi tanpa pamrih dengan sesama putra-putri Ibu Pertiwi, warga dunia, dan segenap titah ciptaan yang belum berhasil.

Mantan pengusaha garmen yang banting setir menjadi aktivis spiritual dan penulis produktif 120 buku lebih, paska sembuh dari penyakit Leukemia pada tahun 1991 ini menganalogikan proses meraih kesuksesan total ibarat membangun rumah. Fondasinya harus kuat, tiang pancang penyangganya musti kokoh, dan bangunan utamanya sendiri mempunyai sirkulasi udara yang memadai.Referensi utama buku ini ialah karya legendaris Napoleon Hill (Think and Grow Rich, 1937), film The Secret yang salah satu kontributornya bernama Reverend Michael Beckwith, dan wejangan Sang Mahaguru Shankara yang termaktub dalam Sadhana Panchakam. Orang bijak tak membangun rumah di atas gundukan pasir. Sebab bangunan tersebut akan mudah ambruk diterjang badai kehidupan.

Sama halnya untuk meraih keberhasilan sejati, anak manusia membutuhkan landasan niat yang kuat (will power), imaginasi kreatif (creative vision), antusiasme tinggi (enthusiasm), dan persiapan yang matang (good planning) (hlm 79-104). Khusus poin terakhir, survei menyatakan 50 persen kesuksesan ditentukan oleh penentuan arah secara jelas sebelum memulai pekerjaan (definitive purposes).

Selanjutnya, ada 4 tiang penyangga utama rumah keberhasilan, yakni mastermind alias orang-orang yang memiliki keahlian (skill) pada bidangnya. Oleh sebab itu, berendah hatilah dan belajarlah dari mereka. Pilar kedua ialah praktik (applied faith) atau dalam tradisi Kejawen disebut nglakoni. Niat atau keahlian saja tidak cukup, keduanya musti dipraksiskan dalam laku alias tindakan.

Manusia lazimnya bernafas rata-rata 15 siklus permenit. Rumus matematisnya irama nafas berbanding lurus dengan keberhasilan seseorang. Semakin pelan dan ritmis nafas, kian sukses dan bahagia hidupnya. Kenapa? Karena kadar oksigen di syaraf-syaraf otak memadai, sehingga mampu mencerna informasi dengan jernih. Inilah magnet alami yang menarik kesuksesan sungkem mencium kaki Anda.

Buku ini bukan sekedar teori, karena ia terlahir dari pengalaman workshop di Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan mancanegara. Rumus matematis keberhasilan sejati sederhana saja. Sukses Total = (Pikiran yang jernih + keyakinan yang kuat) x tindakan yang tepat. Akhir kata, salam sukses buat kita semua!