Mei 22, 2011

Mengakhiri Konflik Berkedok Agama

Jumat, 20 May 2011 07:25 WIB


Oleh: T. Nugroho Angkasa

Pemaksaan kehendak oleh segelintir kelompok radikal terjadi kembali. Kali ini menimpa umat Kristiani yang hendak merayakan Paskah di Gedung Gratia, Cirebon pada Senin (16/5/2011) dan di Hotel Apita, Cirebon pada Selasa (17/5/2011). Kendati pihak panitia sudah mengantongi surat ijin resmi, aparat keamanan tetap membubarkan acara yang diikuti sekitar 5.000 orang tersebut. Alasan menjaga ketertiban menjadi pertimbangan pembubaran syukuran kelulusan UN yang sebagian besar dihadiri para pelajar itu.

Alhasil, diiringi isak tangis anak-anak kecil, para pesertapun terpaksa kembali pulang, "Kenapa pergi lagi. Kan belum nari. Katanya, kita mau merayakan Paskah," ujar Siska, siswa kelas 3 SD sembari menangis tersedu-sedu. Siska sendiri sudah mengenakan kostum dan siap untuk pentas. Ia akan berperan sebagai seorang putri. "Sekarang ga jadi lagi, mau ke mana lagi?" tanyanya sambil tersedu-sedu.

Kali ini Siska yang meneteskan air mata, lain kali bisa jadi keluarga kita sendiri yang mengalami kejadian serupa. SETARA Institute mengecam keras langkah polisi yang teramat lunak terhadap kelompok radikal yang bersikap anarkistis. Hendardi mengatakan, "Ketundukkan polisi pada kelompok vigilante untuk kesekian kalinya telah merendahkan martabat aparat penegak hukum dan melembagakan impunitas pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan."

Lebih lanjut, SETARA Institute mengingatkan bahwa radikalisme semacam itu hanya membutuhkan 1 langkah menuju terorisme. Dengan kata lain, pembiaran radikalisme niscaya melahirkan 2 kemungkinan: radikal nonjihadis dan radikal jihadis yang dengan penuh keyakinan melakukan terorisme. Kedua bentuk radikalisme di muka telah nyata eksis di sekitar kita. Pembiaran oleh negara sama saja dengan menyemai bibit-bibit baru kelompok jihadis tumbuh dan berkembang. "Dalam situasi yang demikian, apapun yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, tidak akan dianggap sebagai prestasi," tandas Hendardi melalui siaran persnya pada Selasa (17/5/2011).

Memang SBY berkali-kali telah berjanji akan menindak tegas organisasi kemasyarakatan (ormas) yang bertindak anarkistis. Pasca-insiden Monas Berdarah tatkala Perayaan Kelahiran Pancasila 1 Juni 2008 silam, Presiden Yudhoyono berkata, ”Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan. Negara harus menegakkan tatanan yang berlaku untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia,” ujar RI 1 dalam jumpa pers di Kantor Presiden (2/6/2008). Kini 3 tahun hampir berlalu, namun sayangnya ibarat kata pepatah, "Memang ludah tak bertulang." Janji tersebut tinggal kata belaka.

Menurut hemat penulis, Indonesia ialah negara hukum. Oleh sebab itu, negara musti menegakkan semua peraturan yang berlaku secara konsisten lewat tindakan nyata. Sebagai orang Indonesia, saya tidak ingin republik tercinta ini menjadi negara gagal. Bangsa ini didirikan para pendahulu kita tidak secara gratis. Harta, benda, keringat, air mata, darah bahkan nyawa dikorbankan demi memproklamasikan kemerdekaan NKRI secara politis. Kini tanggungjawab kita untuk melanjutkan perjuangan para bapa bangsa dengan mengupayakan kemerdekaan setiap jiwa dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

SETARA Institute mencatat sepanjang 2010 tak kurang terjadi 262 kasus pemaksaan kehendak, main hakim sendiri, dan kekerasan berkedok agama. Sebelumnya, data yang dihimpun Moderate Muslim Society (MMS) menyebutkan bahwa aksi kekerasan berkedok agama makin sering terjadi pasca Orde Baru tumbang. Laporan MMS 2010 mencatat terjadi 81 kasus anarkistis berlabel agama, angka ini meningkat 30 persen dari laporan 2009 yang mencatat 59 kasus.

Bahkan selama catur wulan pertama 2011, eskalasinya semakin meningkat dan kian beringas. Dari insiden Cikeusik (6 Februari), Temanggung (8 Februari), hingga Bom Cirebon (14 April). Ironisnya, negara dan aparat keamanan tidak berdaya ketika berhadapan dengan kelompok-kelompok massa berlabel agama tersebut. Negeri ini seakan - meminjam istilah Dr. Victor Silaen - wilayah yang hampa-hukum (lawlessness situation).

Kembali ke insiden pembubaran paksa perayaan Paskah di Cirebon. Terdapat kejanggalan di sana, GAPAS (Gerakan Anti Permurtadan dan Anti Penyesatan) yang dipimpin Andi Mulya memang sempat dihubungkan dengan peristiwa bom bunuh M Syarif di Mapolres Kota Cirebon. Karena M Syarif merupakan salah satu aktivis yang acapkali melakukan aksi main hakim sendiri di Cirebon, Jawa Barat.

Lantas, kenapa Polisi justru membubarkan acara Paskah yang notabene diikuti sekitar 5000-an orang dan umumnya ialah pelajar? Bukankah lebih tepat bila Andi Mulya dan 20 orang gerombolannya yang dijerat pasal hukum. Karena mereka mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Bukankah Panitia Perayaan Paskah telah memiliki izin resmi dari kepolisian setempat? UU No. 2 Tahun 2002 jelas menginstruksikan bahwa polisi merupakan pelindung dan pengayom masyarakat.

Hendardi kembali kembali menegaskan, ”Jangan sampai pernyataan Presiden menjadi rutinitas tanpa substansi.” Disebut “rutin” tentu karena pernyataan senada sudah berulang kali disampaikan oleh Presiden namun relatif tak ada efeknya. Sementara pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ari Dwipayana menilai bahwa aksi kekerasan bernuansa agama yang terjadi dan pembiaran oleh negara menunjukkan kegagalan negara melindungi kebebasan sipil rakyatnya.

Dokumen Perdamaian

Secara lebih mendalam, penulis mencoba menterjemahkan surat yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib r.a. Dokumen perdamaian ini dibubuhi cap tangan Nabi Muhammad SAW. Kini disimpan dalam perpustakaan biara St.Catherine di kaki Gunung Sinai, Mesir. Biara tertua di dunia tersebut memiliki koleksi manuskrip Kristen yang luar biasa lengkap, hanya kalah oleh koleksi Vatikan. Biara ini juga merupakan salah satu warisan budaya dunia dan memiliki koleksi manuskrip Kristen tertua.

Para sejarawan Muslim memverifikasi orisinalitas surat tersebut. Surat aslinya diperoleh dari Sultan Selim I (1517). Lantas, replikanya dibuat ulang untuk disimpan di biara terkemuka tersebut. Foto naskah aslinya dapat dilihat langsung di Museum Turki saat ini. Pada 628 M, utusan dari Biara St. Catherine mengunjungi Nabi Muhammad SAW untuk meminta perlindungan. Beliau menyanggupi dengan memberikan dokumen penting. Berikut janji Nabi Muhammad kepada St. Catherine dan umat Kristiani:

“Inilah pesan dari Muhammad bin Abdullah, yang menjadi perjanjian dengan mereka umat Kristiani, di sini dan di mana pun mereka berada, kami senantiasa bersama mereka.

Bahwasanya aku, para pembantuku, dan para pengikutku sungguh mengasihi mereka, karena umat Kristiani ialah umatku juga. Dan demi Allah, aku akan menentang siapapun yang menindas dan membuat mereka menderita.

Tidak boleh ada paksaan atas mereka. Tidak boleh ada hakim Kristiani yang dicopot dari jabatannya ataupun pastor/pendeta diusir dari biaranya. Tak boleh ada seorang pun yang menghancurkan dan merusak rumah ibadah mereka ataupun memindahkan barang dari rumah mereka ke rumah orang Muslim. Bila ada yang melakukan hal tersebut, maka ia melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya sendiri.

Bahwasanya mereka (umat Kristiani) sesungguhnya ialah sahabatku dan aku menjamin mereka tidak mengalami apa yang membuat mereka menderita. Tidak boleh ada yang boleh mengusir mereka pergi atau mewajibkan mereka untuk berperang. Kaum Muslimlah yang harus berjuang untuk mereka. Bila seorang perempuan Kristiani menikahi pria Muslim, pernikahan itu pun harus dilakukan atas persetujuannya. Ia juga tak boleh dilarang untuk mengunjungi Gereja untuk berdoa.

Gereja-gereja mereka harus dihormati. Mereka tidak boleh dilarang untuk merenovasi gereja mereka. Dan tidak boleh pula ditolak haknya atas perjanjian ini. Tak boleh ada umat Muslim yang melanggar perjanjian ini hingga hari penghabisan (kiamat).”

Dokumen di atas memang bukan piagam hak asasi manusia (HAM) modern. Sebab ditulis pada tahun 628 M, tapi isinya jelas melindungi hak atas properti, kebebasan beragama/berkeyakinan, kebebasan untuk bekerja, dan perlindungan keamanan. Ironisnya, kini kelompok radikal di Indonesia tak pernah membaca dokumen perdamaian tersebut.

Mereka melanggengkan ketidakrukunan. Ibarat setitik noda di kertas puth, dalam setiap agama dan kepercayaan niscaya terdapat kelompok yang mau menang dan benar sendiri. Mereka cenderung memfokuskan diri pada isu-isu yang bisa memecah-belah dan menciptakan konflik di antara sesama anak bangsa.

Dokumen sejarah yang memuat janji Nabi Muhammad SAW kepada umat Kristiani semacam remider (peringatan). Agar kita walaupun beragama Islam, Katolik, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, atau menganut aliran kepercayaan berbeda tetaplah putra-putri Ibu Pertiwi. Mengutip pendapat Anand Krishna, Bagiku, Indonesia adalah Ibu Pertiwi. Aku tidak dapat menggadaikan ibu demi surga, demi agama, demi apa saja - apalagi demi kepingan emas yang tak bermakna. Aku lahir "lewat" ibu kandungku, namun yang "melahirkan"ku sesungguhnya Ibu Pertiwi. Bagiku, Dialah Wujud Ilahi yang Nyata sekaligus Tak-Nyata... Sembah Sujudku padaMu, Ibu Pertiwi..." (Bagi-Mu Ibu Pertiwi, One Earth Media, 2008)

Akhir kata, semoga budaya pemaksaan kehendak, main hakim sendiri, dan kekerasan segera kita tinggalkan. Mari kita mengakhiri konflik berkedok agama yang menguras energi. Saatnya bergandengan tangan, bahu-membahu dan bergotong-royong memajukan bangsa titipan anak-cucu ini. Menyitir pesan Romo Wijaya dalam buku Pacsa Indonesia-Pasca Einstein (1999), "Yang mempersatukan bangsa dan masyarakat Indonesia dalam dimensi hidupnya yang tertinggi dan terdalam adalah keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dilengkapi horizontal oleh sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Bila sikap dasar vertikal dan horizontal ini dipahami, dihayati, dan diamalkan konsekuen konsisten, maka buahnya ialah budaya persahabatan, persaudaraan, saling menghargai, saling menolong, saling memekarkan..."

http://www.rimanews.com/read/20110520/28749/mengakhiri-konflik-berkedok-agama

Satu dalam Kebhinekaan


Kebhinekaan bangsa ibarat sabuk pengaman (seat belt). Tatkala menaiki pesawat terbang, pramugari senantiasa mengingatkan para penumpang untuk mengencangkan sabuk pengaman, terutama saat guncangan terjadi akibat kondisi cuaca yang kurang baik. Begitupula dengan nilai keberagaman, saat NKRI bergolak akibat maraknya aksi fanatisme, prinsip “Bhinneka Tunggal Ika - Satu dalam Perbedaan” warisan para founding fathers perlu digaungkan kembali.

Analogi sederhana itu disampaikan oleh Prof. Dr. Siti Musdah Mulia dalam Diskusi “Kebhinekaan adalah Keniscayaan: Tantangan Mempertahankan Kebhinekaan” di Jakarta Media Centre (JMC) pada Senin, 7 Juni 2010 silam. Bertindak selaku tuan rumah ialah Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA). Selain itu, Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan SU, Romo Frans Magnis Suseno SJ dan Ida Pedanda Gde Ketut Sebali juga secara bergantian menyampaikan pandangan mereka seputar kemajemukan bangsa.

Ahmad Yulden Erwin selaku moderator diskusi menyampaikan tujuan acara tersebut. Yakni untuk meyakinkan segenap anak bangsa bahwasanya keragaman itu memang indah. Momentumnya tepat karena masih dalam suasana perayaan Hari Lahir (Harlah) Bung Karno (6 Juni) dan Dirgahayu Pancasila (1 Juni).

Sejarah umat manusia tidak pernah mencatat hanya ada satu agama di dunia ini. Kehidupan menjadi indah karena adanya keberagaman. Umat manusia musti peduli kepada sesama walaupun berbeda. Kerendahan hati (tawaduh) begitu penting dalam melakoni ajaran agama dan kepercayaan. Begitulah paparan dari Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Abdul Munir Mulkhan.

Romo Magnis S.J mengigatkan peran penting para tokoh agama dalam memajukan hubungan bersama yang harmonis. Dosen Filsafat STF Driyarkara Jakarta ini juga menyatakan bahwa semua orang berhak memeluk agama dan kepercayaan, sehingga tidak perlu dibatasi dalam 6 agama resmi saja.

“The best religion is humanity,” tandas Ida Pedanda Gde Ketut Sebali. Agama yang terbaik ialah kemanusiaan, kita semua berasal dari satu Sumber. Tuhan menyayangi semua umat manusia tanpa terkecuali. Tokoh Parisada Hindu Dharma Indnesia (PHDI) tersebut juga mengingatkan bahwa sebagai anak bangsa darah daging kita satu: Indonesia.

Pada sesi tanya jawab, Arif Susilo selaku perwakilan dari Menteri Pertahanan (Menhan) Dr. Ir. Budi Susilo Supanji juga turut menyampaikan gagasannya. Saat ini di dunia maya seolah terjadi “perang” atas nama agama. Tugas kita bersama untuk mendinginkan situasi, bukan justru memperpanas. Suasana di acara diskusi ini begitu damai dan indah walau berbeda latar belakang pesertanya. Mari kita turut menyebarluaskan di keluarga masing-masing dan lingkungan terdekat.

___________________________________

http://www.rimanews.com/read/20110522/28955/satu-dalam-kebhinekaan

GAPAS Bubarkan Paksa Perayaan Paskah di Cirebon

Selasa, 17 May 2011 06:25 WIB


CIREBON, RIMANEWS- Acara syukuran kelulusan UN sekaligus perayaan Paskah di Cirebon dibubarkan paksa oleh sekelompok orang pada Senin (16/5/2011). Mereka menamakan diri Gerakan Anti Pemurtadan dan dan Aliran Sesat (GAPAS). Perayaan yang dilakukan di Gedung Gratia Cirebon itu diikuti sekitar 6.000 umat. Sebagian besar terdiri atas anak usia SD hingga SMA.

Sekitar pukul 18. 15 WIB GAPAS yang terdiri dari 20 orang mendatangi gedung tersebut. Mereka langsung menghardik panitia penyelenggara. Andi Mulya selaku pimpinan GATAS mengatakan jika kebaktian di Gedung Gratia tersebut tidak memiliki izin.

Lantas, salah seorang panitia, Stefanus, mengatakan bahwa mereka sudah memberitahukan acara tersebut ke polisi. Tapi Andi Mulya tetap menelpon polisi dan meminta agar acara tersebut dibubarkan. Polisi yang datang ke lokasi sempat sejenak melakukan dialog. Akhirnya, aparat meminta agar perayaan dibubarkan demi keamanan.

Lebih lanjut, Stefanus menjelaskan jika pihaknya sudah memberitahukan ke polisi tentang acara yang mereka lakukan malam itu. "Ini bukan kebaktian. Tapi perayaan dan ucap syukur kita kepada Tuhan. Jadi mohon dibedakan antara perayaan dan kebaktian," katanya. Acara ini wujud ucap syukur UN telah berakhir.

Kendati demikian, Ketua GAPAS, Andi Mulya bersikeras jika yang dilakukan malam ini merupakan kebaktian. "Masa kebaktian tidak ada izinnya?" tanyanya. Sedangkan Kapolres Cirebon Kota, AKBP Asep Edi Suhaeri yang datang ke lokasi mengakui jika panitia sudah memberitahukan pelaksanaan acara tersebut kepada polisi. "Mereka sudah mengirimkan surat pemberitahuan," katanya. Namun, kata dia, demi menjaga suasana daerah, akhirnya acara itu pun dibubarkan.

Menurut hemat penulis, tindakan pembubaran dan main hakim sendiri seperti ini melanggar hukum dan mengkhianati ajaran Islam itu sendiri. Nabi Muhammad SAW, dalam suratnya kepada komunitas Biara St.Catherine di kaki Gunung Sinai (628 M) berjanji: "Inilah pesan dari Muhammad bin Abdullah, sebagai janji kepada mereka umat Kristen. Yang berada jauh maupun dekat, kami senantiasa bersama mereka (umat Kristen). Sesungguhnya aku, pembantu-pembantuku, pelayan-pelayanku, dan para pengikutku akan membela mereka (umat Kristen). Kenapa? karena umat Kristen adalah wargaku juga. Dan Demi Allah! Aku menentang siapapun yang membuat mereka menderita.

Tidak ada paksaan bagi mereka, tidak pula bagi pemuka-pemuka agama mereka untuk melepaskan profesi mereka. Apalagi biarawan-biarawati atau para pendeta mereka diusir dari biara mereka. Tidak ada seorang pun yang boleh menghancurkan tempat peribadatan mereka. Ataupun merusak dan mengambil sesuatu dari mereka untuk dibawa ke rumah-rumah kaum Muslim. Siapapun dari mereka yang melanggar hal tersebut, sejatinya ia melanggar Janji Allah dan telah durhaka kepada Nabi-Nya. Sesungguhnya, mereka ialah sekutuku, dan mendapat perlindunganku dari semua hal yang mengancam mereka.

Tidak ada satupun orang yang boleh mengusir atau memaksa mereka (umat Kristen) untuk berperang. Muslim harus berpihak kepada mereka (umat Kristen). Jika seorang wanita Kristen menikahi pria Muslim, ia yang Muslim tidak boleh memaksakan kehendak tanpa persetujuannya (wanita Kristen). Wanita tersebut tidak dapat dilarang untuk mengunjungi gereja di mana ia hendak berdoa. Selain itu, Gereja-gereja mereka pun harus dihormati. Mereka tidak boleh dicegah untuk merenovasi gereja-gereja mereka. Ataupun mengganggu kesakralan dari kitab suci mereka. Tidak ada satupun bangsa (Muslim) yang boleh melanggar janji ini sampai hari Kiamat."

Menurut Erwin Thomas, surat tersebut ditulis oleh Ali bin Abi Thalib r.a. Serta dibubuhi cap tangan Kanjeng Nabi Rasulullah sendiri. Kini disimpan dalam perpustakaan biara St.Catherine. Otentisitas surat ini diverifikasi oleh para sejarawan Muslim. Surat aslinya diambil dari Sultan Selim I (1517). Lantas, replikanya dibuat ulang untuk disimpan di Biara terkemuka tersebut. Foto naskah aslinya bisa dilihat langsung di Museum Turki hingga saat ini.

http://www.rimanews.com/read/20110517/28287/gapas-bubarkan-paksa-perayaan-paskah-di-cirebon

Anand Krishna Persembahkan Patung Buddha untuk Yang Mulia Dalai Lama ke-14

Kamis, 12 May 2011 03:53 WIB


Anand Krishna bersama 6 pengurus Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) mengunjungi Sarnath, India pada Senin (5/1/2008). Mereka mempersembahkan patung Buddha (terbuat dari batu setinggi 2,5 meter) kepada Yang Mulia Dalai Lama ke-14 Tenzin Gyatso selaku pemimpin spiritual dan pemerintahan rakyat Tibet di pengasingan. Pasca diinaugurasi secara langsung oleh Dalai Lama ke-14, patung tersebut akan diletakkan di Central Institue of Higher Tibetan Studies Deemed University. Tepatnya di daerah Uttar Pradesh, India.

Buah karya pahat seniman Bali, Nyoman Alim itu terbuat dari batu yang sama dengan bahan baku Candi Borobudur. Salah satu keajaiban dunia tersebut dibangun pada abad ke-9 Masehi di antara Kali Opak dan Sungai Progo di Jawa Tengah. Anand mengatakan bahwa persembahan ini untuk memperkuat ikatan spiritual dan budaya masyarakat Indonesia dan Tibet. Dengan mempersembahkan patung dari Indonesia kepada Dalai Lama yang kemudian diletakkan di tanah India semoga rakyat Tibet, India, dan Indonesia dapat bersatu dalam cinta, damai, dan harmoni.

Menurut Dalai Lama ke-14, terdapat hubungan erat antara Sriwijaya dan Tibet. Yakni melalui Atisha Divankara, seorang biarawan Buddhis asal Benggali, India. Beliau pernah belajar selama 10 tahun dari Dharmakirti - Svarnadvipi. Seorang guru spiritual yang hidup pada masa Sriwijaya di Sumatra pada abad ke-11 Masehi. Kemudian, Atisha Divankara melawat ke Tibet dan mengajarkan teknik meditasi Tong-Len yang notabene beliau pelajari dari Sang Master.

Intinya bagaimana menarik negativitas dan mentransformasikannya menjadi positivitas. Hingga saat ini nama tokoh Dharmakirti-Svarnadvipi begitu lekat dalam hati Dalai Lama ke-14 dan masyarakat Tibet. "Karena itu, kami dari Tibet mempunyai hubungan yang dekat secara spiritual dengan Indonesia, meskipun secara geografis berjauhan," ujar Dalai Lama.

Maya Safira Muchtar, selaku ketua Yayasan Anand Ashram, mengatakan saat ini tak banyak orang Indonesia yang mengetahui hubungan sejarah antara Sriwijaya dan Tibet tersebut. Masyarakat Tibetlah yang mendokumentasikan dan melestarikan ajaran spiritual itu selama ratusan tahun. Pengirimaan patung Buddha ini ialah bentuk ungkapan rasa terima kasih atas jasa besar tersebut. Sejumlah media elektronik dan cetak di India, seperti Hindustan Time, K TV, DD News, dan Z News hadir meliput acara ini.

Akhir kata, kunjungan Anand Krishna kepada Dalai Lama ke-14 ini merupakan satu peristiwa bersejarah guna menjalin kembali tali kebudayaan dan spiritualitas antara bangsa Indonesia dengan Tibet. "Kita, kedua bangsa, ini merupakan bagian dari peradaban Lembah Sungai Shindu (membentang dari Afganistan sampai Australia, termasuk kepulauan Nusantara lama) yang satu adanya. Kita dapat bersama memberikan tanggapan yang bijak, tanpa kekerasan dan penuh kasih bagi masalah kemanusiaan di dunia dewasa ini. Yakni bergotong-royong mewujudkan mimpi kita bersama, ‘One Earth, One Sky, and One Humankind' - Satu Bumi, Satu Langit, Satu Umat Manusia," tandas Maya Safira Muchtar.

http://www.rimanews.com/read/20110512/27582/anand-krishna-persembahkan-patung-buddha-untuk-yang-mulia-dalai-lama-ke-14

Membangkitkan Kembali Rasa Cinta Pada Ibu Pertiwi

Rabu, 11 May 2011 04:47 WIB


Di Balai Keratun Pemda Provinsi Lampung (Rabu, 25 Januari 2006) berlangsung persembahan kecil bagi Ibu Pertiwi. Simposium kebangsaan itu terselenggara berkat kerjasama National Integration Movement (NIM) dengan Pemerintah Kotamadya Bandar Lampung, Harian Lampung Post, dan KoAK (Koalisi Anti Korupsi). Instrumen lagu “Maju Tak Gentar” dengan laras keroncong mengiringi prosesi pembukaan. Dalam upaya mewujudkan Indonesia Jaya, semangat rawe-rawe rantas malang-malang putung yang dulu dimiliki para pejuang perlu dibangkitkan lagi di dada setiap anak bangsa.

Kemudian Ahmad Yulden Erwin selaku Ketua Panitia memberikan kata sambutan. Menurut aktivis KoAk ini, kita lahir dan hidup di bumi Indonesia ini. Maka penting rasa cinta pada Ibu Pertiwi dibangkitkan dan dihayati kembali. Bangsa ini didirikan para pendahulu kita tidak secara gratis. Harta benda, keringat, air mata, darah bahkan nyawa dikorbankan demi memproklamasikan kemerdekaan secara politis. Kini tanggungjawab kita melanjutkan perjuangan mereka dengan mengupayakan kemerdekaan setiap jiwa rakyat Indonesia.

Selanjutnya, Maya Safira Muchtar memulai kata sambutan dengan pekik yang lintas agama, suku, ras, profesi, dan gender: SALAM INDONESIA! Serta-merta dijawab oleh lebih dari 500 orang. Ia menguraikan NIM sebagai wadah orang Indonesia yang meskipun memiliki latar belakang yang berbeda namun sama-sama peduli pada Persatuan dan Kesatuan (Integrasi) Bangsa. Penggagas NIM ialah tokoh Humanis Lintas Agama, Anand Krishna. Selama 16 tahun terakhir Anand mencurahkan energinya untuk terus menyuarakan semangat Cinta-Bhakti pada Ibu Pertiwi.

NIM dideklarasikan pada 11 April 2005 di Tugu Proklamasi Jakarta. Dalam usianya yang belum genap satu tahun, NIM telah memiliki 20 cabang di seluruh Nusantara, menggelar 3 kali Simposium Kebangsaan di 3 pulau yakni Jakarta (Jawa), Denpasar (Bali), dan kini di Lampung (Sumatra). Berdasarkan pengalaman tersebut, ternyata masih banyak orang yang mencintai NKRI dan tetap menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan negara.

Jika kita sudi belajar dari negara lain, semua bangsa yang besar pasti rakyat mencintai bangsanya. Berbagai masalah kebangsaan yang ada saat ini, seperti maraknya kasus korupsi, pengerusakan alam, teror fisik maupun mental, konflik horizontal berbau SARA, dll disebabkan oleh kurangnya rasa cinta pada Ibu Pertiwi. Seyogianya kita mengedepankan kepentingan bangsa serta mengesampingkan ego kelompok, golongan, ataupun agama.

Di era reformasi ini banyak orang trauma terhadap Pancasila karena pengalaman pahit selama 32 tahun di bawah pemerintahan otoriter Soeharto. Padahal menurut Ki Hadjar Dewantara dan Bung Karno, Pancasila bukan sekedar ideologi negara melainkan saripati budaya Nusantara. Kita harus belajar dari sejarah, sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tentu tanpa harus tenggelam dalam nostalgia kejayaan masa lampau. Yang terpenting ialah terus berkarya dengan penuh semangat, demi mewujudkan masa depan yang lebih cemerlang.

Saat ini Poso masih bergejolak, Papuapun demikian. Mari kita sebagai anak bangsa bersuara demi kukuhnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Ibarat remaja yang kasmaran maka kita akan memberikan apa saja demi kebahagiaan orang yang kita cintai. Pendekatan yang sama perlu kita terapkan pada konteks Ibu Pertiwi. Ketua NIM menutup sambutannya dengan pekik Indonesia Jaya !!! Kemudian dijawab oleh seluruh peserta yang memadati ruangan, bahkan termasuk yang berada di bangsal lantai dua.

Anand Krishna selaku penggagas NIM membuka sambutannya dengan sebuah cerita. Di Afrika Selatan ada seorang berkulit berwarna yang dilempar dari sebuah gerbong kereta api, “hanya” karena gerbong tersebut diperuntukkan bagi orang berkulit putih. Pengalaman memprihatinkan semacam ini sekaligus berpotensi menciptakan Mahatma (Jiwa Besar) Gandhi.

Lantas, pria Keturunan India kelahiran Surakarta ini mensharingkan kisah pribadinya. Ia lahir dalam sebuah keluarga besar yang anggotanya memeluk berbagai agama yang berbeda. Ada yang Sikh, Hindu, Muslim, dst. Karena konflik antara India dan Pakistan, almarhum ayah beliau (Baba Tolaram) harus berpisah dari sanak-familinya. Hingga akhir hayat Sang Ayah tercinta tak bisa bersua kembali dengan kerabatnya. Sang Ayah memilih kembali ke Indonesia dengan menolak tawaran kewarganegaraan Inggris karena ia melihat Bumi Nusantara ini mempunyai sebuah falsafah luhur yang menghargai perbedaan. Yakni Pancasila sehingga tragedi yang menimpa diri dan negaranya kemungkinan besar tidak bakal terjadi di Indonesia. Oleh sebab itulah, akhirnya saya lahir di Indonesia dan menyuarakan persatuan dan saling apresiasi antar sesama anak bangsa.

Anand kembali menegaskan Pancasila sebagai saripati budaya yang lembut dan inklusif. Bukan sekedar ideologi negara yang kaku. Jika dilakukan “mapping DNA” saat ini sudah ada teknologi untuk eksperimen semacam ini. Maka akan ditemukan bahwa dalam DNA kita ada benang merah yang menghubungkan dan mempersatukan setiap orang Indonesia. Jika hendak mempersatukan bangsa ini kita harus lewat jalur budaya. Bi balik, di bawah setiap peranan individu yang berdeda-beda pasti ada tanggung jawab, rasa kebangsaan. Mari kita memperkukuh dan memperbaharui komitmen bersama untuk bersuka-duka bersama. Mmenyitir Bung Karno, jika perlu hanya makan bubur ayo makan bubur bersama. Tapi yang terpenting terus bekerja bersama, bahu-membahu, bantu-membantu, dan bergotong-royong demi Kebangkitan Indonesia.

Untuk mengamankan wilayah NKRI yang begitu luas, kekuatan militer saja tidak cukup, perlu ada kekuatan nir-militer yakni membangkitkan semangat bela negara di setiap warga negara demi demi mempertahankan keutuhan NKRI. National Integration Movement (NIM) adalah maitreya, mitra pemerintah pusat hingga RT, serta seluruh komponen bangsa. Mari kita melepaskan jubah suku, agama, ras, partai, dan kelompok kemudian duduk bersama mencari solusi atas berbagai masalah kebangsaan. Jika tidak bangsa ini bisa hancur berkeping-keping, tercerai-berai dan disintegrated.

Kabar baiknya saat ini, NIM telah memiliki perwakilan di Belanda dan Timur Tengah, tepatnya Lebanon. Mona Darwish seorang Perempuan Muslim kelahiran Lebanon yang kini sementara melawat, tinggal di Indonesia, menyuarakan dengan lantang lewat sebuah Buku “Bila Perempuan Bersuara, Delapan Penjuru Angin Bergema”, jangan sampai konflik, perpecahan, perang anatar sesama saudara sebangsa di Lebanon selama 14-15 tahun akibat perbedaan agama terjadi di Indonesia.

Jika difoto dengan satelit maka kekayaan Sumber Daya Alam(SDA) kita begitu berlimpah, “gemah ripah loh jinawi”. Kita belum memiliki teknologi untuk mendeteksi dan menginventarisir kandungan bawah bumi dan laut kita, namun pihak-pihak luar telah mengetahuinya dan memiliki datanya. Sehingga mereka begitu bernafsu untuk menguasai Indonesia. Tentunya dengan terlebih dahulu menncerai-beraikan kesatuan kita. Karena jika Indonesia terbagi menjadi negara-negara kecil, maka akan lebih mudah dikuasai.

Negeri kita seperti gadis remaja cantik yang sedang mekar dan siap dipetik. Indonesia diperebutkan oleh para lelaki serakah dan hidung belang. Pasar tradisional kita kalah bersaing dengan Mall dan Hypermarket. Kenapa? karena keterbatasan modal dan policy pemerintah yang lebih mementingkan perusahaan raksasa dengan kepemilikan modal besar. Kita seharusnya perlu bersikap sedikit heroik. Dalam arti rela belanja di pasar tradisional yang kumuh, rawan copet dan pengab demi melindungi barang-barang lokal dan pendapatan pedagang, terutama simbok-simbok dan para bakul di pasar tradisional. Ayam bakar kita sesungguhnyapun tak kalah sedap dengan buatan KFC.

Anand Krishna menyadari dengan berkata vokal dan terang-terangan semacam ini akan banyak pihak yang menghujat dan membatuinya. Namun ia siap dan waspada untuk menghadapi konsekuensinya dengan berbekal perisai cinta! Hal-hal kecil tapi urgent untuk dibenahi adalah masalah kolom agama di KTP. Namun bukan berarti menghapuskan Agama. Agama merupakan urusan pribadi yang merupakan relasi personal kita dengan DIA. Di Lebanon kolom agama di KTP dijadikan pemicu perpecahan. Saat terjadi konflik, ada sweeping KTP, jika kita berada di daerah agama tertentu maka nyawa pemeluk agama yang beda bisa melayang seketika. Bahkan untuk tranfusi darah perlu dicek kolom agama KTP-nya dulu.

Saat ini di Lebanon, belajar dari pengalaman konflik berdarah-darah selama 15 tahun lebih. Sehingga tak ada lagi kolom agama di KTP alias dihapuskan. Apakah kita orang Indonesia harus mengalami peristiwa berdarah yang memakan begitu banyak korban jiwa, hanya demi menghapuskan satu kolom agama di KTP dan menyadari kepicikan kita? Mari kita mengembangkan akhlak, amal saleh dan bukannya mengagungkan ritual dan label luaran semata. Ukhuwah Islamiyah harus diperluas menjadi Ukhuwah Insaniyah, menghargai dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal: Satu Bumi, Satu Langit, dan Satu Umat Manusia (One Earth, One Sky, One Humankind).

http://www.rimanews.com/read/20110511/27447/membangkitkan-kembali-rasa-cinta-pada-ibu-pertiwi

FPI Declared War against the United States

iReport —

Source: http://nasional.kompas.com/read/2011/05/04/21390465/FPI.Kecam.Pesta...

Translated by Nugroho Indonesia from Bahasa into English.

JAKARTA, KOMPAS.com - Islamic Defenders Front condamned the United States citizens who celebrate the death of al-Qaida leader, Osama bin Laden. On Wednesday (05/04/2011) night, the Islamic Defenders Front hold a prayer at their headquarters in Paksi Alley, Petamburan III Street, Central Jakarta, Indonesia.

"We condemn all those who coming the death of Sheikh Osama bin Laden Celebration," said Secretary General of the Islamic Defenders Front in Petamburan, Ahmad Shobri Lubis.

They also expressed the willingness to do jihad and war against the United States due to the killing of Osama bin Laden. "May the United States is drowned by the tsunami," said one member of the Islamic Defenders Front (FPI).

After the gathering held as a memorial for Osama, dozens of FPI's members also do tahlilan or prayer. Some children also attended the event, they were carrying a white flag with Arabic letters.

As reported previously, U.S. citizens and a number of world leaders celebrates the news of the death of Osama bin Laden in Pakistan on Sunday (05/01/2011) by the US special forces' attack. In a couple minutes, the news of Bin Laden's death has invited thousands of people in Washington gathered outside the White House. They celebrated this good news by waving American flags, singing the national anthem and chanting some slogans, such as "USA! USA!" The New York Citizens were also gathered and cheered at Ground Zero, the location where the World Trade Center twin towers have ever stood before.

http://ireport.cnn.com/docs/DOC-603569

Cak Nur Memorial Hall di Komplek One Earth Ciawi Bogor

Selasa, 10 May 2011 07:08 WIB


Sabtu (14/1/2006) penulis bersyukur menjadi saksi peresmian Griya Indonesia Jaya dan Cak Nur Memorial Hall. Mengambil tempat di Komplek Perkampungan Rakyat Indonesia yang lintas suku, agama, dan ras : One Earth One Sky One Humandkind Ciawi, Bogor. Bangunan 2 tingkat tersebut akan dipakai sebagai kantor pusat National Integration Movement (NIM). Tempat berkarya menyuarakan semangat persatuan dan inklusifitas yang pernah digaungkan oleh almarhum Nurcholis Madjid.

Turut hadir dalam peristiwa bersejarah itu Prof. Dr. Budi Susilo (Dirjen Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan) beliau mewakili Menteri Pertahanan RI, Juwono Sudarsono yang sedang kurang enak badan. Selain itu, turut hadir pula Ibu Omi (Istri Cak Nur) beserta kedua anaknya. Tamu VIP lainnya ialah Deputi IV Kementrian Polkam, Bapak Sudharmadi, Bapak Utomo Dananjaya, dan last but not least Gus Dur (almarhum).

Selaku tuan rumah adalah National Integration Movement (NIM). Kebetulan tanggal 14 Januari 2006 merupakan hari ulang tahun yang ke 16 Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB), paguyuban spiritual lintas agama yang didirikan oleh Anand Krishna. Dalam sambutannya tokoh humanis lintas agama tersebut mengatakan mengatakan, “Cak Nur adalah sebuah pandangan, falsafah, dan harapan…oleh sebab itu jiwa, kesadaran, dan visi beliau tak pernah mati. Kini kita dapat berkumpul di tempat ini karena kita mempunyai ikatan yang kuat pada Ibu Pertiwi, mari kita senantiasa mengukuhkan dan memperbaharui komitmen untuk berjuang, berbakti bagi Ibu Pertiwi demi terwujudnya Indonesia Jaya”

Cak Nur Memorial Hall berhiaskan berbagai ornamen dari berbagai tradisi agama dan kepercayaan. Terdapat berbagai Kitab Suci di sana. Semua itu adalah saran untuk mengingatkan walau berbeda jalan toh kita menyembah DIA yang satu adanya. Lokasi tempat indah tersebut berada dekat dengan Alam. Tepatnya di atas Bukit Pelangi, sehingga kita dapat merasa lebih dekat dengan Ibu Bumi. Cuaca yang lebih sejuk niscaya membuat kita lebih bersemangat berkarya demi kebangkitan dan kejayaan Indonesia.

Sharing Ibu Omi

Di lingkungan keluarga almarhum Cak Nur dikenal sebagai seorang ayah yang baik. Beliau senantiasa mendidik putra-putrinya agar bersikap inklusif dan mengapresiasi perbedaan terutama agama. Cak Nur menyarankan mereka untuk menghargai semua agama dan kepercayaan. Misalnya dengan membaca kitab-kitab suci agama dan kepercayaan. Sehingga semangat pluralisme sungguh dipraktikkan dalam keseharian. Tentunya di mulai dari dalam keluarga sendiri.

Permasalahan kebangsaan kita ibarat lingkaran setan yang sulit untuk dibenahi. Sering Ibu Omi mengungkapkan secara jujur rasa pesimis ini pada suami tercinta. Namun Cak Nur selalu menandaskan, “… justru karena bentuknya seperti lingkaran setan kita mudah memutuskannya. Kita bisa memulainya dari mana saja, dari sudut (angle) manapun juga...”

Ada juga ulasan dari Pak Budi Susilo, utusan Menteri Pertahanan RI. Beliau menjelaskan 2 tipe ketahanan Nasional. Pertama lewat militer, tapi kita tak akan bisa mengamankan seluruh wilayah kepulauan Nusantara yang begitu luas melulu lewat kekuatan militer. Cara yang terbaik ialah dengan membangkitkan semangat bela negara di dada setiap penduduk Indonesia. Strategi ini dinamakan pertahanan non militer alias pertahanan budaya.

Ibu Norma Slamet Harsono yang sempat berguru pada Cak Nur di Universitas Paramadina juga mempersembahkan sebuah puisi. Judulnya “Madrasah Sang Guru”, berisi sharing pengalaman semasa belajar nilai pluralitas dari Sang Guru Bangsa.

Yang paling heboh ialah Gus Dur. Beliau juga berbicara panjang lebar selama sejam lebih di Aula As-Salam. Salah satunya ihwal istilah Bende Mataram. Ternyata idiom ini merupakan ikrar yang biasa dibacakan pada saat pengangkatan para raja Nusantara. Tradisi tersebut telah berlangsung sejak dinasti Sanjaya. Kemudian berlanjut pada masa Kerajaan Airlangga, Kediri, Singosari, dan terakhir Mataram Yogyakarta. Maknanya ialah tekad untuk berbakti bagi “Mataram” atau Ibu Pertiwi.

Mushola Unik

Sedikit intermezo. Di Kompleks One Earth, Duta Besar Pakistan pernah meresmikan sebuah mushola. Uniknya mushola yang bernama Shah Abdul Latif tersebut ditandatangani oleh wakil dari NU dan Muhamadiyah. Dua aliran Islam besar Nusantara yang hingga detik ini relatif belum bisa akur. Selain itu, masih ditambah bubuhan tanda tangan dari wakil Katholik, Kristen, Buddhis dan Hindu. Sungguh sebuah langkah konkrit untuk merevitalisasi semboyan “Bhinneka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa” dari Mpu Tantular. yang termaktub dalam Kakawin Sutasoma pada abad ke-13 silam.

Acara malam itu juga dimeriahkan oleh role play dari Torchbeaers (Muda-mudi Pembawa Obor Kasih dan Perdamaian). Mengisahkan tentang konspirasi pembunuhan Dyah Ayu Pitaloka, seorang putri ayu dari Kerajaan Pajajaran. Ada segelintir orang yang tak mau Nusantara bersatu. Pada konteks saat itu adalah persatuan secara politis, ekonomis dan kultural antara 2 kerajaan besar: Majapahit dan Pajajaran.

Ironisnya, pola semacam inipun masih terjadi hingga kini. Namun kita semua sepakat bahwa yang namanya integrasi, persatuan, dan kebangkitan Nusantara merupakan suatu keniscayaan. Tugas setiap anak bangsa untuk mewariskan Indonesia yang damai, utuh dan rukun bagi generasi penerus Republik tercinta ini. Salam Indonesia.

http://www.rimanews.com/read/20110510/27329/cak-nur-memorial-hall-di-komplek-one-earth-ciawi-bogor

Islamic Defenders Front (FPI) Commemorating Osama's Death

Source: http://nasional.kompas.com/read/2011/05/05/01355565/Sekjen.FPI.Angg...

Translated from Bahasa into English by Nugroho Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Islamic Defenders Front (FPI) in tahlilan (prayer) commemorating the death of Osama bin Laden at the headquarters of Islamic Defenders Front on Wednesday (04/05/2011) considered Osama as a martyr.

"Sheikh Osama bin Laden is a martyr. Therefore, his body does not need to be bathed or prayed but it's enough to be covered with the clothes that he wore when he died. As a martyr and as a Muslim he must be buried," said Secretary General of FPI Ahmad Shobri Lubis, at Petamburan Street III, Paksi Alley, Central Jakarta, Indonesia.

In the event, FPI also demanded the United States to return to the family the Osama's body immediately so they can bury him in Islam way. The reason is, Ahmad continued, because it is in line with the Quran verses.

"If it's true that Sheikh Osama bin Laden has killed by American soldiers, DPP FPI demanded his body to be returned to the family so the can held a funeral done in Islam way (sharia)," he added.

On Monday (05/02/2011), the counselor of counterterrorism and homeland security of President Barack Obama, John Brennan said that the corpse of Osama bin Laden had been drowned into the sea from the deck of the U.S. aircraft carrier ship because there was no other alternative to bury him within 24 hours based on the Islamic law.

"Bin Laden's funeral was still being done based on the practice and teaching of Islam. It's done according to Islamic law," said Brennan to the reporters in a briefing at the White House.

According to Brennan, it had previously prepared for this kind of burial and wanted to make sure that it was being done correctly. Osama was killed in a military operation by U.S. forces in Abbottabad, Pakistan.

Although it has not proven in the court yet, most of the people considered him as the actor behind the terrorist attacks on September 11, 2001 toward the World Trade Center twin towers. More than 6,000 people were killed in that tragedy.

http://ireport.cnn.com/docs/DOC-603568

Sufi Mehfil Bende Mataram di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Minggu, 8 May 2011 07:35 WIB


Berikut ini transkrip sambutan Maya Safira dan Wejangan Anand Krishna pada acara Malam Bhakti untuk Ibu Pertiwi. Perhelatan akbar ini bertepatan dengan perayaan Ulang Tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X yang ke-61. Mengambil tempat di Bangsal Kepatihan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada Sabtu Wage 7 April 2007.

Tamu kehormatan terdiri atas para Menteri, Dirjen, Bupati/Walikota se-DIY, Jajaran Pejabat Muspida DIY, dan Duta Besar negara-negara sahabat. Disiarkan secara langsung (live) oleh TVRI Yogyakarta. Serta terdapat layar di Alun-alun Utara sehingga masyarakat luas bisa menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut.

Sambutan Maya Safira selaku Ketua National Integration Movement (NIM):

Assalamualaikum Wr, Salam Sejahtera, Om Namo Budhayana, Om Svastiastu, namun tidak ketinggalan salam pemersatu kita Salam Indonesia! (terdengar tepuk tangan para hadirin).

Kepada yang terhormat Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, kepada yang terhormat Menteri Negara Lingkungan Hidup Bapak Rahmat Witoelar, kepada yang terhormat Menteri Negara Perumahan Rakyat Hasyim As’ari, Your Excelencies dan kepada yang terhormat para pejabat Muspida DIY dan kepada yang terhormat hadirin-hadirin semua yang tak mungkin saya sebutkan namanya satu-persatu pada malam hari ini.

Puji syukur kepada Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang bahwa kita semua dapat berkumpul bersama pada hari yang istimewa ini namun sebelumnya kami dari National Integration Movement (NIM) ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Sri Sultan semoga panjang umur karena kami sangat membutuhkan seorang pemimpin seperti Sri Sultan di bangsa ini (terdengar tepuk tangan para hadirin)

Kami juga dengan segala kerendahan hati ingin mengucapkan terimakasih kepada Sri Sultan yang pada malam ini bersedia menerima penghargaan “Aku Bangga Jadi Orang Indonesia”. National Integration Movement (NIM) yang memiliki 24 cabang di Indonesia serta 4 representatives di luar negri.

NIM pertama kali mengadakan acara Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi pada tanggal 1 September 2005 yang dicanangkan oleh Menteri Pertahanan Bapak Juwono Sudarsono dan pada saat itu dihadiri oleh Gus Dur, Bapak Muladi, Bapak Sutiyoso, Bapak Siswono Yudho Husodo dan setelah itupun acara itu terus bergulir di Semarang yang waktu itu dihadiri oleh Sri Sultan, di Bali yang dihadiri oleh Kanjeng Ratu, di Lampung dan tempat lainnya.

National Integration Movement ini dibidani oleh Yayasan Anand Ashram yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan didirikan oleh Bapak Anand Krishna. Salah satu wujud nyata dari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi adalah pelestarian budaya, tanpa melestarikan budaya sebuah bangsa akan hilang identitasnya. Sri Sultan Hamengku Buwono X telah berjasa dan berupaya menjaga keluhuran budaya Nusantara.

Penghargaan ini akan dipersembahakan oleh Anand Krishna dan untuk itu kami mohon kepada Bapak untuk memberikan wejangannya sebelum memberikan penghargaan, berilah… kita sambut Bapak Anand Krishna (terdengar tepuk tangan para hadirin)

Wejangan Anand Krishna selaku penggagas National Integration Movement (NIM):

Kepada yang mulia Sri Sultan, Arjuna Wiwaha sudah selesai, saatnya yang mulia kita turun ke medan perang Kurusetra. Arjuna Wijaya sekarang (terdengar gemuruh tepuk tangan par hadirin).

Yang saya muliakan para Menteri, para Duta Besar, dan segenap hadirin. Ketika Arjuna bertapa senjata yang ia peroleh ialah Pasopati. Pasopati berarti pengendalian insting-insting hewani. “Pasyo” berarti hewan. Kemudian Jogjakarta, Jogja berarti, Yogyakarta, “Yagya…” bekerja tanpa pamrih. Dan itu…. (diselingi tepuk tangan hadirin) itu yang akan mengantar Arjuna pada Wijaya.

Teman-teman, saudara-saudara…Saya selalu berusaha untuk mengingatkan diri saya, mari kita belajar dari sejarah. Setiap kali kita berusaha merubah landasan kita untuk bernegara kita terpecah-belah. Kita dari belajar dari kegagalan Majapahit, kegagalan Gadjah Mada, kita juga belajar dari Sriwijaya yang sudah bisa mengekspor hasil bumi sampai ke Madagaskar.

Saudara-saudara beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang Dirjen. Maafkan saya Bapak Menteri. Saya bertanya, bicara-bicara dan saya bertanya, Bapak tahu nggak maksud dari Tamasik? Tidak tahu… Duta Besar Singapura pasti tahu. Padahal Tamasik itu adalah istilah kita, kita sendiri tidak tahu… apa yang kita miliki. Kita lupa akan potensi diri kita. Dan ini akibatnya sekarang, apapun yang sedang terjadi ini karena kita lupa jati diri kita, kita lupa potensi diri kita.

Belajar dari kegagalan Gajah Mada, belajar dari kegagalan Raden Patah, kita cuma bertahan seratus tahun dengan landasan agama. Dengan landasan budaya kita pernah memiliki Dinasti yang dalam sejarah seluruh umat manusia, tidak ada dinasti yang pernah berkuasa 800 tahun….Sriwijaya. Dari Ken Arok sampai Majapahit 400 tahun, Patihnya agama Buddha, Rajanya agama Hindu, barangkali kita juga lupa bahwa salah satu Raja Sriwijaya bernama Haji Sumatrani, dia orang Muslim. Masyarakatnya lebih banyak Hindu dan Buddha. Tidak menjadi masalah.

Ketika kita mencoba untuk merubah landasan itu, hanya bertahan 100 tahun dan kita kacau-balau. Kalau kita tidak belajar dari sejarah, ini yang akan kita alami lagi. “Those who do not learn from history’ll be condemned to repeat it”. Kita akan dikutuk untuk mengulangi pelajaran yang sama.

Dan di situ penghargaan dengan segala kerendahan hati kami berikan kepada Sri Sultan. Paduka Sri…Sri Paduka. “Sri” berarti mulia, kesejahteraan, “Paduka” berarti langkah. Setiap langkah beliau (terdengar kokok ayam yang dipelihara oleh abdi dalem Kraton)menyejahterakan. Ini adalah Sri Paduka. Tetapi penghargaan ini kita berikan dengan sedikit menodong Sri Sultan, menodong Sri Sultan…Suara Rakyat Yang Mulia, sudah saatnya tinggalkan Jogja, datanglah ke Jakarta. Indonesia membutuhkan Sri Sultan (terdengar gemuruh tepuk tangan hadirin).

Indonesia membutuhkan Sri Sultan, medan perang Kurusetra sudah menantikan kedatangan Arjuna. Terimakasih. Sri Sultan mohon kesediaannya untuk menerima penghargaan kecil ini (terdengar alunan biola lagu Syukur yang dimainkan oleh Idris Sardi) (suasana begitu mengharukan sekaligus berkobar… lantas terdengar gemuruh tepuk tangan para hadirin).

Acara dilanjutkan dengan Sufi Mehfil yakni persembahan Whirling Meditation Dance yang pernah dipopulerkan oleh Maulana Jalaludin Rumi ratusan tahun silam. Dan kini di Bumi Nusantara dipopulerkan kembali oleh Anand Krishna. Malam itu Anand memandu langsung seluruh rangkaian pesta raya pada malam tersebut yang telah digelar oleh-Nya. Dari awal hingga akhir. Demi kau dan kita semua. Bende Mataram: Sembah Sujudku kepada-Mu Ibu Pertiwi. Karena Engkaulah sesunguhnya Habibi, Wujud Nyata Kasih Ilahi.

http://www.rimanews.com/read/20110508/26980/sufi-mehfil-bende-mataram-di-keraton-ngayogyakarta-hadiningrat

Sufi Mehfil Bende Mataram di Keraton Surakarta

Kamis, 5 May 2011 09:00 WIB

Acara ini dihadiri para tamu kehormatan seperti Liny Tjeris dan Maya Safira dari Jakarta. Bahkan putra-putri almarhum Sinuwun Paku Buwono XII pun rawuh. Misalnya Gusti Kanjeng Ratu Galuh Kencana, Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kencono, Drs. KG Kusumo Yudho, Gusti Kanjeng Ratu Retno Dumilah SH, Dra Gusti Kanjeng Ratu Wandan Sari (Gusti Mung). Tak ketinggalan para sesepuh Keraton Surakarta, seperti Prabu Winoso, Noto Sewoyo, Edi Wirobumi, Haryo Kusumo, dan Wiyogo Saputro. Lebih dari 300 orang menyaksikan langsung perhelatan akbar ini. Disiarkan langsung oleh RRI Surakarta dan diliput oleh Jogja TV pada 1 Aril 2007.

Paska tarian persembahan Whirling Meditation Dances, acara Role Play dan lagu-lagu riang bernafaskan Bhinneka Tunggal Ika - Tan Hana Dharma Mangra. Acara dilanjutkan dengan penganugerahan penghargaan "Aku Bangga Jadi Orang Indonesia". Disertai dengan sambutan dari Gusti Mung dan wejangan dari Anand Krishna. Maya Safira Muchtar selaku ketua National Integration Movement (NIM) merasa berbangga bisa berada di Surakarta karena Anand Krishna pun lahir di kota ini. Suatu kebanggaan pula bagi Bangsa dan Rakyat Indonesia karena Yayasan Anand Ashram pada Desember 2006 lalu resmi berafiliasi dengan Badan Informasi Publik PBB.

Sebelumnya Menteri Pertahanan RI, Juwono Sudarsono pada 1 September 2005 di Jakarta mencanangkan Hari Bhakti "Bagimu Ibu Pertiwi" pada Simposium NIM I. Acara ini dihadiri sejumlah pejabat dan tokoh dari berbagai kalangan. Sejak saat itu setiap tanggal 1 September kita peringati sebagai Hari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi (Bende Mataram). Kini dalam rangka merayakan hari ulang tahun NIM yang kedua (11 April 2007), NIM menganugerahkan penghargaan "Aku Bangga Jadi Orang Indonesia".

Suatu kebetulan yang indah karena Gusti Kanjeng Ratu Wandan Sari (Gusti Mung) merupakan tokoh pertama yang mendapat anugerah penghargaan ini. Berkat jasa-jasa beliau melestarikan seni budaya di Surakarta ini. Penghargaan tersebut dipersembahkan pula bagi seluruh Masyarakat Solo.

"Semoga keselamatan dilimpahkan bagi kita semua..." begitulah kata (baca: doa) pembuka Gusti Mung dalam sambutannnya. Putri Bungsu Almarhum Sinuwun PB XII ini memiliki visi untuk mewariskan budaya luhur Nusantara pada anak cucu kita. Beliau menyampaikan kata maaf dan penyesalan sedalam-dalamnya karena Sang Kakak yakni Sinuwun PB XIII tidak dapat hadir di Magangan malam ini karena tengah mengadakan pertemuan dengan Dipertuan Agung di Malaysia.

"Keraton Surakarta Hadiningrat ini merupakan kelanjutan Mataram Islam yang didirikan oleh Eyang Sultan Agung." Begitu papar beliau. Pada 17 Februari 1745 terjadi boyongan dari Kartasura ke Solo, setelah 3 hari di Solo, pada 20 Februari 1745 beliau mendeklarasikan Negara Surakarta Hadininrat. Keraton sejatinya ialah simbol spiritual, yakni proses perjalanan spiritual seseorang tuk menemukan jati diri, kesucian dalam diri. Caranya dengan mengendalikan hawa nafsu. Ajaran luhur ini tersimbolisasikan dalam struktur, arsitektur dan tata letak bangunan Karaton.

Misalnya, alun-alun yang berupa padang pasir yang amat luas. Tatkala siang begitu panas sedangkan pada malam hari terasa dingin. Begitulah kehidupan di dunia ini, ada panas ada dingin, ada baik ada buruk, ada gelap ada terang dst. Alun-alun juga merupakan tempat tapa pepe, yakni cara rakyat menyampaikan aspirasi pada Raja berkait kebijakan dan keadilan. Lantas di Bangsal Pangrawit, Raja duduk di moncong meriam. Maknanya setiap ucapan dan tindakah Raja harus terjaga, tidak boleh semena-mena. Jika keliru berarti harus berani bertanggung-jawab dan siap mati duluan.

Magangan (tempat berlangsungnya acara malam tersebut) secara lahiriah berarti tempat untuk magang abdi dalem, sedangkan secara batiniah berarti alam penantian sebelum menuju alam kesempuranaan, alam awang-uwung. Masih banyak uraian lainnya yang begitu menarik dan menyadarkan bahwa begitu kaya dan luhurnya budaya Spiritual Nusantara.

Anand Krishna menutup acara malam tersebut dengan wejangan yang berapi-api. Sebelum memulai semuanya, dengan penuh kerendahan hati ia mohon ijin kepada para Pangeran, Gusti Putri dan Sesepuh Karaton untuk bicara dan urun rembug. Sura dalam bahasa Jawa Kuno berarti Dewa sedangkan Karta berarti kerja. Surakarta berarti berprilaku seperti para Dewa. Sura juga bermakna Irama. Para pelaku teror kurang berirama. (Disambut dengan tepuk tangan oleh para Pangeran, Sesepuh dan hadirin yang hadir).

Sultan Agung amat berjasa pada kita semua. Selain memperkenalkan perhitungan kalender Jawa, beliau juga mempopulerkan istilah Mataram. Raja Sanjaya seribu tahun sebelumnya telah mempopulerkan istilah Mataram yang berarti Ibu Pertiwi. Kita boleh berada di manapun juga di belahan bumi ini tapi kita tidak bisa menghilangkan ke-Indonesiaan kita, kita semua adalah purtra-putri
Ibu Pertiwi.

Kini pasir laut disedot (bukan dikeruk). Tanpa bayaran sepeserpun. Untuk apa? untuk reklamasi dan membangun 20 rumah mewah di Singapura. Ironisnya para pemiliknya adalah orang Indonesia juga. Rotan kita dicuri. Raib secara gaib ibarat dibawa terbang oleh Gatot Kaca sehingga tak ada yang tahu dan bisa menangkap pelakunya. Pengrajin rotan kita kesulitan mendapat bahan baku rotan, order sih tinggi tapi bahan baku langka. Kita juga akan mendatangkan petani dari luar negri untuk mengajarkan cara bercocok tanam di negri agraris ini.

BBC memberitakan bahwa di luar negri produksi pertanian disubsidi Negara. Misal di Amsterdam, 1 sapi perah disubsidi 2,5 dolar USA setiap hari. Di sini buruh-buruh kita tak lebih dari 2,5 dolar USA gaji hariannya. Bahkan untuk melindungi harga susu agar tetap menguntungkan peternak, kelebihan produksi susu dibuang ke laut untuk makanan biota-biota laut. Lha...kita di
sini: toge, kangkung, beras, biskuit semuanya impor dari luar. Bahkan kain sekalipun.

Almarhum Sinuwun Paku Buwono XII pernah berkunjung ke Padepokan kami di One Earth Ciawi Bogor, beliua merasa begitu krasan di tempat itu. Bahkan turut menandatangani Prasasti yang menyatakan tekad anak bangsa untuk kembali kepada nilai-nilai budaya spiritual Nusantara. Sir Thomas Stamford Raffles tahu benar hal ini. Kalau mau menguasi Nusantara harus lewat pendekatan budaya (Cultural Approach). Lantas Karaton dibuat-buat seolah feodal sehingga terpisah dengan rakyat jelata sehingga mudah dikuasai.

Bahkan kini ada pihak-pihak yang melarang orang menari, kita boleh beragama Islam tapi jangan beragama Arab dan mengimpor budaya asing. Saya ada dokumentasi di Perpustakaan Dewantara Tagore di Bogor sana yang memperlihatkan secara jelas cara orang-orang Arab menari. Mereka membawa pedang karena belum beradab. Sehingga bisa saling membunuh satu sama lain. Itulah sebabnya kenapa Kanjeng Nabi melarang tarian. Sekarang konteksnya beda, Dan kita, bangsa Indonesia sudah beradab dan berbudaya sehingga tak perlu ada larangan untuk menari. Ada prediksi yang menyatakan bahwa pada 2020 Indoneisa akan terpecah menjadi 5 negara. Kita semua harus mencegahnya.

Sejak 2000 tahun silam kita sudah punya sistem hukum yang berjalan baik. Di Arab belum ada jaksa, hakim dan penjara sehingga jika ada orang mencuri langsung dipotong tangannya. Ada penelitian yang menyimpulkan bahwa memang pusat Sriwijaya ada di sini. Sebuah Dinasti yang mampu berkuasa selama 400 tahun (800-1200) . Dalam sejarah umat manusia belum ada dinasti lain yang berkuasa selama itu. Lantas Singasari dan Majapahit berjaya selam 400 tahun. Sultan Agung yang memimpin kerajaan Mataram juga meneruskan kejayaaan tersebut. Saat itu budaya yang menyatukan tak ditinggalkan, walau ada agama yang berbeda-beda.

Walau kita sekolah bahasa dengan metode secanggih apapun jua tak akan membuat kita fasih berbahasa Arab. Sayangnya lagi, saat naik haji, para jemaah hanya dibawa ke Saudi Arabia saja yang dikuasai oleh aliran Wahabi. Satu sekte dalam Islam yang begitu keras. Jika Wahhabi dan Taliban berkuasa di Indonesia ini. Mereka hanya akan mampu bertahan selama 2, 5 tahun. Tapi biayanya begitu besar. Kita akan terpecah belah. Papua, Bali, Sulawesi, Jawa, Sumatra akan memisahkan diri. Padahal Jawa sudah tak memiliki Sumber Daya Alam lagi.

Fanatisme agama memang sengaja dimunculkan untuk menyulut pertikaian dan kericuhan. Bayangkan 200 juta orang rakyat Indonesia. Mereka tak butuh beras, mereka menjadi konsumen senjata. Konflik di Poso dan Maluku, kita semua tahu lah siap dalangnya. Kita semua harus bersatu, tak perlu menunggu Pemerintah yang sibuk mengurusi kekuasaan.

Di San Fransisco kini ada regulasi pembatasan penggunaan tas kresek karena itu berdampak pada pemanasan global (Global Warming). Jika suhu air laut naik 1,5 derajat celsius ribuan pulau di Indonesia akan tenggelam. Bahkan lampu-lapu neon di Magangan inipun harus kita impor dari luar. Saat saya ke Shanghai/ Beijing beberapa tahun lalu, tak ada motor rongsokan di sana. Kenapa? Saya diberi tahu oleh warga setempat bahwa motor-motor rongsokan tersebut sudah di ekspor ke Indonesia. Mulai sekarang jangan beli motor itu. Swadesi kata Mahatma Gandhi, cinta pada Negara diwujudka dengan memakai produk dalam negeri.

Kini marak terjadi orang-orang kaya baru ditelepon oleh Bank-bank Internasional. Mereka para OKB tersebut ditawari kartu kredit. Kita diproyeksikan menjadi bangsa dan negara penghutang. Aset negara dijual. Tiap kata yang kita ucapkan lewat telpon/HP dalam seminggu bisa direkam dan didengar oleh orang-orang asing. Perbankan dan sarana telekomunikasi semuanya dikuasai oleh orang luar.

Lantas apakah kita harus berontak? Tidak! Yang dibutuhkan ialah kesadaran.

Masakan air yang berasal dari negeri kita sendiri kok harus bayar ke orang Prancis. Mulai sekarang kalau belanja di Mall cek "made in", buatan mana? beli dan pakai yang buatan dalam negri. Jika ada 200-300 orang yang melakukan hal ini kita bisa bangkit. Kunjungi juga pasar-pasar tradisonal. Dengan cara itu Gandhi bisa mengusir kaum imperialis Inggris dari India.Kini setiap tahun 200 juta dollar USA kita boroskan untuk membeli sayuran, buah-buahan dari Cina, yang keesokan harinya akan menjadi kotoran. Kita semua bertanggung jawab!

Jangan hanya mengadakan Pesta Rakyat di Prambanan dan Borobudur. Keluar juga, adakan Pesta Rakyat di Mall-mall. Cukup memberi tahu pada pihak pengelola Mall dan aparat kemanaan yang bertugas di sana. Kita ngamen tanpa terima uang sepeserpun. Jika ditangkap dan dipenjara maka teruslah bernyanyi di dalam penjara.

Tapi perlu diingat NIM adalah organisasi non partisan. Aturannya jelas dan tegas, setiap pengurus NIM tak boleh menjadi anggota partai tertentu dan terjun ke dalam politik praktis. Mari kita melayani Ibu Pertiwi dan segenap anak bangsa. Perlu ada revitalisasi bangunan Keraton. Baik yang diluar maupun yang di dalam. Keraton sejatinya adalah Mercu Suar, Pembawa Obor!

http://www.rimanews.com/read/20110505/26621/sufi-mehfil-bende-mataram-di-keraton-surakarta

Mengungkap 4 Kejanggalan Kasus Anand Krishna

Jumat, 6 May 2011 09:22 WIB


Anand Krishna dituduh melakukan pelecehan seksual. Padahal hal ini tak pernah terjadi. Dalam pengadilan terbukti tak satu pun saksi melihat secara langsung. Bahkan jalannya persidangan cenderung melenceng ke arah penghakiman terhadap pemikirannya.

Kejanggalan ke-1:

Tara (pelapor pelecehan seksual) sebelumnya baik-baik saja. Tapi ia kemudian tiba-tiba menghilang dari dunia luar selama 3-4 bulan. Tara diterapi secara overdosis oleh DY. Yakni sebanyak 45 kali dalam rentang waktu 3 bulan.

Dalam terapi tersebut diduga ada unsur pengarahan alias penanaman ingatan palsu. Akibatnya, Tara si pelapor merasa dilecehkan. Bahkan selama persidangan, ia jarang sekali hadir. Yang datang justru para saksi yang notabene sama sekali tidak melihat pelecehan seksual itu terjadi.

Kejanggalan ke-2:

Alibi Anand kuat. Tara mengaku telah dilecehkan pada 21 Maret 2009 di Ciawi, Bogor. Padahal pada tanggal tersebut Anand Krishna sedang mengadakan kegiatan Open House di Sunter, Jakarta Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta.

Kejanggalan ke-3:

Visum membuktikan Tara tak pernah mengalami kekerasan seksual. Ia masih perawan. Anehnya, selama persidangan, hanya 10% yang membahas ihwal kasus pelecehan seksual. Selebihnya, justru mendiskreditkan kegiatan Yayasan Anand Ashram.

Yakni seputar pluralisme, buku dan ceramah Anand. Sungguh berbalik 180 derajat dari pemberitaan di media. Pelecehan seksuallah yang digembar-gemborkan untuk mencari sensasi dan membuat masyarakat benci terhadap Anand Krishna.

Kejanggalan ke-4:

Motif utama kasus ini ialah pengambilalihan aset Yayasan Anand Ashram (YAA). Sehingga semua perjuangan pluralisme dan perdamaian bisa dihentikan. YAA didirikan oleh Anand Krishna pada 14 Januari 1991. Dan telah berafiliasi dengan lembaga internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2006.

Yayasan ini dapat saja disalahgunakan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab. Yakni untuk mengeruk keuntungan dengan mencari dana sebanyak-banyaknya.

Selama ini Anand Krishna walaupun sudah lama berafiliasi dengan PBB. Sekalipun tidak pernah menyalahgunakan kepercayaan tersebut untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Semua kegiatan dilakukan dengan swadaya para sahabat yang peduli terhadap pluralisme dan kebhinnekaan di Indonesia.

Berikan dukungan Anda sehingga proses persidangan Anand Krishna dapat berjalan dengan adil. Semoga hukum di Indonesia masih mendengarkan suara kecil hati nurani sehingga berpihak kepada yang benar dan bukan hanya kepada yang bayar.

____________________________________

http://www.rimanews.com/read/20110506/26761/mengungkap-4-kejanggalan-kasus-anand-krishna

Mei 03, 2011

Bagaimana dengan “Osama” nya Indonesia?

OPINI | 02 May 2011 | 15:24 128 13 Nihil


13043240851486047711

Pasca bertahun-tahun menjadi buronan akhirnya Osama bin Laden tewas. Menurut berita yang dilansir CNN pada Senin (2/5/2011), pemimpin jaringan Al Qaeda tersebut mati di pinggiran Pakistan. Pria berdarah Arab Saudi ini terbunuh dalam operasi intelijen Amerika Serikat yang menargetkan sebuah bangunan di Islamabad.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama akan menyampaikan pidato resmi mengumumkan kematian si gembong eroris. Osama telah diburu pasukan US Army sejak terjadinya serangan bom terhadap target-target Barat. Termasuk tragedi kemanusiaan 11 /9/ 2001 di New York dan Washington DC.

Semua orang yang cinta perdamaian tentu merayakan kematian Osama. Walau ideologi kekerasan masih merajarela, kita patut bersyukur karena kini maskot mereka sudah tiada. Lantas, bagaimana dengan “Osama” nya Indonesia? Antara lain, kelompok-kelompok yang menghamba pada cara-cara barbarian. Dalam arti mau menang dan benar sendiri. Siapapun yang berseberangan dengan paham Wahhabi dianggap musuh dan dihalalkan darahnya.

Semoga kematian Osama bisa menyadarkan kita akan kebenaran sederhana, “Barang siapa menebarkan kekerasan maka ia akan terbunuh karena kekerasan pula.” Senada dengan sebuah paribasan Kejawen, “Sopo sik nandur mesti ngunduh.”

Akhir kata, marilah menanamkan benih perdamaian, cinta, dan harmoni di antara sesama anak bangsa. Terlepas dari perbedaan suku, agama, dan ras. Seperti petikan tembang karya Asa Jatmika yang acapkali dinyanyikan oleh anak-anak di lereng Merapi:

“Burung gagak menjahit langit,

lenguh lembu di kejauhan,

petani jelaga di puncak bukit,

nyanyi katak di ladang kerinduan,

menabur sejuk, damai, kehidupan,

aku datang dengan cinta…”

1304324332138851281

Sumber Foto: Google.com dan Dokumentasi Pribadi