Juli 29, 2011

Saling Apresiasi Kebhinekaan? Di Sini Kita Sudah Praksiskan!




131193145258630187

Walau sudah sejak sekolah SMA, kuliah, dan kini bekerja di Yogyakarta, saya belum pernah sekalipun berkunjung ke Candi Plaosan. Padahal jaraknya hanya 16 km dari pusat Gudeg City. Beruntung sore itu National Integration Movement (NIM) menggelar acara Orasi Budaya dan Doa Bersama: Menyambut Ramadhan dalam Kebhinekaan pada Kamis (28/7/2011). Sehingga saya dapat menyaksikan langsung karya agung leluhur tersebut.

Menurut kamus Wikipedia, Candi Plaosan merupakan kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan. Jaraknya hanya 1,5 km ke arah timur-laut Candi Prambanan yang notabene bercorak Hindu. Kendati demikian, Candi Plaosan yang berarsitektur Buddhis dapat berdiri saling berdampingan dalam damai. Hal ini menunjukkan bahwa para leluhur kita begitu mengapresiasi kebhinekaan.

Sejarah mencatat kompleks percandian ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Masyarakat sekitar lebih mengenalnya sebagai peninggalan Kerajaan Medang/Mataram Kuno. Candi Induk Selatan Plaosan Lor dipugar pada 1962 oleh Dinas Purbakala. Sementara itu, Candi Induk Selatan direnovasi pada 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.

Acara orasi budaya dan doa bersama ini terselengggara berkat kerjasama Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), National Integration Movement (NIM), Lingkar Pelangi Nusantara, Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI Damai), Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila, Lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP), AFSC (American Friends Service Committee), dan Paguyuban Tri Tunggal.

1311932920844570917
dr Wayan Sayoga (kedua dari kiri)

Ramadhan merupakan bulan suci umat Islam. Sebagai sarana kembali ke dalam diri. Sebuah momentum untuk melihat kembali perjalanan kita selama ini. Apakah sudah tepat atau belum? Begitulah kata sambutan dari dr. Wayan Sayoga, selaku Direktur Eksekutif NIM saat membuka acara. Pria asal Bali tersebut mengingatkan pula bahwa prinsip dasar Pancasila tetap dapat diterapkan hingga kini. Bahkan di mana saja, tak hanya di Indonesia.

Lebih lanjut dr. Sayoga mengingatkan bahwa fundamentalisme yang merebak belakangan ini tidak sesuai dengan cita-cita para founding fathers. Kebanggaan pada budaya Nusantara menjadi kata kunci. Pada masa Sriwijaya leluhur kita memiliki maskapai pelayaran sendiri untuk mengekspor rempah-rempah ke Madagaskar, bahkan semua itu dilakukan demi kesejahteraan rakyat. “Kita perlu meneguhkan persatuan dan kecintaan pada bangsa ini kembali, ” ujarnya.

1311932867475999530
Romo Agus Pr (paling kanan)

Seorang rohaniwan muda, Romo Agus Pr dari perwakilan umat Kristiani menyambut baik peristiwa budaya semacam ini. Dalam orasinya, Pastor Paroki Bintaran dan Pringgolayan tersebut mengajak seluruh peserta saling meneguhkan kebhinekaan di antara sesama anak bangsa.

“Perbedaan sebagai suatu kenisacayaan menambah keindahan hidup ini. Sebagai wong Jawa, Ibarat simponi musik gamelan, masing-masing instrumen saling bersinergi menyajikan satu harmoni,” tandasnya.

Lebih lanjut, menurut Dosen Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma ini, memang dalam tataran ritual, setiap umat beragama menjalankan ibadah sesuai ajarannya masing-masing. Kendati demikian, ada ajaran universal yang menyatukan kita semua, seperti misalnya cinta kasih. Entah itu terhadap Tuhan maupun sesama. Apapun agama, suku, bahasa, dan latar belakang kita memiliki misi yang sama, yakni kebersamaan dan kerukunan.

Ia menganalogikannya ibarat ruji sepeda, semakin dekat dengan As atau Pusat, semakin kita dekat dengan sesama yang lainnya. Bulan Ramadhan menjadi momentum untuk menyucikan diri dan mendekatkan diri pada Tuhan. Sehingga kita dapat melayani sesama, hidup rukun dan damai dalam keberagaman.

1311933597228224792
Kyai Jadul Maulana

Kyai Jadul Maulana dari perwakilan umat Islam berpendapat senada, “Setiap manusia sedang mengejar kesempurnaannya sebagai manusia”. Menurut pengasuh Pondok Pesanteren Kali Opak, Bantul ini lakon perwayangan merupakan simbolisasi proses tersebut.

Ia sedikit terkejut karena tema acara ini sama dengan tema peringatan 500 tahun Sunan Kalijogo. Yakni meneguhkan jati diri bangsa dan kebhinekaan. Saat ini digelar selama 11 malam di Alun-alun Utara Yogyakarta oleh Nahdatul Ulama (NU).

Mereka menggunakan wahana wayang golek untuk menyajikan tontonan yang mengandung tuntunan. Pada malam penutupan, Sabtu (30/7/2011) akan dihadiri oleh Ngarso Dalem HB X dan Prof. KH Said Agil Siraq, MA. Beliau mengundang semua peserta yang hadir sore itu untuk berpartisipasi.

Kyai mengungkapkan bahwa dalam kitab Mutiara (nasehat-nasehat), bulan Ramadhan dimaknai sebagai bulan penuh kemuliaan, pintu rahmat dan ampunan di buka selebar-lebarnya.

Secara lebih mendalam, pendiri Yayasan LKiS ini melihat perbedaaan agama sebagai sesuatu yang relatif. Ia menceritakan kisah seorang Yahudi yang tinggal di lingkungan umat Muslim. Ada orang Islam yang berpuasa, tetapi saat berbuka ia tak mempunyai makanan. Lantas, orang Yahudi tersebut menyuguhkan hidangan untuk berbuka. Padahal ia sendiri tidak berpuasa. Keesokan harinya, orang Yahudi itu wafat dan ada Kyai yang bermimpi bahwa orang Yahudi tersebut sudah ke dalam surga.

Intinya, para santri kini cenderung diajar secara dogmatis. Sehingga mereka menutup mata terhadap kebenaran lain. Selain itu, Fiqh juga menjadi ekslusif. “Padahal sejatinya pengelolaan keimanan dan metode lainnya musti diabdikan untuk ketulusan hubungan dengan Tuhan dan sesama,” imbuhnya

Kyai Jadul memaparkan pula bahwa sejatinya ibadah pusa merupakan ajaran luhur para Nabi. Untuk meruhanikan diri. Pada bulan Ramadhan kita mengambil jarak dari materi. Tujuannya agar kesadaran kita total beriman pada-Nya.

Acara ini, menurutnya, ibarat Telaga Al Kautsar. Sarana untuk menyadari bahwa Hyang Satu melahirkan keberagaman dan keberagaman tersebut pada akhirnya juga menuju kembali pada Hyang Satu. Bila kita meminum setetes air dari sini maka kita tidak akan merasa haus lagi. Hidup menjadi tentram, damai, dan tidak lagi mempersoalkan perbedaan duniawi.

1311933763447107549

Bhiku Sasana Bodhitera dari Vihara Gunung Kidul

“Salam damai, senang sekali bisa hadir di sini,”" sapa Bhiku mengawali orasi budayanya. Ia mengaku suka membaca buku-buku Anand Krishna, sering melihatnya di televisi, tapi baru sekarang dapat bertemu langsung. “Sungguh membahagiakan sekali. Suasana ini memberi pengharapan pada bangsa yang besar, plural, dan majemuk,” ujarnya.

Ia tetap optimis, aalaupun peserta yang hadir tidak banyak tetapi mewakili seluruh komponen bangsa. Kita bisa membawa pesan ini ke komunitas kita masing-masing.

Bhiku juga berpendapat bahwa para bapa bagsa kita sangat visioner. Mereka bukan sekedar pujangga, negeri kita sungguh gemah ripah loh jinawi, bahkan ibarat surga di bumi. Tanahnya subur, aneka bunga, buah-buahan, rerumputan tumbuh di sini. Emas dan permata terkandung di dalam bumi Pertiwi.

Tapi ada beberapa anak nakal yang mengadu domba dan hendak menikmati sendiri anugerah tersebut. Khususnya pada beberapa dekade terakhir. Kita berebutan menjadi pejabat, padahal perlu ada juga yang menjadi anggota masyarakat kan?

Bhiku mengajak seluruh peserta yang hadir bertanya pada diri sendiri, “Jangan hanya bertanya pada rumput yang bergoyang, karena jawabannya juga hanya goyangan,” ujarnya dengan penuh canda. Mari bertanya pada diri masing-masing, “Persembahan apa yang telah kita berikan pada Ibu Pertiwi sebagai seorang anak bangsa?”

1311933836992877461

Selanjutnya dari perwakilan umat Hindu. I Wayan Sumerta, selaku Ketua PHDI Yogyakarta menyampaikan dalam orasinya bahwa dalam Hindu ada istilah Brata. Mirip seperti puasa, intinya ialah mawas diri untuk kembali pada Sang Pencipta.

13119338691453783626

Anand Krishna juga turut menyampaikan orasi budaya. Tokoh humanis lintas agama ini menyatakan tak perlu berkecil hati walau peserta yang hadir sedikit. Ibarat membuat yoghurt, kita hanya membutuhkan 1 sendok teh kecil untuk merubah 1 liter susu. Kalau terlalu banyak malah terlalu asam.

Sama halnya kalau jumlah kita terlalu besar kita akan ribut sendiri. Dulu hanya 2 orang yang berani memproklamirkan kemerdekaan Indonesia atas nama bangsa Indonesia (Soekarno Hatta). Kurawa juga banyak, Pandawa hanya 5. Saat dikejar-kejar suku Quraish, Nabi Muhammad SAW hijrah dengan belasan orang saja. Tapi Beliau dikenang dalam sejarah umat manusia.

Menurut Anand Krishna, bangsa Eropa tak akan mengenal peradaban tanpa adanya Islam. Saat itu sungguh sulit menuliskan bilangan Romawi. Angka O (Nol/Sunya) berasal dari peradaban Sindhu (dari Gandahar, sekarang Afganistan sampai Astaraley, kini Australia, termasuk kepulauan Nusantara), lantas dibawa ke Arab dan akhirnya sampai ke Eropa. Ironisnya, kita lupa pada itu semua.

Bahkan seorang pejabat, di sebuah acara formal yang dihadiri ratusan orang berkata bahwa kita tak memiliki budaya Nusantara. Padahal Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa Pancasila merupakan nilai-nilai luhur budaya yang berasal dari seluruh kepulauan di Indonesia.

Almarhum ayahanda Anand Krishna berasal dari Pakistan. Pada 1947 Baba Tolaram menjual semua harta miliknya, ia pindah dari Surakarta kembali ke tanah kelahirannya. Keluarganya di sana ada yang beragama Islam, Sikh, Hindu, dll.

Mereka tinggal di satu rumah besar, tapi masih sering bertengkar sendiri. Oleh sebab itulah, ia memilih Indonesia lagi. Ada 2 hal yang menyebabkanya: Bung Karno dan Pancasila. Padahal saat itu ia diberi kebebasan untuk memilih kewarganegaraan. Entah itu Inggris, Pakistan, atau India.

Oleh sebab itulah, saat menjadi duta bangsa dalam forum internasional Parliament of the World’s Religions di Melbourne, Australia pada 2009, Anand menawarkan Pancasila sebagai solusi bagi dunia. Menurutnya, Bhinneka Tunggal Ika - Tan Hana Dharma Mangrwa berarti tampaknya berbeda tapi esensinya sama (Appearing many but essentially one).

Dalam orasi budayanya sore itu, Anand juga bercerita tentang Sang Ibu. Bahasa ibunya bahasa Arab. Sehingga ia sedikit-banyak bisa membaca Al-Quran. Bahkan Gurunya, Sheikh Baba yang berprofesi sebagai penjual es balok di Lucknow, India begitu “fanatik” dengan sebuah hadis, berikut ini tafsiran bebasnya, “Bila engkau membiarkan tetanggamu tidur dengan perut kosong, maka engkau belum menjadi seorang Mukmin.”

Senada dengan apa yang disabdakan Yesus, “Cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri”. Di dalam kitab suci Al-Quran juga disampaikan bahwa siapapun yang beramal saleh dan bertakwa maka tak ada kekhawatiran dalam dirinya. Seperti wejangan Sang Buddha, “”Batu-batupun pada akhirnya akan menjadi Buddha.”"

Memang dalam hal akidah, teologi kita tak bisa bersatu. Tapi bukan perbedaan itu yang kita kedepankan, apalagi untuk memicu konflik. Kita musti mengumandangkan kesamaan nilai-nilai universal yang terkandung dalam setiap ajaran agama dan kepercayaan.

Acara di Candi Plaosan ini diakhiri dengan doa bersama. Masing-masing tokoh agama memimpin prosesi sakral tersebut. Ratusan peserta yang hadir berdiri dan memejamkan mata dengan penuh hikmat. Meski berdoa dengan cara berbeda, tapi sejatinya semua berdoa pada Ia Hyang Satu adanya. Saling apresiasi kebhinekaan? Di sini kita sudah praksiskan!

13119318841476560251

Fotografer:

Ni Wayan Suriastini

Agung Kurniawan

http://www.facebook.com/media/set/?set=a.2081613133187.115088.1630856758&type=1

Suryaning Dewanti Sudharmadi

http://www.facebook.com/media/set/?set=a.10150262336382662.338021.687112661

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/29/saling-apresiasi-kebhinekaan-di-sini-kita-sudah-praksiskan/

Praktik Meditasi dalam Keseharian

Dimuat di RIMANEWS.COM

http://www.rimanews.com/read/20110729/36222/praktik-meditasi-dalam-keseharian

Jumat, 29 Jul 2011 04:09 WIB

RIMANEWS - Yayasan Anand Ashram (YAA) kembali mengadakan bhakti sosial. Acara bulanan rutin ini merupakan sarana menerapkan meditasi dalam keseharian. Pada Minggu (24/7/2011) yayasan lintas agama yang berafiliasi dengan PBB tersebut berkunjung ke Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih di Jl. Dakota II RT.010/09 Kelurahan Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Banner besar terpampang di salah satu pojok Panti. Isinya menyatakan bahwa kita sebagai manusia sejatinya sama. Sehingga harus saling menyelamatkan, melindungi, dan memulihkan. Sebab apa yang terjadi pada dirimu, bisa juga terjadi pada diriku.

Panti yang dikelola Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta ini menampung para perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan rumah tangga ataupun perceraian. Di Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih, Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) memberikan terapi mengatasi kecemasan. Sehingga para penghuni panti dapat mengatasi masalah psikologis mereka. Ketua Panitia, Rudi Hartono menyampaikan kata sambutan dan mengenalkan ihwal YAA.

Selanjutnya, secara lebih rinci Maya Safira Muchtar menjelaskan tentang Program Mengatasi Trauma. Terapis di L'Ayurveda ini pernah mengalami trauma juga. Tapi ia bisa bebas dari hal tersebut berkat latihan meditasi dan bimbingan Anand Krishna.

Para peserta yang terdiri dari 30 orang ini begitu antusias mendengarkan. Mereka ingin segera mempraktikkan terapi untuk membuang kecemasan. Tapi sebelumnya, Dian Martin selaku Fasilitator mendemonstrasikan cara membuang kecemasan tersebut. Analoginya ibarat menuangkan air ke wadah yang lain. Sehingga kita menjadi bersih, lega, dan nyaman. Otomatis kita mampu bangkit untuk mengisi hidup dengan penuh warna.

Awalnya, semua diajak untuk menutup mata dan melihat segala macam kegelisahan di dalam diri. Setelah itu dikeluarkan dengan gerakan, tangisan, ataupun teriakan. Latihan sederhana ini membuat mereka merasa lega. Lantas, peserta diajak bernyanyi dan menari. Sitha Soerjo memimpin sesi heboh ini. Beban peserta yang tadi sudah sedikit terbuang harus diisi dengan sesuatu yang baru. Yakni keceriaan dan semangat.

Beban kehidupan mereka menjadi lebih ringan. Kenapa? karena pancaran oleh energi keceriaan yang berasal dari dalam diri mereka sendiri. Sebagai kenang-kenangan dan ucapan terimakasih Komunitas Pecinta Anand Ashram memberikan cinderamata dan membagikan makanan ke peserta. Acara diakhiri dengan makan bersama dan penyerahan obat-obatan kepada Panti Sosial Perlindungan Bhakti Kasih yang langsung diberikan oleh Anand Krishna.

Juli 27, 2011

Orasi Budaya dan Doa Bersama “Menyambut Ramadhan Dalam Kebhinnekaan”

13117504472002221149

Marhaban Ya Ramadhan, tidak terasa satu tahun telah berlalu, dan kini bulan Ramadhan kembali datang menyapa. Ramadhan kita maknai sebagai hikmah perdamaian dan berkah bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi umat Muslim semata. Kekerasan atas nama agama yang bereskalasi tinggi akhir-akhir ini, secara tidak langsung berimbas pada terancamnya kerukunan dan kedamaian dalam kehidupan antar umat beragama dan kepercayaan di Indonesia. Masyarakat menjadi kehilangan rasa percaya diri dan kedamaian hati.

Bulan Ramadhan mengajak seluruh umat kembali melakukan refleksi ke dalam diri, mengingatkan kita bahwasanya kedamaian dapat kita wujudkan bersama. Ramadhan membawa hikmah persaudaraan dan kesahajaan yang memekarkan kembali semangat nilai-nilai kemanusiaan yang dalam kondisi saat ini, mulai terkikis.

Kami mengundang semua saja untuk hadir dalam acara:

Orasi Budaya dan Doa Bersama dengan tema ”Menyambut Ramadhan Dalam Kebhinnekaan” yang akan diselenggarakan pada

Hari/tanggal : Kamis, 28 Juli 2011, 16.00-17.00 WIB

Kawasan Kompleks Candi Plaosan

Jalan Raya Jogja-Solo KM.16 (Dukuh Plaosan, Desa Bugisan sebelah timur laut Prambanan)

Pembicara:
- Kyai Jadul
- Rm.Sapto Raharjo
- Anand Krishna

Doa Bersama yg dipimpin oleh Tokoh2 Agama.

Acara yang diselenggarakan oleh National Integration Movement (NIM) bekerja sama, Komunitas Pecinta Anand Ashram, LSIP (Lembaga Studi Islam & Politik), Aji Damai (Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai), AFSC (American Friends Service Committee), dan Paguyuban Tri Tunggal.

Semua ini untuk mengingatkan kembali bahwasanya bangsa Indonesia tidak pernah memiliki budaya anarkis. Justru sebaliknya, mewarisi nilai-nilai luhur universal yang terumuskan dalam Pancasila. Selain itu, para tokoh agama dari berbagai latar belakang agama akan menggelar doa bersama, untuk kedamaian bangsa ini.

Pancasila sebagai jati-diri bangsa Indonesia yang majemuk, dipersatukan oleh semboyan Bhinneka Tunggal Ika, mengedepankan semangat persatuan dan kesatuan, yang sekaligus menjadi ajaran inti semua ajaran agama di dunia. Seluruh agama menganjurkan persatuan, dan saling mengarifi. Dalam momen kesukacitaan menyambut Ramadhan ini, kembali menoleh ke Jati Diri Bangsa, diharapkan kita menyadari dalam keberagaman, tanpa memandang suku, agama, ras ataupun bahasa, kita wujudkan kehidupan damai.

Damai Ramadhan adalah berkah bagi seluruh umat manusia.

Contact Person: Tunggul (081932581234) / Kikiq (0811258648)

Juli 23, 2011

Berguru pada Katak

Dimuat di http://www.rimanews.com/read/20110722/35583/berguru-pada-katak

Jumat, 22 Jul 2011 10:41 WIB

Selama ini falsafah Kejawen cenderung diajarkan secara lisan. Turun-temurun dari leluhur terdahulu kepada anak-cucu kita. Karena sebatas getog tular, acapkali terjadi salah persepsi. Jerih payah Jalu Suwangsa untuk mendokumentasikan wewarah para pinisepuh secara tertulis patut diapresiasi. Agar generasi muda kelak tidak menjadi seperti kacang lupa kulitnya.

Buku ini berisi wejangan seekor katak tua (sepuh) kepada para precil (katak muda). Setting-nya berupa kolam ikan berair jernih di halaman rumah Ki Jalu. Khotbah sang katak berlangsung selama 5 senja non stop. Setiap sore mereka berkumpul dan saling urun rembug ihwal apa/siapa manusia itu.

Menurut katak tua, struktur manusia terdiri atas 3 tataran. Pertama, tataran manusia wadhag yang bersifat fisikal. Kedua, tataran jejering menungsa, blegering menungsa, menungsa urip atau manusia hidup yang bersifat fisikal dan rohaniah. Ketiga, tataran menungsa sampurna atau manusia yang bersifat adikodrati (halaman 67).

Uniknya, komposisi kemanusiaan seseorang tersebut digambarkan ibarat secangkir kopi susu. Di dalam cangkir terdapat kopi, susu, gula, dan air mendidih. Kendati demikian, yang terlihat kini hanya minuman panas yang siap di-sruput untuk menghangatkan badan.

Bedanya, kalau minuman tersebut masih bisa diurai secara kimiawi, sampai ditemukan kembali unsur-unsur pembentuk awal. Sedangkan pada manusia, tak bisa diurai aneka unsur pembentuknya. Kenapa? karena manusia sangatlah istimewa. Dalam bahasa Ki Jalu, tan kena dinalar alias tak dapat dijelaskan dengan kata-kata secara tuntas.

Catur Ha

Wejangan lainnya ialah ihwal Catur Ha. Menurut sang katak, setiap manusia sejati menyandang 4 “ha”. Pertama, (ha)mersudi karahajaning diri berarti memelihara kesejahteraan diri sendiri. Sekurang-kurangnya memikirkan: angga (tubuh diri pribadi), kulawarga (keluarga, istri/suami, anak), wisma (rumah), turangga (kendaraan), sifat kandel (benda-benda pusaka), dan kukila atau kelangenan (hewan peliharaan). Sebagai manusia hidup memang musti memikirkan sandang, pangan, dan papan.

Kedua, (ha)linuberan sih ing sasama yang berarti dipenuhi rasa belas kasih kepada sesama. Menurut sang katak, manusia sejati tidak membedakan sesama. Terlepas dari perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Manusia sejati menghormati dan mengasihi sesama seperti menghormati dan mengasihi dirinya sendiri. Manusia sejati hidup mandiri dalam kebersamaan dengan segenap titah ciptaan lainnya.

Ketiga, (ha)memayu hayuning bawana yang artinya ikut memelihara kebaikan dunia. Alam dengan segala isinya diciptakan oleh Sang Khalik dengan baik adanya. Manusia berkewajiban untuk memeliharanya. Manusia sejati tidak akan berperilaku yang merusak dunia ini.

Keempat, (ha)ngabekti ing Pangeran yang berarti manusia sejati di-ewengkoni atau bergayut pada dan dikendalikan oleh roh yang ditiupkan sendiri oleh Penciptanya. Perilaku manusia sejati sehari-harinya kaya dene nyandhang catur “ha” atau mbudi daya keempat dimensi kehidupan di atas. Dengan kata lain manusia sejati akan bersikap sumarah mring Pangeran atau berserah diri pada Penciptanya.

Secara filsafati bacaan ini tergolong berbobot. Sungguh jenius cara Ki Jalu mengemasnya lewat dialog ringan di senja kala. Dengan memainkan lakon Katak, lengkap dengan para precil-nya. Kalau katak saja ingin memuliakan Penciptanya, masakan manusia enggan melakukan laku serupa. Begitulah sindirian halus Jalu Suwangsa yang hendak disampaikan lewat buku ini.

____________________________

Peresensi: T. Nugroho Angkasa

Judul: Katak pun Ingin Memuliakan Penciptanya

Penulis: Ki Jalu Suwangsa

Penerbit: Kepel Press

Cetakan: I, 2011

Tebal: viii +135 halaman

ISBN: 978-979-3075-92-1

Upaya Sistematis Membungkam Suara Anand Krishna Kian Terungkap


HMINEWS – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha P Berliana Tobing SH hanya mendatangkan 2 saksi dalam persidangan Anand Krishna pada Rabu (20/7/2011) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Padahal sebelumnya ia mengusulkan agar persidangan berjalan efisien dan hemat karena sudah hampir setahun berlangsung. Setidaknya dalam setiap persidangan JPU bisa menghadirkan 3 saksi.

Saksi pertama, Demitrius mengaku bahwa bukan karena isu pelecehan ia keluar dari Anand Ashram tapi karena hal lain. “Saksi bersaksi di persidangan, ia kecewa dengan konstruksi rumah yang dibeli di Ciawi. Tapi saksi juga mengakui bahwa persoalan ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan pada 2005-2006 lalu. Adapun rumah yang dimaksud tak bersertifikat atas nama dirinya, melainkan atas nama mantan istrinya,” ujar kuasa hukum Anand, Astro Girsang.

Demitrius merupakan mantan pecandu narkoba jenis shabu-shabu, seperti diceritakan mantan istrinya dalam buku Neo Man Neo Vision. Ia mengaku pernah melihat terdakwa melakukan hubungan seksual di kegelapan malam. Padahal ia melihatnya dari jarak 30 meter lewat sebuah jendela yang tirainya sedikit terbuka.

“Bagaimana dia mampu melihat dari jarak sejauh itu, di kegelapan malam hari, dari sebuah jendela kecil berkorden? Itu pun terjadi sebelum dirinya keluar pada 2005 sehingga tidak ada kaitannya sama sekali dengan kasus yang dilaporkan. Kualitas kesaksian seperti ini sangat meragukan dan mudah direkayasa,” ujar kuasa hukum Anand lainnya, Andreas Nahod.

Pada kesaksian kali ini pun, keterangan yang diberikan sangat berbeda dengan kesaksian sebelumnya ini. Saksi justru bercerita ihwal kegiatan-kegiatan meditasi di Anand Ashram. Selai itu ia juga mengatakan bahwa ajaran Anand tidak boleh dibantah siapapun.

Bantahan

“Anand Krishna sendiri membantah seluruh keterangan saksi ini, apalagi saksi ini tidak mengenal pelapor ketika dia keluar dari Ashram,” tukas Astro Girsang.

Salah satu peserta meditasi dari Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), H. Abdul Aziz, yang ditemui di PN Jaksel usai sidang juga membantah keterangan saksi. Menurutnya, dalam setiap pertemuan selalu bersifat dinamis dan terjadi dialog. Selain itu, ada juga sesi tanya-jawab.

“Pak Anand bukanlah guru yang pantang dibantah, melainkan penceramah yang selalu menginginkan terjadinya proses interaktif. Yakni antara dirinya dan para pendengar dan pembaca bukunya,” tutur produser film Soul Quest ini.

Dirinya juga membantah adanya bai’at untuk mengangkat murid di Anand Ashram, ia menganggap tuntutan hukum ini sebagai upaya membungkam suara vokal Anand yang selama ini gigih membela pluralisme dan kemanusiaan di Indonesia. Dirinya berharap keterangan saksi ini diabaikan oleh majelis hakim yang ketuai Albertina Ho ini.

Premeditated Crime

Sidang dilanjutkan setelah istirahat makan siang. Agendanya memeriksa ulang saksi yang kerap disebut namanya oleh saksi lain dan pelapor. Yakni seputar pertemuan-pertemuan sebelum mereka melapor ke polisi. Orang tersebut ialah Muhammad Djumat Abrory Djabbar.

Ternyata saksi Abrory Djabbar ketahuan menggunakan 2 identitas. Hanya beda alamat (Jl. Yupiter IV/3 Villa Cinere Mas dan Jl. Raya PLN No. 41 Gandul Cinere) dan beda tanggal lahir (1/1/65 dan 5/2/76). Fakta ini dengan mudah dapat ditemukan dalam berkas laporan (BAP) kepolisian. Sehingga kemungkinan besar ia mempunyai 2 KTP. Penggandaan identitas tersebut sempat ditegur keras oleh Hakim Ketua Albertina Ho.

“Sebagai seorang ahli hukum, anda tahu konsekuensi dari hal ini, tanya Hakim kepada saksi,” cerita salah satu kuasa hukum dari kantor hukum Darwin Aritonang, Aziz.

Saksi juga mengakui bahwa pertemuan-pertemuan sebelum pelaporan ke polisi kerap dilakukan atas inisiatif istrinya Dian Maya Sari dan dikoordinir Shinta Kencana Kheng, terutama di rumahnya di Cinere. Shinta Kencana Kheng adalah saksi yang diduga mempunyai affair dengan hakim ketua lama Hari Sasangka yang kini dipindah ke Pengadilan Tinggi di Ambon.

Abrory Djabbar juga mengaku pernah menyaksikan istrinya dilecehkan terdakwa pada 2001. Tetapi, ketika ditanya hakim ketua kenapa tidak melapor ketika memutuskan keluar di 2005, Abrory menjawab bahwa tidak cukup bukti.

Jawaban saksi membuat Hakim Ketua Albertina Ho geram dan menegaskan bahwa sebagai orang yang mengerti hukum, semesti tahu bahwa yang menentukan apakah sebuah kasus cukup bukti adalah polisi, bukan kuasa hukum.

Teguran ini memperkuat dugaan Abrory Djabbar menunggu momentum yang tepat dan sudah merencanakan pelaporan ini sejak lama. “Dugaannya, telah terjadi apa yang disebut Premeditated Crime,” tandas Kuasa Hukum Andreas Nahod.

Dugaan ini diperkuat keterangan kuasa hukum Darwin Aritonang bahwa dirinya pernah diberi syarat oleh saksi Abrory Djabbar di salah satu TV swasta untuk menyelesaikan kasus ini, Anand harus menyerahkan Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) dan keluar dari lembaga yang didirikannya tersebut. (Reporter: Su Rahman, Editor: T. Nugroho Angkasa)

Juli 17, 2011

Syuting Perdana Film “Soul Quest” di Pulau Dewata

1310963877575446543

Tokoh Mahamaya yang Diperankan Wulan Guritno

Gaia Production memulai syuting perdana film “Soul Quest” di Pulau Dewata. Lokasi pengambilan gambar dari Pulau Menjangan, Gunung Kintamani, Kawasan Ubud hingga kota Denpasar Bali. Proses syuting tersebut menarik perhatian masyarakat sekitar.

“Soul Quest” berkisah ihwal dinamika pencarian jati diri. Film ini berdasarkan kisah nyata. Ia mengalami jatuh-bangun dalam menjalani hidup. Sehingga pada akhirnya dapat berdamai dengan diri sendiri. Namun tak berhenti sampai di situ, ia memutuskan untuk berbagi pengalaman hidup kepada sesama.

Film ini mengajak kita untuk melakukan perjalanan serupa. “Soul Quest” lebih merupakan biografi dokumenter. Isinya merefleksikan perjalanan saya, anda, atau siapa saja yang mau memaknai kembali Kehidupan secara lebih berkualitas.

“Soul Quest, Journey from Death to Immortality” diadaptasi dari novel autobiografi dengan judul yang sama. Versi bahasa Inggrisnya dicetak pula di India. Buku ini mengisahkan pengalaman hidup dan spiritual anak manusia kelahiran 1956 di Solo, Jawa tengah bernama Krishna Gangtani. Kelak ia lebih dikenal sebagai penulis buku produktif dan tokoh humanis lintas agama, Anand Krishna.

Saya Indonesia

Dalam salah satu wawancara, Anand Krishna mengatakan, “Saya adalah Indonesia, saya bukan orang Indonesia, saya Indonesia!” Kalimat ini sangat menggugah hati para crew Gaia Production. Lantas, mereka bersepakat memfilmkan kisah hidup Anand Krishna ini.

Tujuannya agar dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Ternyata Indonesia bukanlah sesuatu yang berada di luar diri kita, ia ada dalam diri, jiwa kita dan merupakan identitas kita sebagai manusia dan anggota komunitas dunia.

Direncanakan, film yang berdurasi sekitar 120 menit ini juga akan kembali melanjutkan syutingnya pada Agustus-September yang berlokasi di Jakarta, India dan Jepang.

13109641231543130918
Sutradara Film Soul Quest, Sitha Soerjo (paling kiri)

Sinopsis

Film ini disutradarai oleh Sitha Soerjo dan dibintangi oleh Wulan Guritno dan Ayu Dyah Pasha. Selain itu, “Soul Quest” juga menghadirkan 2 pendatang baru, yakni Prasnant Gangtani (anak Anand Krishna) dan Eliza.

Pada usia 5 tahun Anand Krishna sudah ‘bertatap muka’ dengan para bijak seperti Yesus dan Hanuman. Seolah Kehidupan Anand selalu berada di jalur cepat.

Pada 1965 di usianya yang ke baru 9 tahun ia mengikuti orang tuanya pindah ke India. Tepatnya ke Lucknow (wilayah India yang berbudaya Islami). Di sana ia memulai studi spiritualnya dengan mempelajari Al Quran dari Syekh Baba, Mushid Sufi yang berprofesi sebagai penjual es balok.

Uniknya, di Lucknow pula Krishna muda belajar jatuh cinta pada seorang gadis. Walau hanya dengan melihat kehalusan telapak tangan dan mendengar kelembutan suaranya. Krishna pun belajar terus dan berpindah dari satu guru ke guru lainnya.

Namun ketika berusia 19 tahun ia ‘berkenalan’ dengan seorang guru yang sangat terkenal di India. Sai Baba menjadi guru yang paling berpengaruh dalam kehidupan Anand Krishna.

Selanjutnya, pada usia 26 Krishna membuka perusahaan garmennya sendiri di Indonesia. Ia menjadi pengusaha sukses sembari terus melanjutkan pencarian spiritualnya.

Hingga pada suatu ketika, semua berubah total dan ia ‘dipaksa’ untuk berhadapan dengan kematian . Kenapa? Karena ia divonis mengidap Leukemia stadium akhir. Ia pun mulai menelusuri kembali setiap babak kehidupannya. Sehingga dapat menemukan makna “Kehidupan” yang sesungguhnya.

Dalam pencariannya itu hal ajaib terjadi. Ia sembuh total dari kanker darah yang menggerogoti tubuhnya. Sejak saat itu Anand Krishna mulai meninggalkan usahanya dan mengabdikan diri pada dunia spiritual dan jalan meditasi. Dengan mendirikan Yayasan Anand Ashram (kini berafiliasi dengan PBB) pada 14 Januari 1991 silam.

13109639191627867162
Tokoh Anand Krishna yang Diperankan Prashant Gangtani

Sumber Foto: http://www.rileks.com/details/618/foto-foto-ekslusif-produksi-soul-quest-di-kota-bali-

http://hiburan.kompasiana.com/film/2011/07/18/syuting-perdana-film-soul-quest-di-pulau-dewata/

Juli 16, 2011

Albertina Ho: Witness' testimony could be unused

The English Version was published at http://www.peacenext.org/profiles/blogs/albertina-ho-witness-testimony and http://ireport.cnn.com/docs/DOC-635555

This news was translated by Rahayuning Harny from an article at http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/07/13/90873/Albertina-Ho-Menilai-Keterangan-Saksi-Bisa-Tidak-Dipakai Suara Merdeka

Jakarta, Indonesia, CyberNews - Witness' testimony that often change only in a few minutes made the judge in Anand Krishna's trial, Albertina Ho became furious. Then, she would consider not to take that testimony from the only witness who present, Farahdiba Agustin, at South Jakarta District Court on Wednesday (13/7/2011).

"The witness was very inconsistent in giving her testimony. Therefore, Judge Albertino Ho said that her statement could be unused as a testimony," said Dwi Ria Latifa SH, Anand Krishna's attorney in front of the South Jakarta District Court.

She added, there were so many things that do not make sense in her testimony. For example, at a certain minute she positioned herself as the accuser but then she played as a witness in the next minute. She also told that her breast was touched, but when asked more detail, then she changed her statement and admitted that she previously dismissed it.

"We do not know which one is correct, or perhaps nothing is true, and it could be all just imagination" said Latifa. Ria Latifa also said, "it did not reflect the behavior of an activist who postpone on a case, unless there is another purpose behind this case."

Denied

On this occasion, Anand Krishna also denied the testimony of Farahdiba Agustin, and again invited the judges to come to One Earth at Ciawi to notice directly the place of the alleged crime.

It is in order to prove that testimony from Farahdiba or so-called Fay, and other witnesses are not true at all. There is no accordance between the description of the incident with the real place, and it's impossible happened at the place which they meant.

Meanwhile, when contacted by phone, another Anand's lawyer, Humphrey Djemat, argued that testimony from Farahdiba Agustin is contrary to other witnesses' testimony. Especially, related to the several meetings between them before reporting this case to the police.

"The witness admitted only once joined a meeting with Muhammad Djumaat Abrory Djabbar and initially did not plan to report it to the police. While the other witnesses claimed than Farahdiba Agustin almost always joined those meetings to plan a report to the police. Some say 5 times, and some say 3-4 times," Humphrey said firmly to the Press.

Today (13/7/2011), the prosecutor, Martha P Berliana SH presented only one witness. Although once she had stated that the trial has been last long and should be done quickly and efficiently.

Juli 14, 2011

Albertina Ho: Keterangan Saksi Bisa Tidak Dipakai

13106264002050183295

Albertina Ho

Keterangan saksi yang acapkali berubah-ubah hanya dalam hitungan menit membuat Hakim Ketua persidangan Anand Krishna, Albertina Ho geram. Ia mempertimbangkan untuk tidak memakai keterangan saksi satu-satunya yang hadir, Farahdiba Agustin, di PN Jaksel pada Rabu (13/7/2011).

“Saksi sangat bertele-tele dan tidak konsisten dalam memberikan kesaksiannya sampai Hakim Albertino Ho mengatakan kepada saksi bahwa keterangannya bisa tidak dipakai sebagai kesaksian,” ungkap Dwi Ria Latifa SH, kuasa hukum Anand Krishna saat ditemui di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lebih lanjut, Ria Latifa menjelaskan bahwa begitu banyak hal yang tidak masuk akal sehat dalam kesaksian Farahdiba. Misalnya, pada menit sekian memposisikan diri sebagai pelapor tapi di menit berikutnya sebagai saksi. Ada juga di menit sekian, mengaku digerayangi sampai ke payudara, tapi ketika ditanya lebih mendetail kemudian mengubah kesaksian dan mengaku sudah keburu menepis sebelumnya.

“Tidak tahu mana yang benar, atau jangan-jangan tidak ada yang benar, dan bisa saja semuanya ini hanyalah imajinasi belaka,” ujarnya dalam rilis yang dibagikan kepada rekan-rekan media on line maupun cetak. Ria juga berpendapat hal ini sama sekali tidak mencerminkan perilaku seorang aktivis. Kenapa menunda-nunda sebuah kasus, kecuali memang ada maksud lain di balik konspirasi ini.

13106265431572706777
Anand Krishna

Anand Krishna pun membantah isi kesaksian Farahdiba Agustin tersebut. Aktivis spiritual lintas agama ini kembali mengundang majelis hakim datang ke Ciawi untuk meninjau langsung dugaan tempat terjadinya perkara. Sehingga dapat mengecek apakah kesaksian Farahdiba atau biasa disebut Fay dan saksi-saksi lainnya sesuai antara deskripsi kejadian dengan tempat perkara.

Penulis 140-an buku ini berkeyakinan bahwa Yang Mulia para Majelis Hakin niscaya menyadari bahwa tak mungkin melakukan pelecehan seksual di One Earth karena tempat itu selalu ramai dan tak pernah sepi dari aktivitas Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) untuk memberdaya diri dan mengkampanyekan Peace, Love and Harmony.

Sementara itu ketika dihubungi lewat telepon, kuasa hukum Anand lainnya, Humprey Djemat, mengemukakan bahwa keterangan saksi Farahdiba Agustin ini bertentangan dengan keterangan saksi lainnya. Terutama terkait pertemuan-pertemuan di antara mereka sebelum melapor ke kepolisian.

“Saksi mengaku hanya mengikuti pertemuan sekali dengan Muhammad Djumaat Abrory Djabbar dan awalnya tidak berencana untuk melapor ke polisi, sedangkan saksi-saksi lainnya mengaku saksi Farahdiba Agustin hampir selalu mengikuti pertemuan-pertemuan ini untuk merencanakan melaporkan ke polisi. Ada yang mengatakan 5 kali, dan ada yang mengatakan 3-4 kali,” tegas Humprey.

Pada persidangan minggu ini JPU Martha Berliana Tobing S.H hanya menghadirkan 1 orang saksi. Walaupun ia pernah menyatakan bahwa sidang sudah berlangsung hampir setahun, padahal seharusnya bisa berlangsung secara cepat dan efisien. Persidangan Anand Krishna selanjutnya akan diadakan pada Rabu (20/7/2011) mendatang. Agendanya masih sama, yakni mendengarkan keterangan para saksi.

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110714/34730/albertina-ho-keterangan-saksi-bisa-tidak-dipakai

Abrory Djabbar Berada Dibalik Rekayasa Kasus Anand Krishna?

Dimuat di Rimanews.com, Jumat/8 Juli 2011

http://www.rimanews.com/read/20110708/34078/abrory-djabbar-berada-dibalik-rekayasa-kasus-anand-krishna

Dugaan konspirasi dan rekayasa di balik kasus Anand Krishna semakin menguat. Indikasinya jelas terlihat tatkala salah seorang saksi yang diperiksa ulang, Phung Soe Swe alias Chandra, kembali memberikan testimoni di hadapan Ketua Majelis Hakim yang baru, Albertina Ho di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (6/7/2011). Demikian diutarakan oleh Kuasa Hukum Otto Hasibuan saat dihubungi lewat telepon.

Pengacara Senior ini mengatakan, “Saksi menceritakan telah terjadi setidaknya 5 kali pertemuan di rumah Muhammad Djumaat Abrory Djabbar. Di mana ia sendiri menganjurkan supaya Tara Pradipta Laksmi saja yang melapor ke Polisi. Sedangkan ke-4 lainnya, yakni Sumidah, Farahdiba Agustin, Dian Maya Sari dan Shinta Kencana Kheng menjadi saksi yang memberatkan. Kenapa? karena tidak cukup bukti dan tidak ada saksi yang menunjang rencana dan tuduhan mereka.“

Chandra juga sempat menjelaskan bahwa setelah kasus ini dilaporkan ke kepolisian pun, masih sempat terjadi beberapa pertemuan. Melibatkan pelapor Tara Laksmi Pradipta dan para saksi lainnya. Tampaknya telah dipersiapkan baik-baik oleh Muhammad Djumaat Abrory Djabbar. Yakni dalam rangka memaksakan kasus ini masuk ke Pengadilan.

Fakta ini diperkuat oleh pengakuan Tara Pradipta Laksmi 2 minggu lalu. Menurutnya telah terjadi pertemuan sebelumnya antara dirinya dengan pasangan suami-isteri Farahdiba Agustin (Fey) dan Wandy Nicodemus Tuturoong (Binyo). Uniknya, mereka mengadakan pertemuan-pertemuan itu di rumah Abrory Djabar pula.

Artinya, “Kasus ini terindikasi telah dipersiapkan dan direncanakan oleh pelapor dan para saksi. Jauh-jauh hari sebelum dilaporkan ke kepolisian, yakni lewat pertemuan-pertemuan berkala,” ujar Ketua Peradi ini.

Teror

Sementara itu, putra Anand Krishna, Prashant Gangtani yang ditemui di PN Jakarta Selatan menyatakan bahwa selama 2 minggu terakhir saat menunggu jadwal persidangan berikutnya, dirinya kerap diteror dan diintimidasi oleh beberapa orang.

Besar kemungkinan karena selama ini dirinya sering muncul di media massa. Khususnya, terkait laporan kuasa hukum Anand Krishna ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) menyangkut adanya dugaan “affair” antara Hakim Ketua Majelis lama, Hari Sasangka dengan salah seorang saksi bernama Shinta Kencana Kheng.

Uniknya, dalam kesaksian Chandra justru mengungkapkan semula dirinya dihubungi oleh Shinta Kencana Kheng. Ia diundang menghadiri pertemuan-pertemuan di rumah Abrory Djabbar dan isterinya Dian Maya Sari. Agendanya untuk merencanakan laporan terhadap Anand Krishna.

Senada dengan penyataan kuasa hukum Anand Krishna lainnya, Astro Girsang, “Saksi mengaku dirinya dihubungi oleh Shinta Kencana Kheng pada awalnya lewat telepon untuk turut serta dalam kasus hukum terhadap Anand Krishna ini.”

Saksi Lain

Sebaliknya, saksi Jaksa Penuntut Umum (JPU) lainnya Maya Safira Muchtar dan Liny Tjeris justru membantah seluruh keterangan pelapor Tara Pradipta Laksmi. Intinya, apa yang dituduhkan terhadap Anand Krishna sama sekali tidak pernah terjadi dan tidak benar.

Berdasarkan urutan saksi-saksi yang diperiksa ulang, Maya dan Liny mestinya diminta keterangannya saat itu. Namun mereka malah tidak menerima panggilan dari JPU. Kendati demikian, karena mereka hadir sendiri di PN pada hari tersebut karena tahu bahwa berdasarkan urutan, jadwal mereka adalah hari tersebut.

Pertanyaanya, kenapa JPU tidak mengikuti aturan dan tidak memanggil mereka sesuai urutan yang diminta Hakim Ketua baru? Hal ini semakin menambah panjang daftar kejanggalan kasus Anand Krishna.

Maya dan Liny konsisten dengan kesaksian terdahulu yang telah mereka berikan pada sidang sebelumnya. Kali ini pun mereka berdua membantah segala tuduhan terhadap Anand Krishna.

Maya Safira Muchtar yang sempat menangis dengan mata berlinang menjelaskan bahwa dirinya amat terpukul karena kebohongan-kebohongan yang telah dilontarkan selama ini yang juga menyangkut nama baiknya. “Kasus ini merupakan perbuatan yang tidak menyenangkan terhadap diri saya dan juga jelas-jelas telah mencemarkan nama saya,“ isak Maya sambil bergegas meninggalkan ruang persidangan.

Kesaksian Maya Safira Muchtar yang notabene membantah telah menyaksikan terjadinya pelecehan terhadap Tara otomatis menggugurkan kasus ini. Bukankah saksi-saksi lain yang selama ini digembar-gemborkan sebagai saksi korban sesungguhnya tidak ada kaitannya sama sekali.

Senada dengan pendapat Pakar Ahli Pidana Prof Dr Eduarde Oemar Sharif, atau biasa disebut Prof Edy dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, saksi-saksi lain itu tidak dapat dijadikan pertimbangan karena kesaksian mereka berdiri sendiri dan tidak terkait dengan objek yang sama, yaitu Tara Pradipta Laksmi.

Bahkan kebanyakan saksi-saksi yang diajukan JPU tidak pernah berkenalan dengan Tara ketika mereka masih aktif di Anand Ashram. Prof Edy secara tegas mengatakan bahwa kasus ini sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur hukum acara pidana dan hukum positif pidana.

The Trial of Anand Krishna Presented 2 Witnesses

Source: http://rimanews.com/read/20110706/33848/sidang-anand-krishna-hadirk...

Wednesday July 6th, 2011 02:49 West Indonesia Time Zone

The English Version was Published at http://www.peacenext.org/profiles/blogs/the-trial-of-anand-krishna?xg_source=activity

JAKARTA, RIMANEWS – Anand Krishna was back to stand a trial at the District Court of South Jakarta on Wednesday (6/7/2011). Now the trial is presided by the head of the team of judges Albertina Ho, who replaced Hari Sasangka. The agenda of the day is the examination of the witnesses from Anand Ashram Foundation (affiliated with the UN), namely Maya Safira and Liny Tjeris.

“There will be two witnesses present at court: Maya and Liny. The witnesses are presented to support the statement of Anand that there was no sexual harassment committed against Tara, as charged so far,” the lawyer of Anand Krishna, Humphrey S. Djemat said.

As reported rifely in various media, the prolific author of 140 books is indicted by the prosecutor Martha Berliana Tobing, SH of having committed indecent acts against a victim who has submitted her report, Tara Pradipta.

This interfaith spiritual activist is charged with article 290 of Criminal Code and is punishable by a maximum imprisonment of 7 years, even though the number of witnesses and the evidence do not meet the elements of crime to be brought to court. Yet this case is forwarded to court, which suggests that there was a fabrication in the case of Anand Krishna. That is the opinion of a criminal law expert from Gadjah Mada University, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum, in the discussion “The Controversy of Anand Krishna’s Case” at the University Club (UC) in Yogyakarta on Tuesday (5/31/2011). (Reporter: T. Nugroho Angkasa, Translator: Sylvia Antaresa)

Sidang Anand Krishna Hadirkan 2 Saksi

Dimuat di http://www.rimanews.com/read/20110706/33848/sidang-anand-krishna-hadirkan-2-saksi

JAKARTA, RIMANEWS - Anand Khrisna kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (6/7/2011). Kini persidangan dipimpin oleh ketua majelis hakim Albertina Ho yang menggantikan Hari Sasangka. Agendanya ialah pemeriksaan saksi dari Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB). Yakni Maya Safira dan Liny Tjeris.

”Akan dihadirkan 2 orang saksi: Maya dan Liny. Saksi yang dihadirkan untuk mendukung pernyataan Anand bahwa tidak ada pelecehan seksual kepada Tara seperti yang dituduhkan selama ini,“ tandas penasehat hukum Anand Khrisna, Humprey S Djemat.

Seperti marak diberitakan di pelbagai media, penulis produktif 140-an buku ini didakwa oleh JPU Martha Berliana Tobing SH telah melakukan perbuatan tidak senonoh terhadap salah satu korban yang melapor, Tara Pradipta.

Aktivis spiritual lintas agama ini dijerat pasal 290 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara. Padahal dari jumlah saksi dan alat bukti tidak memenuhi unsur-unsur pidana untuk bisa dibawa ke pengadilan. Tapi ini tetap saja diteruskan ke pengadilan sehingga menandakan adanya rekayasa dalam kasus Anand Krishna. Begitulah pendapat pakar hukum pidana UGM, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum dalam diskusi “Kontroversi Kasus Anand Krishna” di University Club (UC) Yogyakarta, Selasa (31/5/2011) silam.

Juli 02, 2011

Buah Pena Seorang Becak Driver



Dimuat di Koran Jakarta, Kamis/30 Juni 2011
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/65678

Botak di depan berarti ia seorang pemikir, sedang botak di belakang berarti ia seorang yang pintar. Nah kalau botaknya di depan dan di belakang berarti ia (ber)pikir ia pintar (halaman 120).

Intro kocak di atas mengawali salah satu subbab dalam buku perdana Harry Van Yogya ini. Sehari-hari, tukang becak nyentrik tersebut mangkal di kawasan Kampung Turis, Prawirotaman, Yogyakarta. Pria bernama asli Blasius Haryadi ini seorang becak driver yang relatif melek teknologi.

Memang, kini banyak becakers mengaku tidak "gaptek" alias gagap teknologi lagi. Bahkan, mereka memiliki laman situs (website) tertentu. Tapi, ternyata itu bukan buatan mereka sendiri. Ada orang yang bersimpati membuatkannya untuk mereka. Berbeda dengan duda beranak 3 ini (istrinya meninggal saat gempa tektonik Yogyakarta, 27 Mei 2006). Selain intens berinteraksi dengan banyak wisatawan Nusantara dan wisman (wisatawan mancanegara), ia juga relatif kondang di dunia maya (cyber space). Bahkan, Harry Van Yogya sering menulis di media cetak serta jejaring sosial, seperti Multiply (MP) dan Facebook (FB).

Harry Van Yogya hanya sempat duduk di bangku kuliah selama dua tahun, yakni di Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Sanata Dharma (1988-1990), Yogyakarta. Kemudian terpaksa berhenti karena alasan klasik: kesulitan biaya. Kendati demikian, ia sering menjadi narasumber dalam kuliah umum di pelbagai perguruan tinggi (PT). Beberapa stasiun televisi nasional pernah mengundangnya ke Jakarta. Ia terlibat pula dalam film dokumenter berjudul @Internet Sehat.

Buku ini memuat kearifan hidup yang dilakoni Harry Van Yogya. Ia meyakini bahwa profesi yang digelutinya sejak 1990 merupakan ujung tombak pariwisata Kota Gudeg. Selain itu, ia berpendapat, "Bagiku menjadi tukang becak berarti menjadi manusia merdeka. Aku bebas mau mencari penumpang di mana saja dan bisa beristirahat kapan saja aku mau. Di sinilah aku menjadi diriku sendiri, menentukan pilihanku sendiri, bukan atas tekanan dan kehendak orang lain." (halaman 2).


Buku ini merupakan cerminan filosofi banyu mili Harry Van Yogya, "Air yang tidak mengalir berarti menggenang dan cenderung cepat menjadi keruh. Tetapi air yang mengalir akan selalu segar dan jernih." Harry Van Yogya berpendapat bahwa kunci kebahagiaan ialah belajar dari orang lain dan bukan mencoba menggurui orang lain. Makin seseorang menunjukkan seberapa banyak ia tahu, makin orang lain akan mencoba menemukan kekurangan dalam diri orang tersebut. Oleh sebab itu, ia senantiasa mencoba belajar “ngrungoke lan ora kuminter” (mendengarkan dan tak sok pintar). Baginya, percakapan di warung angkringan maupun di emperan hotel menjelang tidur di atas becak menjadi sekolah dan sumber inspirasi (halaman 120).

Ia memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya sebagai sumber cerita. Lihat saja cara Harry Van Yogya mengungkap kepolosan para sopir truk. Mereka biasa menulis "kata mutiara" di bagian belakang bak truk. Seperti, "Pergi karena Tugas, Pulang karena Beras". Tak jauh berbeda dengan para sopir truk, para tukang becak pun menggunakan beraneka macam tulisan di sepatbor becaknya.

Harry Van Yogya menjelaskan bahwa lukisan tersebut sejatinya mencerminkan pandangan hidup para tukang becak. Contohnya, Ningsih (dicintai setiap orang), Barokah (berkah), Prasojo (bersahaja), Marem (puas), Bejo (beruntung), Gemah Ripah (subur makmur), dan Raharja (maju dan sejahtera) (halaman 32).

Buku ini layak menjadi bahan refleksi kita bersama, ternyata keterbatasan finansial bukanlah halangan. Mas Gambreng telah membuktikannya. Menyitir kata-kata HVY, "Sekarang mungkin saya, tapi mungkin suatu kali bukan hanya saya, tapi seorang tukang tambal ban atau pedagang warung angkringan. Karena sejatinya, mereka pun orang-orang hebat."

Peresensi adalah T. Nugroho Angkasa, Penulis Lepas, Tinggal di Godean, Yogyakarta


Judul : The Becak Way, Ngudoroso Inspirasi di Jalan Becak
Penulis : Harry Van Yogya
Penerbit : Metagraf Tiga Serangkai
Tahun : I, April 2011
Tebal : xvi 184 halaman

Declaration of the Attitude of the Christian Judiciary Observer Forum for Anand Krishna Indonesia

Published at:

http://www.allvoices.com/contributed-news/9555862-declaration-of-the-attitude-of-the-christian-judiciary-observer-forum-for-anand-krishna-indonesia

Translated from Bahasa Indonesia into English by Sylvia Antaresa

Source: http://www.rimanews.com/read/20110630/33194/pernyataan-sika...

Declaration of the Attitude of the Christian Judiciary Observer Forum for Anand Krishna Indonesia

June 30th, 2011 04:30 West Indonesia Time Zone


It’s still fresh in our memory the opinions, facts disclosed by a number of TV channels, Radio, printed, and online media. We also have been following this case since the beginning of the allegation, which started from the report to Women’s National Commission until the trials. And then emerged the embarrassing news for the Judiciary when the Head of the Panel of Judges (Hari Sasangka SH. MH) was caught meeting one Prosecuting Witness (Shinta Kencana Kheng) – which was consistent with the report of the eyewitnesses to the Judicial Committee, until the replacement of the Head of the Panel of Judges (Hari Sasangka SH. MH).


After we have observed, sorted the data, the facts in the trials and the opinions from various circles, which enables us to comprehend the substance of this case, therefore, we declare our attitude:


1. That this case is a “it’s said, it’s said” case because it is not proved until the end of the trial which was presided by the Head of the Panel of Judges Hari Sasangka, who now has been replaced. There was no testimony which stated that the witnesses did witness the incident themselves.


2. The articles charged (Article 290 in conjunction with Article 290 and Article 64), have never been proved till the trial is finished. Nobody of the witnesses witnessed the incident. And strangely, the questions asked by the judge concerned more with the thoughts of Anand Krishna than with the sexual harassment allegations.


3. A number of peculiarities which were permitted to happen during the hearings such as: the Prosecuting Witness remained in the courtroom, the insult against the Judiciary by a witness (Abrory Jabbar), irrelevant questions (regarding the thoughts of AK) were allowed to be present at trial processes. It has clearly harmed the Judiciary and it violated the principle of the enforcement of truth, justice, and honesty.


4. As the Honorable Prosecutor, Martha Berliana Tobing, SH., has already known, this case received attentions nationally and internationally. So this case should be terminated immediately because it does not qualify to be brought to trial or meet the elements of crime.


5. Dear Honorable Prosecutor Ms Martha Berliana Tobing, SH., if this case is forced to continue, it will harm many people who have been inspired by the ideas, the thoughts of Anand Krishna regarding diversity, pluralism, and Pancasila. His existence is very much needed at this time in order to give inspiration to the moral movements of the youth against all forms of actions to undermine the Republic of Indonesia.


6. Dear Honorable Prosecutor Ms. Martha Berliana Tobing, SH., the community which was initiated by Anand Krishna since its inception is concerned with the Freedom of Religion. Related to the attacks on churches, they already signed the Online Petition Rejecting the Destruction of Houses of Worship in Indonesia at the end of 2009. The petition has been submitted officially to the Human Rights Commission and even it has received the attention and appreciation from Christian Solidarity Worldwide (CSW) as stated in their report in 2011 (source: http://www.csw.org.uk/home.htm).


7. Ironically, their struggles also helped defending the church (HKBP) where you belong.


8. Dear Honorable Prosecutor Ms. Martha Berliana Tobing, SH., we have been warned that there were alleged serious human rights violations against AK. It began when Anand Krishna went on hunger strike for 49 days (March 9th – April 26th, 2011). His intravenous medication was removed and he was sent back to Cipinang Penitentiary while this decision is in contradictory with the recommendation of the doctors at the Police Hospital. Is this humane?


9. Honorable Ms. Martha Berliana Tobing, SH., We understand your weighty tasks that you are facing. Yet above everything is the value of honesty and justice as taught by Jesus Christ – the Great Judge we have to uphold (Luke 18:3-4).

10. We pray also that Honorable Ms. Martha Berliana Tobing, SH. may be spared from the conspiracy, a fabricated case that is committed deliberately by a third party.


May Jesus Christ the Great Judge protect and bless the work and service of Honorable Ms. Martha Berliana Tobing, SH. Thank you. Shalom.

An Open Letter to the Honorable Prosecutor Ms. Martha Berliana Tobing, SH.


Dear Honorable Prosecutor,

Martha Berliana Tobing, SH.

At the Office of Prosecutor of South Jakarta


Attachment: 3 bundles (Declaration of Attitude, clippings from media and sympathizer’s Forum data)

About: Support to remain at ‘Jesus Christ’s Way of Compassion’

No: 03/B/ForKrisPeraAdilan – AK/VI/2011

Shalom….


Please permit us to introduce ourselves. We are Christian Judiciary Observer Forum for Anand Krishna (in Indonesian ForKrisPerAdilan – AK). We are from various church denominations, names. We have attached our addresses and other information in the letter. This forum is a form of reaction and our concern as respondents of different media: online, web, FB, and Blog which are suspicious about the peculiarities and injustice that are happening – the process of trials that does not correspond with the article charged.


Based on the deep concern we have, we deliver this letter to you. The honorable Ms. Martha Berliana Tobing, SH., we know that your job as a Prosecutor in the case of Anand Krishna is very weighty. But we care more about you, Ms. Martha Berliana Tobing, SH., as our sister in ‘faith’ – Christian. We hope you prioritize the enforcement of Truth, Honesty and Justice (even more) which is based on facts and legal logic.


We pray for dear Ms. Martha Berliana Tobing, SH. May you be spared from the entanglement of conspiracy that feels overwhelming this case. May the Love of Jesus Christ always protect, brings light to your mind and heart in performing your duties. We also pray that Ms. Martha Berliana Tobing, SH. fortifies herself against incitements to distant herself from the Love message of Jesus Christ


We are very concerned so this forum will continue to monitor, to study all the facts and the opinions of experts in various printed media, online, TV and radio. This case has received the world’s attention. Furthermore, it is our moral responsibility to keep voicing it, forwarding it to the international world.


We do this solely because of the figure of Anand Krishna. He means so much to the struggle on Pluralism/Diversity, Nationalism. And he even actively defends the churches that have been attacked by a group of irresponsible people. He is a figure needed by the young generation in order to maintain the Republic of Indonesia.


For your kindness and cooperation we thank you very much. Shalom


Sincerely yours,


Jakarta Coordinator

(David E. Purba S.Sos)


CC:

1. Head of the Office of Prosecutor of South Jakarta

2. Head of the South Jakarta District Court

3. Chairman of the Supreme Court

4. Chairman of the Judicial Commission of the Republic of Indonesia

5. Mr. President of the Republic of Indonesia

6. Mr. Vice President of the Republic of Indonesia

7. Chairman of People’s Consultative Assembly of the Republic of Indonesia

8. Chairman of the House of Representatives of the Republic of Indonesia

9. Churches Union of Indonesia (PGI)

10. Churches Representative Conference of Indonesia (KWI)