April 18, 2012

H.H. Sri Anand Krishna Ji’s Book Launching, The Hanuman Factor at Guru Sangamam Convention, India


13347304241651834105

From Left to Right: Author, H.H. Sri Anand Krishna Ji, H.H.Swasthi Shree Bhattaraka Charukeerthi Pandithacharyavarya Swamiji, H.H.The Gyalwang Drukpa Ji, H.H.Sadhgurur Jaggi Vasudev Ji, H.H. Jagadguru Shri Shivarathri Deshikendra MahaswamiJi, H.H. Swami Chidanand Saraswatiji Maharaj, H.H. Sri Sankaracharyaji Maharaj, H.H. Dr. Lokesh Muni Ji, H.H. Swami Avdheshanand Giri Ji.

New Delhi – Thursday, April 12th 2012 there has been held H.H. Sri Anand Krishna Ji’s book launching, “The Hanuman Factor: Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO” (The Indian Edition was published by Global Vision Press).

It was held during the GURU SANGAMAM Convention at Thyagaraj Sporting Complex Convention Hall, New Delhi, India. In the Presence of 100 more Gurus, Masters, Acharyas from All Major Lineages. Some of them are H.H.Swasthi Shree Bhattaraka Charukeerthi Pandithacharyavarya Swamiji, H.H.The Gyalwang Drukpa Ji, H.H.Sadhgurur Jaggi Vasudev Ji, H.H. Jagadguru Shri Shivarathri Deshikendra MahaswamiJi, H.H. Swami Chidanand Saraswatiji Maharaj, H.H. Sri Sankaracharyaji Maharaj, H.H. Dr. Lokesh Muni Ji, and H.H. Swami Avdheshanand Giri Ji.

The Comitee from New Delhi introduced H.H Sri Anand Krishna Ji to the audiens at Guru Sangamam as below:

“Proud of his indian roots, Anand Krishna was born in Indonesia, which as predicted by the Shuka Nadi is his Karma Bhoomi. Dr. Rajendra Prasad, the first President of India, remarked upon seeing the child Krishna, “This is not ordinary boy.” The prediction has come true…Standing high as the legendary Mount Meru, Anand Krishna wavers not an inch from his course of action, inspite of all kinds of trials and turbulences. Beside the mother Organization, Anand Ashram Foundation (affiliated with UN), Anand Krishna has inspired several other social and educational institutions

The 4th President of Indoneisa, KH Abdurrahman Wahid recognized his contributions and said, “If we want to have peace, then we must hear what Anand Krishna is saying.” He has a legacy of almost 150 books to date with more than 1 million copies sold in the past 20 years. People of all faiths attending his talks is a running commentary to his vision “One Earth, One Sky, One Humankind.”

After that, Swami Chidananda Saraswati the General Secretary of Guru Sangamam explained the aim of this event, “We have always believed in the famous Sanskrit words ‘Ekam sat, vipra bahuda vadanti’ which meant the truth is one but the sages and wise men call it and perceive it by various names. Therefore our mat [paths] can be different but our man [heart] has to be one. The beauty of Indian spirituality is that it makes a person so evolved that even though one goes through so many ups and downs in life, one never loses his or her inner strength and composure. It is through our traditions of sadhana [penance] and samarpan [surrender] that we can show the correct path to the world in today’s times.”

”Today our youth is getting shiksha [education] but they are not getting diksha[initiation], they are aiming to become bhavya [big and prosperous] but are not striving to become divya [divine].” According to Muni Ji, though the youth of today was getting connected to internet at the same time there was a need to connect to his inner net, that is his own self for evolution and self realization.

Shree Hanuman Chalisa shall bring us closer to the mystery and myth of life. It is the acceptance of life as it is. Here, doubts are no longer entertained. There is no attempt to demystify life, for the mysterious can never ever be demystified. At the same time, however, Hanuman is also extolled as the most successful Spiritual Chief Executive Officer (CEO). One may ask, what is so mysterious about that? There is no dearth of successful CEOs in the world. And, spiritual beings are not scarce either. So, what is so special about Hanuman? Let us explore together… with The Hanuman Factor. For further information about The Hanuman Factor book and the author H.H. Sri Anand Krishna Ji, please visit http://globalvisionpress.com/indetails.asp?id=31 and like http://www.facebook.com/pages/The-Hanuman-Factor/278226182258562.

1334731463639809048

Sri Swami Sri Adhyatmananda Saraswati Maharaj of Sivananda Ashramam, Gujarat, at the launch of The Hanuman Factor, was presented with a copy of the book by Maya Safira Muchtar, Director of L'Ayurveda, Indonesia

Source: http://blog.anandashram.asia/?p=901

April 13, 2012

Kepemimpinan yang Efektif

Dimuat di Suara Karya/ Jumat, 13 April 2012

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=301139

Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaksi Suara Karya

"Pondasi dari kepemimpinan yang efektif ialah berpikir berdasarkan misi organisasi, mendefinisikan, dan menegakkannya secara tegas.” - Peter Drucker (1909-2005)

Apa yang pertama melintas di benak anda tatkala mendengar kata "pemimpin"? Bisa jadi sosok mungil Andik Virmansyah, pemain pengemban ban kapten Timnas sepakbola U-21, guru mata pelajaran di kelas, atau Pak SBY yang notabene memimpin Republik berpenduduk 238 juta jiwa ini.

Memang mereka semua contoh para pemimpin. Benang merahnya satu, sang pemimpin bertugas mengarahkan anggota tim agar mencapai keberhasilan bersama. Tujuan tersebut bisa jadi memenangkan pertandingan di lapangan hijau, tuntas menjawab soal-soal Ujian Akhir Nasional (UAN) secara akurat, ataupun mensejahteraan rakyat dari Sabang sampai Merauke.

Artinya, tanpa kehadiran para pemimpin, niscaya kapal bangsa ini oleng tak beraturan. Dalam konteks ini, peran pemimpin sangat signifikan. Ia ibarat seorang nahkoda.

Adapula pendapat berasumsi bahwa pemimpin itu dilahirkan (born leaders). Mereka mendapat rahmat istimewa. Max Weber, seorang Sosiolog kondang sempat membahas tentang kepemimpinan karismatik. Ia mendefinisikan kata “karisma” (yang berasal dari bahasa Yunani) sebagai anugerah dari Hyang Ilahi.

Pada hemat penulis, setiap orang digariskan menjadi pemimpin atas dirinya sendiri (self leader). Artinya, kita musti giat dan disiplin melatih kualitas pribadi. Sehingga dapat menjadi pemimpin jempolan. Mengutip pendapat Swami Rama (1925-1996), “Kamu tak akan bertemu pemimpin yang buruk kalau kamu seorang pengikut yang baik. Tapi sebaliknya juga benar, kalau kamu seorang pengikut yang buruk, kamu tak akan bertemu pemimpin yang baik.” (Guru Yoga, Anand Krishna: 2012).

Kriteria Pemimpin

Kemudian, apa kriteria seorang pemimpin? Antara lain ialah bertanggung jawab atas setiap tindakannya. Ia mampu menjelaskan, menginformasikan, mengajar dan memandu orang lain. Pemimpin juga musti berani mengambil keputusan secara tepat. Pun komitmennya terfokus pada kemaslahatan publik.

Selain itu, ia juga mau jujur dan siap bekerja keras. Sehingga dapat menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk meneladan(i) prilakunya. Meminjam istilah Ki Hadjar, "Ing Ngarso Sung Tulodho (Di Depan Memberi Contoh)." Seorang pemimpin sudi mendengarkan, memahami, dan berbela rasa dengan para konstituennya.

Sepanjang sejarah peradaban manusia, kita memang bersua dengan banyak pemimpin. Namun tak semua pemimpin tersebut menjadi besar. Pemimpin berkualitas mampu merubah kehidupan ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang. Mereka dikenal karena integritas kepemimpinannya. Bahkan tetap dicintai dan dikenang walau telah meninggalkan dunia. Para Nabi dari setiap agama dan kepercayaan di dunia ialah contoh konkretnya.

Sirimavo Bandaranaike (1916-2000) merupakan seorang negarawati asal Sri Lanka. Nama lengkapnya ialah Sirimavo Ratwatte Dias Bandaraike. Ia menjadi perempuan pertama di dunia yang dipilih rakyat untuk menjadi Perdana Menteri (PM) dari sebuah negara.

Ia menduduki jabatan tersebut karena suaminya - yang notabene merupakan PM Sri Lanka sebelumnya - mendadak terbunuh. Dari lembah kesedihan karena ditinggal suami tercinta, Bandaranaike bangkit dan membawa banyak perubahan konstruktif bagi bangsanya.

Sebut saja satu contoh, ia menyusun Undang Undang (UU) baru. Isinya mengubah negara tersebut menjadi Republik pada tahun 1972. Namanya pun diubah, dari Ceylon menjadi Sri Lanka. Bahkan, Bandaranaike melayani sebagai PM Sri Lanka selama 3 masa jabatan. Yakni tahun 1960-1965, 1970-1977, dan 1994-2000.

Dari Mandela sampai Mbah Amir

Nelson Mandela (1918 -…) ialah legenda hidup yang masih dimiliki dunia ini. Ia seorang pejuang persamaan derajat antara kaum kulit hitam dan putih di Afrika Selatan. Pada tahun 1964 Nelson Mandela bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (ANC) untuk memerangi sistem berbau apartheid.

Ironisnya, pada tahun 1964 ia ditangkap dan dibui seumur hidup. Dengan tuduhan hendak mengkudeta pemerintahan yang berkuasa saat itu. Namun selama di balik jeruji penjara pun, Mandela tetap melawan tanpa kekerasan (ahimsa) dan tetap menjadi simbol perjuangan persamaan hak rakyat.

Berkat pemberitaan masif di media massa dan tekanan dunia internasional, Mandala akhirnya dibebasakan dari penjara (1990). Kemudian setahun kemudian (1991) pemerintah menghapuskan peraturan yang mendiskriminasikan kaum berkulit hitam. Pada tahun 1993, Nelson Mandela bersama Frederik Willem de Klerk (Presiden Afsel waktu itu) dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian.

Tak berhenti sampai di situ, pada tahun 1994, Nelson Mandela dipilih rakyat untuk menjadi presiden pertama Afrika Selatan yang berkulit hitam. Bahkan para pemilih berasal dari multiracial, baik kulit hitam maupun kulit putih. Salah satu motto hidupnya ialah, “Only free man can negotiate, prisoners can not enter into contacts.” (Hanya orang bebas yang bisa bernegosiasi, seorang tahanan tak bisa diajak berkomunikasi).

Muhammad Yunus (1940-...) dalam upacara wisuda di MIT tertanggal 6 Juni 2008 mengungkap teladan nyata kepemimpinan (leadership). Sang pelopor mikrokredit ini mengatakan, "Kami menciptakan perusahaan untuk menghasilkan air minum berkualitas di sebuah dusun di Bangladesh. Kami berkolaborasi dengan perusahaan air terkemuka."

Bangladesh memang memiliki masalah air minum. Di sebagian besar wilayah, sumber air terkontaminasi arsenik. Perusahaan bisnis sosial ini akan menjadi prototipe penyuplai air bersih murah secara berkelanjutan. Selain itu, mereka juga mendirikan rumah sakit mata spesialis operasi katarak. Setiap tahun mampu melayani 10.000 pasien.

Sedangkan dalam bidang TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) mereka menandatangani kesepakatan dengan sebuah pabrikan komputer. Sehingga pelayanan berbasis IT kepada masyarakat miskin terakomodir. Proses pemasaran, pendidikan, dan pengiriman uang berjalan dengan lancar.

Bahkan sebuah perusahaan sepatu terkemuka ingin membuka bisnis sosial. Mereka hendak memastikan tidak ada orang bepergian tanpa sepatu. Pun sebuah perusahaan farmasi terkemuka berencana memproduksi suplemen gizi. Sehingga para ibu hamil bisa membelinya dengan harga murah (http://aditya87.wordpress.com/2008/10/08/m-yunus-change-the-world).

Dalai Lama (1935-…) merupakan seorang Timeless Teacher alias Guru Sepanjang Masa. Gelar Dalai Lama diberikan bagi para pemimpin spiritual rakyat Tibet. Arti harfiahnya ialah, “Ocean of Wisdom” (Samudera Kebijaksanaan). Beliau dipercaya sebagai manusia spesial. Kenapa? Karena ia “seorang” jiwa agung yang memilih lahir kembali untuk melayani umat manusia. Nama aslinya ialah Tenzin Gyatso (Leaders: 2007).

Pasca Republik Rakyat China (RRC) menginvasi Negeri Atap Dunia tersebut pada 1959, Dalai Lama terbang ke India, di sana ia mendirikan pemerintahan Tibet dalam pengungsian di Dharmasala. Beliau menjadi Dalai Lama pertama yang bepergian ke dunia barat untuk mengajarkan Budhisme. Sekaligus untuk menggalang dukungan bagi kemerdekaan rakyat Tibet. Salah satu prinsip hidupnya ialah, “Perubahan tak datang dari langit, tapi dari tindakan manusia.” (Change does not come from the sky but from human action).”

Dalam paribasan Kejawen ada petuah, “Janma tan kena kinira.” Artinya, jangan suka menganggap remeh dan memandang rendah kepada sesama. Siapapun dia walau hanya orang miskin, ia adalah manusia yang menyimpan kekuatan tak terduga.

Mbah Amir (70) ialah seorang pengamen jalanan. Setiap hari (dari jam 08.00-13.00 WIB) beliau memetik 23 senar kecapi di bilangan Tirtodipuran, Mantrijeron, Yogyakarta. Seniman sejati ini tak merasa sungkan, karena ia mencari nafkah secara halal. Mbah Amir lebih terhormat ketimbang anggota parlemen yang mengkorup uang rakyat dan lantas bersaksi dusta di ruang sidang .

Demikian penggalan kisah kehidupan para pemimpin besar. Baik wanita maupun pria dari segenap penjuru dunia. Mereka sukses merubah alur sejarah. Semua berkat kedalaman visi dan karya nyata. Semoga para pemimpin kita dapat mencontohnya. (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru PKBM Angon (Sekolah Alam) dan Ekstrakurikuler Bahasa Inggris di SMP Kanisius Sleman, Yogyakarta)

April 10, 2012

Memahami Gerak Batin dalam Diam

Dimuat di Koran Jakarta/ Rabu, 11 April 2012

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/88202

Bagaimana cara membersihkan kotoran batin? Kalau lantai berdebu, bisa disapu. Tapi, kalau penyakit rohani, apakah obatnya? Sebagai terapi awal, menurut Sudrijanto, manusia mesti mengenal dosa. Secara harfiah, kotoran batin ini dimaknai sebagai tindakan yang tak selaras dengan alam. Bisa jadi, masih berupa pikiran, perkataan, atau sudah diejawantahkan lewat tindakan.

Uniknya, dosa bukan sekadar menyangkut perbuatan yang telah dikerjakan, juga yang seharusnya dilakukan, namun tidak dilaksanakan (halaman 41). Praktik mafia peradilan, aksi kekerasan berkedok agama, rintih kelaparan anak jalanan, pemiskinan di akar rumput, korupsi sistemik, dan perusakan lingkungan merajarela di depan mata. Kalau mau sedikit peka, tentu kita pun merasakan dampaknya dan harus bisa berbuat sesuatu.

Kalau tetap bungkam, membiarkan semua itu terjadi, sikap tersebut pun masuk dalam kategori dosa. Dalam konteks ini, notabene umat manusia terjerat dalam jejaring dosa. Oleh karena itu, Paulus mengatakan, "Aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku." (Roma 7: 21).

Buku ini juga mengungkapkan bahwa Gereja Ortodoks Timur lebih melihat dosa sebagai kecenderungan batin yang menyimpang. Tercatat dalam lembar sejarah, pada abad ke-4, Evagrius menganalis delapan akar dosa. Biarawan itu hendak membantu orang yang berkomitmen mengolah hidup rohani, terutama bagi para rahib yang hidup selibat.

Kedelapan sifat destruktif itu ialah kerakusan, hawa nafsu, ketamakan, kemarahan, kesedihan, acedia (apatisme), kesia-siaan, dan kesombongan. Sang Buddha (500 sebelum Kristus) lebih dulu merumuskan lima jenis rintangan internal, yakni keinginan, rasa tidak suka, kecemasan, kemalasan, dan sambalewa (ragu-ragu). Lazimnya, lima jenis kotoran batin (mara) ini muncul saat manusia mulai mengolah lahan batin lewat meditasi.

Romo Sudri mengombinasikan kecenderungan batin dari Evagrius dengan rumusan dari Sang Buddha sehingga ditemukan lima golongan akar kecenderungan batin. Pertama keinginan, hawa nafsu, ketamakan, kerakusan, kesombongan, iri, kecemburuan, kesia-siaan. Kedua, rasa tidak suka, kemarahan. Ketiga, kemalasan dan sambalewa, kesedihan dan acedia. Keempat, kecemasan dan kegelisahan, ketakutan. Kelima, ragu-ragu.

Agar terbebas dari belenggu penderitaan, akarnya yang berupa ego harus dicabut. Jadi, perlu ada penyadaran seputar gerak-geriknya. Lantas bagaimana solusinya? Dia menjawab dengan sebuah cerita. Alkisah, seorang perempuan yang kedapatan berzinah. Ia lalu digelandang kaum Farisi dan dihadapkan pada sang Guru untuk dihukum rajam. Tapi, bagaimanakah respons-Nya? Beliau hanya berjongkok, menunduk, dan menulis dengan jari di atas tanah dan diam.

Artinya, wanita tersebut tidak hanya diadili oleh massa, tetapi juga diadili oleh dirinya sendiri. Melihat Guru diam penuh pengertian, wanita tersebut juga tertunduk. Wanita itu belajar memahami batinnya sendiri dalam diam. Proses internalisasi ini ternyata menyembuhkan dan memberi rasa lega.

Buku ini terdiri atas dua bagian. Bab satu memuat "Dialog tentang Meditasi." Bab dua berisi "Testimoni ihwal Meditasi." Buku dibuka dengan diskusi, diakhiri sharing pengalaman. Ada seseorang berinisial AB (47). Dia manajer keuangan sebuah perusahaan terkemuka. Dia membuka kartu rahasia. Selama bekerja, dia tidak pernah mampu mendengar embusan angin di telinganya.

Namun, akhirnya dia mampu merasakan kehangatan mentari pagi yang membelai kulitnya (halaman 180). Dia menyadari acap kali merasa terkutuk sebagai manusia karena berdosa. Dengan meditasi, dia merasa lebih teguh dan tidak mudah terseret godaan duniawi.

Diresensi Nugroho Angkasa, seorang guru bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) dan Ekstrakurikuler English Club di SMP Kanisius , Sleman, Yogyakarta

Judul : Titik Hening, Meditasi Tanpa Objek
Penulis : J Sudrijanta, SJ
Penerbit : Kanisius
Cetakan : 1/2012
Tebal : 208 halaman
Harga : Rp32.000
ISBN : 978-979-21-3136-9

April 06, 2012

Paying Off Indonesian Independence’s Debt: A Book Review

Published at Aspensi.com/ 7 April 2012

Source:
http://aspensi.com/views/2012/04/07/0456/1057000-paying-off-indonesian-independences-debt-a-book-review

Title: Indonesia Mengajar: Kisah para Pengajar Muda di Pelosok Negeri (Indonesia Teaching: The Stories of Young Teachers from Across the Country).
Authors: 51 Indonesian Young Teachers.
Introduction: Anies Baswedan and M. Arsjad Rasjid PM.
Publisher: Bentang Pustaka, Yogyakarta.
Edition: 2nd, December 2011.
Number of pages : xviii + 322.
Price: IDR 54,000.


The neglection of nation’s children education is a sin of each well educated person - Anies Baswedan, Ph.D.

One main promise of Indonesian independence is to intellectualize the nation. It was mentioned in the preamble of Indonesia Republic Constitution (UUD, Undang-Undang Dasar, 1945) at paragraph four. Unfortunately, the government has forgotten to pay off the debt. Because there is an old saying, “Indeed, a promise is a debt”.

In fact, poor school building was not only written in Laskar Pelangi (Rainbow Troops) book (Andrea Hirata: 2005), but it can be found in Sekolah Tanpa Nama (School without a Name) in Moro Seneng, Kalibawang, Lampung also (page 274). According to Putri Selfi Mahat’s analysis, Moro Seneng region was inhabited by many trans-migrants from Java and Bali islands. The majority of people there were working as laborers in the rubber plantations. Their income was very low for sure; it is not enough to fulfill their basic (daily) needs.

Moreover, no signs explaining that the building – rather called it shack – was a school. Only the flag pole stood in the courtyard, indicating that the students’ learning venue. The classrooms were sealed by bamboo tree. They consisted of 4 tiny chambers. There was no room for the teaching staffs. The floor was still covered by bare soil.

While this alumnus from University of Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta entering the village, he felt the vibration of fear from its citizens. For, they live under the threat of eviction. They tended to be suspicious, especially to the newcomers or strangers.

Consequently, although the Red-White was risen up, they seemed to live in the middle of nowhere. Their existence was also ignored. Even, the access to make e-ID card was closed. In addition, a permanent school established was banned. Therefore, the neglect of the children education was occurred there.

Gerakan Indonesia Mengajar (Indonesia Teaching Movement) offered a concrete solution. They tried to fill the shortage of qualified teachers, especially in the remote areas. It was also galvanized the next generation. Therefore, they have a world-class competence and understanding the grass roots situation.

Previously, the best sons and daughters of Mother Indonesia must pass a stringent selection. Since 2010, around 11,017 scholars from Indonesia were selected, there were only 170 young teacher been chosen. Then, they shared knowledge and inspiration with 18,003 students from 117 villages in 14 districts. The program was initiated by Anies Baswedan, Ph.D.

This book consists of four chapters: Children Teaching Young Learners, Nurturing Optimism, Learning Humility, and Sincerity is Contagious. In total, there are 62 true stories. They are the reflection from the young teachers. For a year, they were blusukan teaching at some remote areas across this archipelago. Among others in North Aceh, West Lampung, North Halmahera, and Fakfak in Papua island.

Rusdi Saleh told about a particular generators named genset (page 203). It’s the main tool to dissipate the darkness of night. As well as the energy source for cell phones, laptops, and other electronic devices. Unfortunately, the power only operated for 4.5 hours a day, it’s from 6 pm until half eleven at the evening.

This Communication Bachelor of Community Development from Bogor Agricultural Institute (IPB) is not going to criticize the performance of State Electricity Company (PLN). He just wants to share an universal value. For the mundane affairs, we should look down and not always to stretch our head up. There are still many houses in other remote area in Indonesia that had never electrified at all.

Indonesia Mengajar: Kisah para Pengajar Muda di Pelosok Negeri (Indonesia Teaching: The Stories of 51 Young Teachers from Across the Country) is a compilation of very simple daily journal. However, they are written by the best scholars coming from various regions of this archipelago. Most of them are in a form of short essay. Why? Because the laptop’s charging time is very limited. Even, some of the teachers wrote with their phone cellular. It’s so amazing. The Indonesian Young Teachers believe that, in fact, they don’t sacrifice anything. Since, it is a great honor to pay off the Indonesian independence’s promise. Two thumbs up!

===

Notice: This article received by Managing Editor of TAWARIKH journal via e-mail at: tawarikh.journal2009@gmail.com Unfortunately, the article is not able to be published in the TAWARIKH journal due to not based research results. However, the editor of ASPENSI in News & Views considers that this article is very interesting to be shared together and be read by whoever concerns about education matters in Indonesia.

T. Nugroho Angkasa, S.Pd. is a Teacher of English in PKBM Angon (Nature School) and Extracurricular English Club at Canisius JHS, Sleman, Yogyakarta, Indonesia. He can be reached at: nugroho.angkasa@gmail.com