September 29, 2011

Surat Terbuka untuk Ketua Mahkamah Agung RI

Yogyakarta, 29 September 2011

Kepada Yth.

Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
Dr. Harifin A. Tumpa, S.H., M.H.
Di Jakarta

Dengan hormat,

Pertama-tama izinkanlah saya memperkenalkan diri. Saya yang bernama T. Nugroho Angkasa S.Pd ialah warga negara Republik Indonesia yang tinggal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sehari-hari saya bekerja sebagai Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon.

Sebagai warga negara yang sadar akan hak konstitusional saya, kali ini saya akan menggunakan hak konstitusional dalam mengemukakan pendapat. Sesuai dengan Pasal 19 dan 20 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, Pasal 28 UUD 1945, Pasal 28E UUD 1945 Ayat 3, serta Pasal 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pandapat di Muka Umum.

Sehubungan dengan adanya mutasi oleh Mahkamah Agung RI, terhadap "hakim bersih" Ibu Albertina Ho dari Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Jakarta Selatan menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kelas IB Sungailiat, Kabupaten Bangka Induk, di Propinsi Bangka-Belitung, maka dengan ini saya menyatakan protes atas kebijakan tersebut.

Saya berpendapat bahwa kebijakan Mahkamah Agung RI untuk memutasi "hakim bersih" Ibu Albertina Ho ke Pengadilan Negeri Kelas IB Sungailiat, Kabupaten Bangka Induk, di Propinsi Bangka-Belitung, dengan alasan promosi adalah tidak tepat. Karena saat ini Ibu Albertina Ho sangat dibutuhkan untuk tetap berada di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Ibu Albertina Ho merupakan hakim yang bersih dan telah menunjukan dedikasinya dalam menjamin rasa keadilan masyarakat, maka tidaklah selayaknya beliau justru “dipromosikan” ke sebuah kabupaten kecil. Saya berpendapat bahwa kebijakan mutasi oleh Mahkamah Agung RI terhadap “hakim bersih” Albertina Ho lebih merupakan suatu upaya “demosi” ketimbang promosi karier.

Sekali lagi, saya berpendapat bahwa mutasi “hakim bersih” Albertina Ho tidaklah tepat dilakukan saat ini. Karena di samping saat ini beliau sedang menangangi kasus yang sedang menjadi sorotan publik seperti kasus Jaksa Cirus Sinaga di Pengadilan Tipikor dan juga kasus Anand Krishna.

Ibu Albertina Ho merupakan “simbol” hakim bersih dalam pengadilan kita. Beliau telah memberi inspirasi bagi gerakan masyarakat madani dan antimafia peradilan di Indonesia. Oleh karenanya, saya berpendapat bahwa “hakim bersih” Ibu Albertina Ho harus tetap ditugaskan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia, guna mendukung percepatan pemberantasan mafia peradilan di Indonesia.

Demikianlah surat protes ini saya sampaikan. Atas perhatian Bapak saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

T. Nugroho Angkasa S.Pd

Kasus Anand Krishna: Sum Veronika Didamprat Hakim

JAKARTA, RIMENEWS - Salah satu Anggota Majelis Hakim Kasus Anand Krishna sempat mendamprat saksi Sumidah Veronika alias Sum. Karena ia ketahuan berusaha mendikte suaminya, Phung Soe Swe alias Chandra saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan yang digelar pada Rabu (28/9) di L'ayurveda.

Hal itu terjadi di tempat yang sering disebut-sebut, atau diduga sebagai tempat kejadian perkara di sebuah ruko di Fatmawati - Jakarta Selatan. Pengacara Anand Krishna, Dwi Ria Latifa, SH mengungkapkan, "Seorang saksi, Sum sempat diperingatkan dengan nada tinggi oleh hakim karena berkali-kali menyenggol dan mengarahkan jawaban suaminya, Chandra, yang juga menjadi saksi. Hakim minta Sum untuk tidak mempengaruhi jawaban Chandra."

Dalam pemeriksaan tempat perkara untuk menguji kebenaran kesaksian, terungkap kejanggalan dalam beberapa keterangan kesaksian Chandra alias Phung Soe Swe. Kejanggalan ini sempat juga dipertanyakan Majelis Hakim, karena dirinya mengaku dapat memastikan kamar multifungsi di lantai tiga terkunci, padahal dirinya tak melihat langsung karena berada di lantai dua.

"Hakim sempat membentak saksi ketika mempertanyakan bagaimana saksi bisa memastikan kamar tersebut yang terkunci, sementara di lantai yang sama terdapat tiga ruangan yang mempunyai kunci yang sama. Saksi tak mampu menjawabnya," kata kuasa hukum Anand lainnya, Nahod dari kantor pengacara Gani Djemat.

Majelis Hakim juga mengklarifikasi keterangan saksi Chandra tentang bagaimana dirinya dapat mengetahui tisu bersperma milik terdakwa, sementara dirinya tak mungkin terus-menerus menjagai tempat sampah. Ria Latifa memaparkan bahwa awalnya saksi bersikeras pada kesaksiannya selalu menjaga tong sampah itu setiap saat, dan memunguti setiap tisu yang dibuang satu per satu walaupun hal ini sangat tidak masuk akal.

"Tapi ketika Majelis Hakim bertanya bagaimana dia bisa terus menerus menjaga tong sampah itu, sementara dirinya juga harus memberikan terapi pada orang di lantai yang berbeda, saksi terdiam sejenak dan kemudian mengakui bahwa bukan dirinya sendiri saja yang membuang sampah," kata kuasa hukum.

Majelis Hakim yang diketuai Hakim Ketua Albertina Ho juga mengabulkan permintaan pihak Anand untuk meninjau dugaan tempat kejadian perkara lain, yang sebenarnya berada di luar Jakarta Selatan, yakni di Ciawi sebagai agenda sidang minggu depan.

September 25, 2011

Pernyataan Sikap National Integration Movement (NIM) - Bom Gereja Solo Tak Bisa Ditolerir!

1317001206705960966

Sumber foto: http://rimanews.com/

Gerakan Integrasi Nasional atau National Integration Movement (NIM) sangat menyesalkan tindakan teror dan kekerasan pemboman rumah ibadah yang kembali terjadi di Bumi Pertiwi tercinta pada Minggu (25/9). Kali ini terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBSI) Keputon, Solo - Jawa Tengah.

Perilaku teror atau tindakan kekerasan atas nama dan dalil apapun tidak dapat ditolerir! Apalagi bila teror dan kekerasan ini dilakukan di rumah ibadah. Tindakan ini dapat memancing tindakan kekerasan lainnya, seperti konflik horizontal.

NIM meminta kepada semua pihak untuk menahan diri. Tidak memanfaatkan kejadian ini sebagai momentum bagi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Karena pada akhirnya usaha tersebut akan merugikan kelangsungan kehidupan bersama berbangsa dan bernegara.

Kebhinnekaan di Indonesia harus terus dijaga dan dipertahankan. Inilah amanat luhur para pendiri bangsa seperti yang tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. NIM mendukung setiap upaya pemerintah melalui aparat penegak hukum untuk menyelidiki masalah ini secara tuntas, tegas dan tanpa ragu. Kita semua mengharapkan adanya tindakan nyata yang cepat.

NIM juga mengajak semua elemen bangsa untuk menyadari bahwa Cinta Kasih adalah merupakan solusi dari segala permasalahan yang terjadi di negeri ini. Mari bersama-sama kita kembali membangun negeri ini dengan cara saling membuka pintu apresiasi. Sehingga segenap anak bangsa dapat menghargai perbedaan sebagai bentuk dari anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk Indonesia tercinta. INDONESIA JAYA!

Jakarta, 25 September 2011

Dr Wayan Sayoga

Direktur Eksekutif NIM

Website: http://www.nationalintegrationmovement.org/

1317001247155423808

Kasus Anand Krishna: Albertina Ho Nyatakan Alat Bukti Video Tidak Relevan


JAKARTA, RIMANEWS-Selama berbulan-bulan pihak Tara Pradipta Laksmi membombadir media massa dengan pernyataan-pernyataan fiktif. Mereka mengaku memiliki alat bukti video yang dianggap sangat kuat untuk menjerat Anand Krishna.

Namun sebaliknya Dwi Ria Latifa, salah seorang kuasa hukum Anand menjelaskan di luar ruangan sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (21/9), "Ternyata rekaman video yang dimaksud adalah hasil cut-and-paste. Entah diambil oleh siapa dan anehnya bisa dijadikan barang bukti oleh pihak kepolisian maupun JPU Martha Berliana Tobing. Padahal jelas-jelas di dalam video itu klien kami tidak ada, bahkan pelapor Tara Pradipta Laksmi pun tidak terlihat."

"Sudah saatnya masyarakat tahu bahwa rekaman itu berisi sharing seorang fasilitator di Anand Ashram yang sudah diedit habis. Terlihat jelas diberikan di tempat yang terbuka dan dihadiri banyak orang. Jadi sementara ini, kalau diberi kesan bahwa rekaman itu memuat sesuatu yang bersifat mesum, maka itu merupakan kebohongan publik yang luar biasa," imbuh Dwi Ria Latifa.

Pengacara Darwin Aritonang juga membenarkan hal itu, "Anehnya apa yang disebut alat bukti ini pernah juga diperlihatkan kepada kami. Tepatnya saat klien kami diperiksa di Kepolisian bulan April tahun 2010 silam. Ketika itu malah beberapa bagian itu tidak ada. Jadi setelah disita sebagai bahan bukti, ternyata barang bukti tersebut masih bisa mengalami editing. Ini betul-betul tidak masuk akal kami."

"Yang lebih parah lagi bahwa sesuatu yang sama sekali tidak menyangkut dan tidak terkait dengan klien kami, bahkan pelapor pun tidak terlihat koq bisa menjadi barang bukti? Tentu seorang hakim senior sekaliber Ibu Albertina Ho bisa menimbang dan melihat apakah yang dianggap alat bukti itu betul alat bukti atau tidak. Relevan atau tidak. Maka ia menyatakan bahwa alat bukti itu memang tidak relevan," imbuh Darwin Aritonang.

Nahod Andreas, kuasa hukum Anand lainnya memaparkan, "Tapi yang jelas dugaan kita semua makin kuat bahwa seperti yang pernah terungkap dan dinyatakan sendiri oleh salah seorang kuasa hukum pelapor Tara Pradipta Laksmi, kasus ini memang menjadi entry point semata-mata untuk pembunuhan karakter klien kami. Saya secara pribadi sangat menyayangkan bahwa sebagian rekan-rekan LSM pernah dibohongi juga dengan cerita video sebagai alat bukti. Padahal hal itu tidak benar."

"Kami juga bertanya-tanya saksi pelapor memperoleh rekaman ini dari mana? Karena, klien kami menyatakan tidak pernah tahu atau melihat rekaman itu sebelum dijadikan alat bukti dan diperlihatkan kepadanya. Merekam suatu kegiatan di suatu tempat tanpa izin pemilik tempat itu ataupun penyelenggara acara di tempat itu tentu ada konsekuensi hukumnya. Kami sedang mempelajari hal tersebut, bersama-sama berbagai kebohongan publik yang dilakukan pihak pelapor baik di media cetak, elektronik dan lain sebagainya," ujar Nahod.

Saat ini sudah banyak bukti yang terkumpul. Termasuk pernyataan-pernyataan dari pihak pelapor sendiri yang semuanya jelas-jelas menunjukkan adanya konspirasi.

Kasus Anand Krishna sudah berlangsung lebih dari 1 tahun terhitung sejak 25 Agustus 2010 silam. Kasus ini sempat diwarnai pergantian majelis hakim. Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) mendesak suksesi majelis hakim paska terungkap “affair” antara seorang saksi JPU, Shinta Kencana Kheng dengan Hakim Ketua lama, Hari Sasangka.

Menurut juru bicara KPAA, Dr Wayan Sayoga, "Hubungan tersebut menunjukkan keberpihakan hakim. Laporan ini didukung oleh bukti-bukti otentik. Berupa ratusan foto dan 5 saksi yang melihat pertemuan kedua orang tersebut di dalam mobil Suzuki Karimun Silver. Kasus dugaan pelanggaran kode etik kehakiman ini sedang ditangani oleh Komisi Yudisial (KY).

"Kami meyakini bahwa MA dan KY akan menelusuri dan memanggil Shinta Kencana Kheng yang hingga hari ini belum nongol padahal sudah berulang kali dipanggil KY," tegas Dr. Sayoga.

September 23, 2011

The Allegation of Muhammad Abrory Djabbar to Be Behind the Case of Anand Krishna Becomes Stronger

iReport —http://ireport.cnn.com/docs/DOC-677739?ref=feeds%2Fpeople%2Fconnect%2Fnunung1

Thursday, September 22, 2011 1:41 West Indonesia Time Zone

Source: http://www.rimanews.com/read/20110922/41720/dugaaan-muhammad-abrory...


JAKARTA, RIMANEWS- In the follow up of the legal case that affects the interfaith and pluralist figure Anand Krishna at District Court (PN) in South Jakarta on Wednesday (21 / 9), the team of judges who was led by Albertina Ho questioned in unison the motives behind this case. They also rejected the evidence that is irrelevant and not related to this case. Dwi Ria Latifa SH, one of Anand's lawyers, said.

Ria added, "In this closed courtroom, my client revealed the peculiarities and the alleged fabrication of this legal case against him because of his being vocal when expressing his criticism and against those who violated the values of humanity in Indonesia through the writings and speeches at national symposiums. He also admitted that Mohammad Djumaat Abrory Djabbar ever attended his ashram. Djabbar is suspected as the brain behind this case. "


"Besides, Abrory admitted that he has worked as an informant for one of the State Institutions, and when the agency was dissolved, Abrory allegedly then tried to earn his living in a suspicious way. Abrory once offered peace to one of Anand’s lawyers, Darwin Aritonang SH, in exchange for the handover of the assets Anand Ashram foundation (affiliated with the United Nations) in order to terminate his legal case. Abrory also told the same thing to one witness from Anand Ashram’s Fans Community. Hence Abrory’s role in this case is very central and gives strong indications in the fabrication of this case. And all this may have happened because of money alone" said the activist of women's rights and former Member of Parliament, when we met her after the hearing.


"It is peculiar that witnesses such as Dian Mayasari and Farahdiba, who claimed to be the victims of abuse in 2002-2004, have showed a sky-high appreciation to Anand in writing in their books in 2005-2006. More surprisingly is the liaison of witness Shinta Kencana Kheng with the former presiding Judge, Hari Sasangka, when the trial was still going in District Court.


Dian Mayasari, who is also Abrory’s wife refused to attend the trial for her re-examination even though the prosecutor had summoned her several times. All this clearly does not conform to the legal norms. And it’s full of irregularities," he added.


In the meanwhile, Darwin Aritonang SH said in the trial his party protested against the evidence that had been changed during the process of the submission of the evidence that also included the irrelevant evidence which the Public Prosecutor (Prosecutor) Martha P Berliana Tobing attempted to submit to the Team of Judges.


"The Team of Judges rejected the videotaped evidence in which my client had nothing to do with all. And obviously the video has been previously edited. In the previous trial, the prosecutor also had handed a necklace in as evidence. But that is not on the list of confiscated materials. Strangely enough the evidence suddenly disappeared this time.

Moreover, there are photocopied books with the title of Brainwashing Methodology. There is Anand Krishna's name underneath the title. It gives the impression that the books were written by him. In fact they are not books written by my client. And it’s righteous that the Team of Judges rejected those books as evidence," he said.


In this trial, the Team of Judges also eventually granted the request of Anand Krishna’s lawyers to investigate the crime scene in order to get a whole perspective and verification of the testimonies of the witnesses in the courtroom. "We thank the Team of Judges who has scheduled an investigation of the scene in very near future," said Darwin.

(Translated by Sylvia Antaresa)

Dugaan Muhammad Abrory Djabbar Dibalik Kasus Anand Krishna Makin Kuat

1316781756596087820

Dimuat di HMINEWS, Rabu/22 September 2011

http://hminews.com/news/dugaan-muhammad-abrory-djabbar-di-balik-kasus-anand-krishna-makin-kuat/

HMINEWS – Dalam persidangan lanjutan kasus hukum tokoh humanis lintas agama Anand Krishna di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Rabu (21/9), Majelis Hakim yang diketuai Albertina Ho dengan kompak mempertanyakan motif di balik kasus ini. Mereka juga menolak barang bukti yang tidak relevan dan tidak terkait dengan kasus ini. Demikian tutur Dwi Ria Latifa SH, salah satu kuasa hukum Anand.

Ria menambahkan, “Dalam ruang sidang tertutup ini, klien saya mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan dan dugaan rekayasa kasus hukum yang terjadi pada dirinya karena kevokalnya ketika menyuarakan kritik dan terhadap pihak-pihak yang melakukan pelanggaran kemanusiaan di Indonesia lewat tulisan-tulisan dan speech-speech dalam simposium-simposium kebangsaan. Ia juga mengakui di dalam padepokannya pernah dihadiri oleh Muhammad Djumaat Abrory Djabbar yang diduganya sebagai otak di balik kasus ini.”

“Selain itu, menurut pengakuannya sendiri, Abrory mengaku pernah bekerja sebagai informan pada salah satu Lembaga Negara, dan ketika lembaga itu dibubarkan, Abrory diduga berkeliaran untuk mencari uang dimana-mana. Abrory ini pernah menawarkan damai kepada Kuasa Hukum Anand lainnya, Darwin Aritonang S.H, dengan imbalan penyerahan aset Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) agar supaya kasus hukumnya dihentikan. Hal sama pernah disampaikan Abrory kepada salah satu saksi dari Komunitas Pecinta Anand Ashram. Jadi peran Abrory dalam kasus ini amat sentral dan kuat indikasinya dalam membidani kasus hukum ini, dan semua ini diduga terjadi karena uang semata “ ujar aktivis pembela hak-hak perempuan dan mantan anggota DPR ini, ketika ditemui usai sidang.

“Adalah juga kejanggalan dimana saksi, seperti Dian Mayasari dan Farahdiba yang mengaku pernah menjadi korban di tahun 2002-2004, tapi kok menulis apresiasi setinggi langit kepada Anand dalam buku-buku mereka di tahun 2005-2006. Atau, yang lebih mengejutkan lagi adalah bertemunya saksi Shinta Kencana Kheng dengan Hakim Ketua lama, Hari Sasangka, ketika sidang masih berjalan di PN. Dian Mayasari yang juga isteri Abrory ini menolak hadir dalam pemeriksaan ulang walaupun sudah dipanggil JPU berkali-kali. Semua ini jelas-jelas tidak wajar dan penuh kejanggalan,” tambahnya.

Sementara ini Darwin Aritonang SH, sempat bercerita bahwa dalam persidangan, pihaknya sempat memprotes adanya bukti-bukti yang sudah berubah dalam proses penyerahan bukti-bukti, termasuk adanya bukti-bukti tidak relevan yang berusaha diserahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha P Berliana Tobing kepada Majelis Hakim.

“Majelis Hakim sempat menolak bukti video di mana klien saya tidak ada kaitanya sama sekali dengan video yang jelas-jelas telah diedit sebelumnya. Di sidang sebelumnya, JPU juga pernah menyelipkan bukti sebuah kalung yang tak ada dalam daftar sitaan. Anehnya kali ini, bukti tersebut lenyap tak berbekas. Dan, ada lagi dua buku fotokopian dengan judul Metodologi Cuci Otak dengan nama Anand Krishna tertera di bawahnya sehingga terkesan ditulis olehnya. Padahal itu bukan buku karangan klien saya dan sepantasnya, buku ini pun ditolak oleh majelis hakim,” ungkap dirinya.

Dalam persidangan ini, Majelis Hakim juga akhirnya mengabulkan permohonan pihak kuasa hukum Anand untuk meninjau Tempat Kejadian Perkara (TKP) guna mendapatkan perspektif utuh dan verifikasi atas kebenaran kesaksian para saksi di dalam ruang sidang. “Kami berterima kasih kepada Majelis Hakim yang telah menjadwalkan peninjauan TKP nanti,” pungkas Darwin.

Keberpihakan Yesus pada Korban

Dimuat di Majalah Gita Sang Surya JPIC-OFM Indonesia, Vol 6, No. 4 Juli-Agustus 2011

13163302712059986186

Judul Buku: A New Christ

Penulis: Wallace D. Wattles

Penerjemah, Re-editor dan Catatan: Anand Krishna

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: I/November 2010

Tebal: xxxxii + 251 Halaman

ISBN: 978-979-22-6342-8

Buku ini terjemahan, re-editing, dan catatan Anand Krishna atas 2 karya monumental Wallace D. Wattles: A New Christ (1900) dan “Jesus: The Man and His Works”.

Menurut Anand, Wattles mengaitkan situasi dan kondisi masyarakat pada jaman Yesus dengan keadaan di abad ke-20. Yesus hidup pada masa pemerintahan Romawi yang enggan mengurusi kepentingan rakyatnya. Mereka lebih suka menunjuk raja-raja kecil di wilayah kekuasaannnya dan menarik upeti dari mereka.

Akibatnya para raja kecil itu memeras rakyatnya lewat pungutan pajak yang tinggi, sehingga menyengsarakan mereka. Situasi tersebut tak jauh beda dengan kondisi abad ke-20. Wattles sempat mengunjungi pemukiman kumuh di Chicago. Di salah satu rumah, seorang anak sakit parah dan terbaring lemah menunggu kematiannya tiba. Keluarganya terlalu miskin untuk membawanya berobat ke rumah sakit.

Ketika anak itu akhirnya meninggal Wattles meradang, “Lagi-lagi nyawa seorang anak “miskin” melayang begitu saja karena ketidakpedulian kita.” Ia menulis: “Setiap sistem, peraturan, lembaga dan apa saja yang menghalangi seorang anak kumuh untuk hidup sepenuhnya, tak direstui oleh-Nya. Kerugian materi sebesar apapun tidak sebanding dengan ketidakadilan terhadap seorang anak kecil. Inilah inti ajaran Yesus. Tidak heran, bila Ia disalibkan.”(halaman 54).

Menurut Wattles, sosialisme ala Yesus menjamin rumah hunian yang layak bagi jutaan keluarga yang belum memiliki tempat tinggal. Bukan sepetak saja tapi sebuah hunian asri nan indah, lengkap dengan pekarangan dan kebun yang luas. Tempat setiap keluarga bisa bercocok tanam dan menghasilkan sayur-mayur, buah-buahan, dan bahan pangan secara organik.

Rumah mereka memiliki perpustakaan, peralatan musik, lukisan dan apa saja yang dibutuhkan untuk pengembangan diri dan olah batin. Sosialisme ala Yesus tidak hanya menjamin kendaraan pribadi seperti mobil, tetapi juga kapal pesiar untuk tamasya bersama.

Namun sosialisme ala Yesus tak membenarkan kepemilikan pribadi atas sarana publik. Seperti jalan raya, sarana perhubungan, industri besar, dan BUMN yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Untuk itu perlu dibentuk semacam koperasi masyarakat untuk mengaturnya.

Dalam menafsirkan Yesus dan ajaran-Nya Wattles menggunakan metode naratif dan sitz im leben. Hal ini tentu melibatkan subjektifitas penulis. Kendati demikian, buah pena Wattles serta inisiatif Anand Krishna menterjemahkan, mengedit ulang, membubuhkan catatan singkat, dan memberikan latihan meditasi layak diapresiasi. Selamat membaca!

September 16, 2011

Saksi Kunci JPU Kembali Mangkir dalam Persidangan Kasus Anand Krishna

JAKARTA, RIMANEWS- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana P Tobing, untuk kesekian kalinya, gagal menghadirkan salah satu saksi kunci, Dian Mayasari, dalam lanjutan Persidangan Kasus Anand Krishna (AK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (14/9).

"Dalam ruang sidang, Hakim Ketua Albertina Ho sempat bertanya tentang keberadaan saksi, dan JPU menyatakan dirinya tidak lagi mampu menghadirkan saksi walaupun sudah dicoba beberapa kali," ungkap Kuasa Hukum AK, Astro Girsang,

Berdasarkan keterangan saksi lainnya di persidangan sebelumnya, nama saksi Dian Mayasari sering disebut berulang kali oleh beberapa saksi, seperti saksi pelapor Tara Pradipta Laksmi, saksi Shinta Kencana Kheng, Faradiba Agustin, Leon Filman, Chandra alias Phung Soe Swe, Veronica Sumidah alias Sum, serta Muhammad Djumaat Abrory Djabbar, sebagai pihak yang secara aktif mengkoordinir dan mefasilitasi pertemuan-pertemuan di rumah mereka selama berkali-kali, dan selama berbulan-bulan berikutnya mengadakan roadshow ke berbagai media dan beberapa tokoh yang mengenal Anand Krishna sebelum melaporkannya ke polisi atas tuduhan pelecehan seksual.

Otto Hasibuan, Ketua Peradi yang juga adalah salah satu penasehat hukum Anand Krishna menyesalkan ketidakhadiran saksi Dian Mayasari, "Menurut pengakuan suaminya sendiri, Muhammad Djumaat Abrory Djabbar, pertemuan-pertemuan itu terjadi atas inisiatif Dian Mayasari bersama Shinta Kencana Kheng yang juga kemudian diketahui dari saksi lain, menghubungi dan mengumpulkan mereka."

"Jadi," tambah Otto, "adanya dugaan konspirasi di balik kasus ini sudah semakin jelas.

"Dalam kesaksiannya yang terakhir, Muhammad Djumaat Abrory Djabbar terasa melemparkan bola panas ini ke isterinya. Dan, sekarang isterinya tidak mau hadir," ujarnya.

Sidang kali ini juga menghadirkan saksi meringankan, Riko Perlambang, dan Saksi Ahli Hukum Pidana Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH., M.Hum

Menurut Kuasa Hukum AK lainnya, Nahod dari Gani Djemaat Law Office, Saksi Riko menegaskan bahwa Anand Krishna bukan pemilik perusahaan yang selama ini digembar-gemborkan di media.

"Saksi Riko ini adalah salah satu pemegang saham dan komisaris sejak awal berdirinya perusahaan ini sampai sekarang. Dan dalam persidangan dirinya bersaksi bahwa tak pernah Anand Krishna sebagai pemegang saham ataupun pengendali di tempat ini. Tuduhan bahwa klien kami sebagai pemilik atau pengendali perusahaan ini adalah upaya sistematis untuk mencemarkan nama baik klien kami dan juga rekan-rekannya," ujarnya menambahkan.

Sementara itu, aktivis perempuan yang juga salah satu kuasa hukum AK lainnya, Dwi Ria Latifa SH, juga turut prihatin atas dugaan rekayasa hukum ini, "Saya ulangi untuk kesekian kalinya, saya ini seorang aktivis, perempuan, dan sangat menghormati keprofesian pengacara. Sejak awal saya melihat kasus ini, saya bisa merasakan Anand Krishna adalah korban konspirasi yang diatur dan direncanakan secara matang."

Ia menambahkan, "Alhamdulillah, keyakinan saya itu terbukti dalam persidangan. Aneh sekali, seorang saksi perempuan Shinta Kencana Kheng, yang mengaku pernah menjadi korban pelecehan, malah bersedia bertemu dengan Hakim Hari Sasangka, di malam hari, berduaan, dalam kendaraan tertutup rapat, di tempat yang sepi, berkali-kali. Urusannya apa? Saya percaya Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung akan mengusut hal ini sampai tuntas, sehingga tidak ada lain seorang oknum yang bisa mencemari nama institusi seenaknya."

Sementara itu Saksi Ahli dan Dosen Hukum Pidana dari Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, SH., M.Hum memberikan kesaksian yang meringankan terdakwa.

Otto Hasibuan mengungkapkan jalannya sidang, "Prof Edy telah mengutarakan dengan baik sekali bahwa terlepas dari materi dan fakta yang sudah semakin jelas tidak terbukti - bahkan dari legal formalitasnya pun kasus ini dipaksakan. Kami yakin Majelis Hakim yang Mulia sudah dapat melihat dan merasakan hal itu."

Prof Edy yang sempat ditemui sebelum kembali ke Yogyakarta turut menjelaskan, "Jangankan dari legal formal, kalau ada orang yang mengaku berulangkali dilecehkan, dan ternyata dia datang sendiri ke tempat yang sama tanpa ada paksaan maupun ancaman secara fisik. Ini sudah jelas merupakan perbuatan with consent (dengan persetujuan). Dan dalam hukum pun demikian, jadi ini bukan tindakan pidana."

"Apalagi dari segi hukumnya pun jika beberapa kasus yang berdiri sendiri-sendiri, tanpa disertai bukti kuat dan atau saksi yang relevan pula, dipaksakan untuk memperkuat pasal 64 dan dinyatakan sebagai tindakan berlanjut, jelas ini tidak bisa. Menurut saya memang dakwaan semacam itu jelas tidak cermat dan sangat tidak bijaksana karena sama sekali tidak memenuhi unsur hukum formal maupun materiil," ujarnya.

Spiritualis lintas agama, Anand Krishna adalah penulis produktif yang dikenal karena karya-karyanya yang sering mengkritik berbagai pihak yang dianggapnya dapat membahayakan integrasi bangsa.

Kasusnya sendiri sudah berlangsung lebih dari setahun di PN Jaksel yang diwarnai terjadinya pergantian majelis hakim karena Hakim Ketua lama, Hari Sasangka terindikasi berhubungan langsung dengan saksi Shinta Kencana Kheng dalam kasus hukum yang ditanganinya, sebagaimana laporan yang masuk ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA).

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110915/41169/saksi-kunci-jpu-kembali-mangkir-dalam-persidangan-kasus-anand-krishna

Studi Lintas Agama Lewat Internet

RIMANEWS- Salah satu ciri globalisasi ialah eksistensi jejaring internet. Inovasi teknologi ini memudahkan komunikasi antar manusia. Jarak, ruang, dan waktu tak lagi menjadi penghalang. Terlepas dari ekses negatifnya, internet dapat meningkatkan kualitas hidup manusia modern.

Universitas berkaliber dunia seperti Harvard sudah meluncurkan program online. Bahkan 70% Perguruan Tinggi (PT) di Amerika dan Eropa memiliki program serupa. Sebenarnya, program online memberi harapan bagi negara dunia ketiga seperti Indonesia. Sehingga tidak ada lagi satu orang pun penduduk yang buta huruf.

Selain itu, program pendidikan jarak jauh menyediakan keuntungan bagi para praktisi pendidikan, masyarakat umum, maupun kaum profesional yang memiliki kesibukan padat. Sebab jadwal belajar online relatif lebih fleksibel. Biayanya pun lebih murah ketimbang program pendidikan konvensional. Kualitas hasil e-learning pun tidak kalah dibanding pembelajaran via jalur formal

Oleh karena itulah, Yayasan One Earth Integral Education bekerja sama dengan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) mencanangkan program pembelajaran online pada Jumat (9/9/2011) di Ruang Yustisia UC, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bentuknya berupa pendidikan Online One Earth College of Higher Learning (www.oneearthcollege.com).

Pada awal kelahirannya e-learning yang digagas Anand Krishna ini membuka 3 fakultas:

1. Transcendental Approach to Comparative Religions/Interfaith Studies, yakni pengkajian terhadap kitab agama dan kepercayaan manusia. Sebagai wujud saling apresiasi terhadap perbedaaan yang ada. Sehingga para peserta dapat memahami esensi dari ajaran agama dan kepercayaan di dunia.

2. Spiritual Transpersonal Psychology, yakni penggalian jiwa manusia. Sebagai proses pencarian jati diri. Sehingga para peserta dapat melampaui ego pribadi dan berkerjasama dengan siapa saja demi kepentingan yang lebih mulia.

3. The Ancient History and Culture of The Indonesian Archipelago, yakni pembelajaran sejarah. Sebagai bentuk penghargaan terhadap leluhur kita. Dengan mempelajari dinamika peradaban terdahulu, para peserta dapat mengetahui kesalahan masa lampau dan memperbaikinya demi masa depan yang lebih cemerlang.

Dalam kesempatan ini, Ketua One Earth Integral Education Foundation, Wayan Suriastini mengatakan, "Kebutuhan penyebarluasan pendidikan integral. Pendidikan yang tidak hanya menyentuh aspek fisik dan intelek saja, tapi juga aspek mental, emosional, dan jiwa sangatlah mendesak." Yayasan One Earth Integral Education merupakan "adik" dari One Earth School di Denpasar, Bali, yang berdiri pada 2008 silam.

Secara lebih mendalam, Dr.Sayoga dari Bali, selaku Direktur Eksekutif Yayasan Anand Ashram menandaskan, "E-learning ini merupakan kesinambungan upaya yang dilakukan Anand Ashram sejak 20 tahun silam, yakni dalam mewujudkan visi One Earth, One Sky, One Humankind (Satu Bumi, Satu Langit, Satu Umat Manusia)."

Seminar Spiritual Transpersonal Psikologi sekaligus Peluncuran Progmam Studi Online ini dimoderatori oleh Tunggul Setiawan. Menghadirkan 3 pembicara kunci, yakni Hendro Prabowo S.Psi, Dosen UGM, Dra. Nadiroh As Sariroh aktivis perempuan dan pluralisme, serta Anand Krishna, sebagai penggagas program.

Akademisi transpersonal psikologi Hendro Prabowo menyebutkan bahwa ada upaya-upaya agar hasil pendidikan menjadi buruk dan terpuruk seperti yang terjadi sekarang ini. Lebih dari itu, telah terjadi pula pembusukan. Sehingga pendidikan akan lebih mudah dijadikan sebagai lahan bisnis atau industrialisasi.

Dra. Nadiroh As Sariroh dari Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY) membagikan pengalamannya. Praktisi pendidikan di Sanggar Sekolah Alam ini berpendapat, "Keberagaman yang ada di Indonesia merupakan berkah. Seperti falsafah Bhineka Tunggal Ika, kebhinekaan kita diikat oleh kebersamaan. Kita perlu saling mengapresiasi agama yang berbeda sejak dari pendidikan anak-anak usia dini." Nadiroh mendukung proses pembelajaran e-learning ini sebagai wujud kegiatan pendidikan partisipatif dua arah.

Anand Krishna menyampaikan bahwa akar masalah edukasi saat ini adalah kapitalisme. Anak-anak dihadapkan lebih pada kompetisi untuk mengejar angka, namun tidak menyentuh pikiran dan rasa. Padahal sejatinya pendidikan dapat membuat orang lebih bertanggungjawab terhadap sesama dan orang lain, bukan semata mengejar sukses untuk dirinya sendiri.

Animo para peserta cukup tinggi. Beberapa orang yang walaupun telah lanjut usia tak mau ketinggalan mendaftar kelas online. Salah satunya, Susilowati, pensiunan dosen Fakultas Ekonomi UNS Solo, ia mengakui, "Program pendidikan lewat internet ini baik sekali, karena memfasilitasi kita mendalami nilai-nilai universal yang terkandung dalam setiap agama dan kepercayaan. Memang akhir dari proses pendidikan bukanlah selembar kertas ijasah, melainkan perubahan karakter. "

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110913/40920/studi-lintas-agama-lewat-internet

September 07, 2011

Seminar Spiritual Transpersonal Psychology and Interfaith Studies (UC UGM Yogyakarta, Jumat 9/9/2011)

13152773231143568332

SIARAN PERS

Launching Program Pendidikan Online One Earth College of Higher Learning
dan Seminar Spiritual Transpersonal Psychology and Interfaith Studies

Salah satu ciri globalisasi ialah kehadiran jejaring internet. Inovasi teknologi ini memudahkan komunikasi antar manusia. Jarak, ruang, dan waktu tak lagi menjadi penghalang. Pun kemajuan ini mendorong perkembangan diri kita. Bukan sekadar fisik dan pikiran, tapi juga mental, emosional dan jiwa. Terlepas dari ekses negatifnya, teknologi internet dapat meningkatkan kualitas hidup manusia modern.

Pada saat yang sama, banyak celah kekurangan dalam sistem pendidikan nasional kita. Baik dari aspek isi, cara maupun arahnya. Sehingga kita kurang apresiatif terhadap perbedaan. Muaranya berupa pengkerdilan/pematian kreativitas dan penurunan budi pekerti, ketertinggalan dan ketidakmandirian dalam bidang ekonomi, tata pemerintahan dan perpolitikan yang tidak berpihak pada rakyat, ketertinggalan dalam kancah percaturan internasional, dan last but not least berkembangnya radikalisme dan fanatisme berkedok agama.

Termotivasi oleh dua situasi di atas, Yayasan One Earth Integral Education bekerja sama dengan Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) mencanangkan program pembelajaran bersama yang memanfaatkan teknologi internet untuk menyebarluaskan pendidikan integral.

Proses pembelajaran ini tak hanya mengasah intelek dan fisik, tetapi juga menyentuh rasa, psikis dan jiwa manusia. Pembangunan karakter, penanaman budi pekerti, nilai-nilai kemanusiaan di atas basis kearifan budaya Nusantara: Kedamaian, Kasih, dan Harmoni menjadi perhatian utama kita.

Bentuknya berupa program pendidikan Online One Earth College of Higher Learning (www.oneearthcollege.com ). Higher Learning merupakan upaya nyata untuk menjangkau nilaiyang belum terakomodir sistem pendidikan kita. Pada awal kelahirannya, One Earth College membuka 2 program, yaitu Spiritual Transpersonal Psychology dan Interfaith Studies.

Secara khsusus, rekan-rekan Wartawan dan Media kami undang untuk meliput dan menyebarluaskan acara Launching Pendidikan Online One Earth College of Higher Learning dan Seminar Spiritual Transpersonal Psychology and Interfaith Studies pada:

Tanggal : Jum’at, 9 September 2011

Jam : 09.00 – 11.00 WIB

Tempat : Ruang Yustisia, UC UGM

Pembicara :

1. Ir. Triwidodo Djokorahardjo, M. Eng (Ketua Program Studi One Earth College)

2. Hendro Prabowo, S.Psi., M.Si. (Akademisi Transpersonal Psychology UGM)

3. Dra. Nadlroh As Sariroh (Aktivis Perempuan dan Pluralisme)

4. Anand Krishna, Ph.D (Program Creator One Earth College)

Terimakasih atas perhatian rekan-rekan Wartawan dan Media, untuk informasi lebih lanjut silakan menghubungi Contact Person: Triwidodo (081326127289) / Suriastini (0811266309).


Term of Reference (TOR)

Pada Februari 2011 Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh menyadari pentingnya pengembangan pendidikan online di Indonesia. Beliau mengatakan bahwa Pendidikan Jarak Jauh - khususnya edukasi berbasis elektronik, e-education, online program - dapat menjadi solusi pemerataan pendidikan. Karena Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar.

“Jika hanya mengandalkan pembelajaran konservatif, kita perlu tambahan infrastruktur yang sangat luar biasa jumlahnya,” ujarnya.

Dalam Soft-launching One Earth College, di Ciawi, 1 September 2011 lalu, Anand Krishna, Program Creator Online Program One Earth College, menyebutkan bahwa Universitas bergengsi seperti Harvard, Columbia sudah me-launching program online.

“Hampir 70 persen Universitas di Amerika dan Eropa sudah memiliki program online, ujar tokoh humanis lintas agama tersebut.

Ia juga menambahkan bahwa yang belum bisa online adalah fakultas Kedokteran, jurusan yang menyangkut teknik atau pratikum di suatu laboratorium. Tetapi itu pun sekarang sudah direncanakan 60-70 persen online, 40 persennya hadir di kelas.

Jadi, sebenarnya program online adalah harapan bagi kita semua sehingga tidak ada lagi satu orang pun orang yang buta huruf.

Disamping itu, program pendidikan jarak jauh melalui Internet memberi banyak keuntungan bagi para praktisi, pendidik, masyarakat umum, maupun profesional yang memiliki kesibukan padat, namun berkomitmen untuk selalu meningkatkan kualitas diri.

Selain biaya yang juga lebih murah dibanding program pendidikan konvensional serta jadual belajar fleksibel, kualitas hasil belajar pun tidak kalah jika dibandingkan dengan yang melalui jalur formal.

Terkait program Spiritual Transpersonal Psychology, Anand Krishna mengungkap pemikiran Ken Wilber dan beberapa tokoh lain. Mereka menelaah kembali tulisan-tulisan William James, Aurobindo, serta tulisan-tulisan dari tahun 1900-an dan 1800-an. Para tokoh tersebut melihat bahwa ternyata selama 100 tahun ini, penilaian kita tentang psikis manusia itu keliru.

Leluhur kita berpatokan bahwa manusia tidak personal dan ego based. Ironisnya, kini Psikologi mengatakan bahwa ego itu adalah yang tertinggi . Jika kamu kehilangan ego, kamu kehilangan segala-galanya.

Sedangkan, spiritual timur mengatakan jika kamu masih punya ego, kamu belum punya apa-apa, ego itu harus dinafikan, no-self, no-mind; dan sekarang itu diakui oleh pemikir-pemikir dunia sehingga terciptalah Psikologi Transpersonal.

Di Amerika dan Inggris, istilah tersebut dikenal dengan nama Integral Psychology. Bahkan kini sudah diakui secara ilmiah bahwa memang inilah Psikologi yang bisa menjawab begitu banyak pertanyaan kita.

Sedangkan terkait Kajian Interfaith Studies. Ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan adaptabilitas, dalam bekerjasama dengan orang-orang yang berlatar belakang berbeda. Sehingga tercapai kemajuan dalam teamwork dengan semangat gotong royong.

Program Online, One Earth College memiliki tujuan yang jauh lebih besar dari pada sekedar “ikut” program. Itulah kenapa persyaratannya minimal pernah mengenyam pendidikan di Universitas dan sudah mantap dalam pekerjaanya. Para peserta yang belajar, diharapkan bisa sharing. Baik saat berinteraksi di kantor, tempat usaha mereka, dan di rumah dalam keluarga. Nantinya program online ini juga akan menjadi bagian dari SKS untuk meraih gelar. Terimakasih.

Membangkitkan Ruh Kepemimpinan

Dimuat di Rubrik Gagasan, Koran Jakarta, Senin/5 September 2011

http://m.koran-jakarta.com/index.php?id=70437&mode_beritadetail=1

Leluhur kita tak menyelewengkan kekuasaan untuk menindas rakyat. Saat penjajahan Jepang, almarhum Ngarso Dalem HB IX sengaja memerintahkan penggalian Selokan Mataram. Agar aliran Progo bisa mengairi lahan pertanian di Kulon Progo-Kalasan secara merata. Pun warga desa setempat terhindar dari kerja rodi yang tak kenal peri kemanusiaan.

Sepakat dengan pendapat Anand Krishna, sebelum menjadi pejabat publik pemimpin seyogianya terlebih dahulu membangkitkan jiwa kepemimpinan dalam diri (Self Leadership, 2004). Tokoh humanis lintas agama tersebut mengingatkan tanggung jawab pejabat publik. Yakni pelayanan terhadap bangsa dan negara.

Bagi yang belum terpilih toh tetap bisa melayani. Sehingga tidak perlu mengamuk bila kalah. Sektor pelayanan sosial bukan monopoli para pejabat ataupun wakil rakyat. Pelayanan terhadap sesama anak bangsa menjadi tanggung jawab setiap warga negara. Tentu sesuai kompetensi individu di lingkar pengaruh masing-masing.

Dalam catatan sejarah, ada sebuah versi Asta Brata dari Kitab Pedoman Hukum Manusia gubahan Manu. Judulnya Manusmriti atau Manawardharma Shastra. Asalnya dari India dan berusia 5.000 tahun lebih. Rumusan Mpu Yogishwara dianggap lebih muda. Wejangan tersebut dikemas dalam Kakawin Ramayana. Usia karya klasik itu sekitar 1.000 tahun.

Yang teraktual ialah Asta Brata versi Keraton Surakarta. Karya ini diadaptasi dari kedua Kitab terdahulu. Namun sudah di-update sesuai perubahan zaman. Versi ini dipopulerkan oleh almarhum Sri Paku Buwono III sekitar 125 tahun silam. Nilai-nilai luhur tersebut dianalogikan ibarat 8 kelopak bunga teratai. Setiap helai kelopak mengandung sebuah pesan.

Kelopak pertama, matahari. Ia memberikan cahaya kepada semua makhluk. Matahari menjadi sumber energi utama segenap titah ciptaan. Kendati demikian, ia tidak pernah menyombongkan diri. Setiap pagi matahari selalu terbit di ufuk timur. Para pemimpin perlu belajar setia mengasihi dan sharing tanpa diskriminasi dari matahari.

Kelopak kedua, bulan. Ia bersinar menerangi gulita malam. Meski terjadi krisis, dan konflik seorang pemimpin tetap bersinar dan melayani masyarakat. Kelopak ketiga, bintang. Ibarat bintang kutub (pole star), ia menjadi pandu bagi pelaut yang tersesat. Pemimpin perlu tegas membubarkan ormas pemuja kekerasan berkedok agama yang acapkali menghakimi keyakinan orang lain dan mengganggu ketertiban umum.

Kelopak keempat, api. Ia membakar ego dan sederet sifat destruktif lain. Inilah laku akbar seumur hidup. Api dapat membakar pula ketidakadilan dan ilalang fanatisme. Harmoni dalam keberagaman niscaya dapat terwujud. Kerendahan hati dan sikap apresiatif menjadi kata kunci di sini.

Kelopak kelima, angin. Ia bersifat halus, lembut, tak terlihat, tetapi kuat dan berada di mana saja. Tak ada yang bisa menghalangi penetrasi Sang Bayu. Walau dibatasi tembok beton sekalipun. Seorang pemimpin trengginas, lincah, dan mampu bergerak bebas. Ia tidak terlalu diproteksi oleh para pembantu di istana megahnya. Sungguh ironis menyaksikan gaya hidup mewah para pejabat tatkala para petani gagal panen akibat terjangan hama wereng.

Kelopak keenam, bumi. Walau diinjak-injak, dieksploitasi, dan dilecehkan Ibu Bumi terus memberi dan memaafkan. Sebagai pelayan publik, seorang pemimpin bersedia menerima segala macam kritikan. Dalam konteks ini, tidak perlu terlalu emosional menyikapi kekritisan kelompok madani.

Kelopak ketujuh, air. Ia mengingatkan kita akan aliran yang konsisten. Air berbagi hidup dan penghidupan dengan semua. Bahkan ketika aliran terhambat oleh sebuah bukit, ia tak akan kemrungsung menabrak, justru dengan sabar mengitari dan tetap mengalir meneruskan perjalanan.

Air juga tidak pilih kasih. Saat mengalir di Timur Tengah, ia tak menjadi Arab dan memberi kehidupan pada orang Muslim saja. Ketika mengalir di India, ia tidak menjadi Hindu dan menjadi sumber kehidupan bagi orang Hindu saja. Tatkala mengalir di Barat, ia tidak menjadi Kristen dan menganggap dirinya lebih beradab ketimbang leluhur kita yang tinggal di kepulauan Nusantara ini.

Kelopak kedelapan, samudera. Ia melambangkan keluasan dan kedalaman. Ia juga memiliki kemampuan untuk menyerap, membersihkan dan mempersiapkan air kotor untuk diuapkan menjadi awan. Kemudian mengembalikan air tersebut dalam bentuk tetes air hujan pemberi kehidupan.

Seorang pemimpin seperti lautan. Dalam arti luas pengetahuannya dan pecinta buku. Konkretnya, seperti para bapa bangsa. Terutama Dwi Tunggal: Sukarno-Hatta. Mereka berdua pembaca ulung. Menurut Maya Safira, BUKU atau BOOK dalam bahasa Inggris singkatan dari Broad Ocean of Knowledge (Pengetahuan luas laksana samudera).

Demikianlah Asta Brata, praksis kepemimpinan ala Nusantara. Leluhur kita tidak mengimpor kearifan lokal tersebut dari luar, tapi titen mengamati lingkungan alam sekitar. Selamat membangkitkan ruh kepemimpinan dalam diri dan melakoninya dalam keseharian ziarah hidup ini.

T. Nugroho Angkasa S.Pd
Penulis adalah, Guru Bahasa Inggris SMA Budya Wacana Yogyakarta


Galang Persatuan dengan Semangat Cinta Ibu Pertiwi

Galang Persatuan dengan Semangat Cinta Ibu Pertiwi

HMINEWS – Masih dalam suasana Lebaran, National Integration Movement (NIM) merayakan peringatan Hari Bhakti Bagimu Ibu Pertiwi (1/9/2011) secara serentak di Jabodetabek, Joglosemar dan Bali. Masing-masing dipusatkan di Ciawi, Jogja dan Denpasar. Kegiatan ini sekaligus Halal Bihalal Keluarga Besar Pecinta Anand Ashram (KPAA).

Seperti tahun-tahun sebelumnya, di Padepokan One Earth – Ciawi, ratusan peserta menghadiri perayaan Bhakti Bagimu Ibu Pertiwi. Pertama kali dicanangkan oleh Menteri Pertahanan, Prof Juwono Sudharsono pada Simposium Kebangsaan NIM: Bagimu Ibu Pertiwi pada 1 September 2005 di Aula Dwi Warna, Lemhanas, Jakarta.

Acara tahun ini mementaskan sendratari unik. Dimainkan oleh muda mudi NIM dan dihadiri beberapa aktivis kemanusiaan, tokoh masyarakat, dan pejabat pemerintahan. Antara lain H Widodo mewakili Kementrian Budaya dan Pariwisata, I Wayan Bude dari Kementerian Agama, Bhikku Dhammasubho, dan Utami Pidada, seorang mantan anggota DPR/MPR RI.

Tema pagelaran kali ini, “One for All, All for One, Gotong Royong Menuju Kejayaan Negeri.” H Widodo mengapresiasi upaya NIM melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa lewat pagelaran seni dan budaya, terutama nilai-nilai kebersamaan. “Perbedaan adalah rahmat dan kebersamaan adalah nikmat,” ujar Widodo usai menyaksikan acara ini.

Senada dengan yang dilontarkan I Wayan Bude. Ia melihat sendiri bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan telah ditanamkan di komunitas ini.
“(Pertunjukan) ini jelas adalah cerminan atas apa yang telah dipelajari di tempat ini. Menggalang persatuan dengan semangat mencintai Ibu Pertiwi yang telah menyusui kita selama ini dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan,” ujar salah satu Direktur di Kementerian Agama ini.

Sendratari dalam acara ini bercerita ihwal bagaimana cara memecah-belah persatuan dengan hasutan keserakahan dan kebencian. Sekum NIM, Joehanes Budiman menjelaskan, “Kami ingin menyampaikan kepada masyarakat luas betapa keji dan berbahayanya hasutan, omongan, keserakahan, dan sebagainya yang dapat mengadu domba di antara kita, dengan tujuan melemahkan persatuan bangsa.”

Pada kesempatan ini, Ketua Yayasan Anand Ashram Dr Sayoga, bersama Peneliti Senior Dr Suriastini selaku pendiri Yayasan Pendidikan Satu Bumi, bersama Ir. Triwidodo M.Eng sebagai Direktur Program melakukan softlaunching e-learning dalam bidang Humanitas. Yakni jurusan Interfaith Study dan Spiritual Transpersonal Psychology. Program studi on line ini didirikan oleh tokoh humanis lintas agama, Anand Krishna, yang juga merupakan inspirator NIM

Peringatan Hari Bhakti Bagimu Ibu Pertiwi juga digelar secara serentak di Denpasar, Bali. Juru bicara KPAA Bali, Hadi Susanto, menegaskan bahwa kasus hukum janggal bermuatan konspirasi yang sekarang sedang dihadapi Anand Krishna, sama sekali tidak mempengaruhi ritme kegiatan komunitas. “Kami tetap berkarya secara nyata dalam membhaktikan diri kami bagi masyarakat dan bangsa. Buktinya kegiatan-kegiatan ini masih kami lakukan dan dihadiri oleh banyak partisipan. Komitmen kami kepada Ibu Pertiwi dalam mengkampanyekan Perdamaian, Cinta-Kasih dan Persatuan dalam keberagaman dan harmoni tidak pernah berubah. Kami jalan terus,” tegasnya

Sumber: http://hminews.com/news/galang-persatuan-dengan-semangat-cinta-ibu-pertiwi/