Agustus 31, 2012

Menjadikan Ratu Boko sebagai Wahana Wisata Budaya Spiritual


“Jogja-Jogja tetap istimewa, istimewa negerinya, istemewa orangnya…
Jogja-Jogja tetap istimewa, Jogja istimewa untuk Indonesia…”

Refrain tembang Jogja Hip-hop Foundation (JHF) ini begitu membius telinga pendengar. Kelompok rapper muda yang njawani tersebut semula biasa manggung dari kampung ke kampung. Hebatnya kini “Jogja Istimewa” dinikmati pula oleh warga ibukota dan bahkan penduduk dunia. Videonya sudah ditonton setidaknya 312,659 kali di http://www.youtube.com/watch?v=F18vJTtX_Ns&feature=related.

Jogja memang istimewa bukan? Kota Gudeg tercinta menawarkan pengalaman selaksa makna. Aneka jenis wisata tersaji di sini. Mulai dari menikmati keindahan alam berupa gunung Merapi dan pantai Parangtritis, menyelami misteri budaya Jawa, menyantap hidangan sembari lesehan di Malioboro, sampai mengagumi kemegahan candi-candi peninggalan leluhur kita.

Salah satu destinasi wisata yang sayang untuk dilewatkan ialah Candi Ratu Boko. Sebuah lanskap arkeologi berupa kompleks kraton raja Mataram Kuno seluas 2500.000 m2. Konon Raja Rakai Panangkaran dari Dinasti Syailendra membangunnya pada tahun 746-784 M. Jadi kalau dibandingkan dengan Candi Prambanan dan Borobudur, umurnya relatif lebih tua.
1346379423503513163
Gapura Kala Senja, sumber foto: Dokumen Pribadi
Kraton Ratu Boko memiliki gerbang yang megah dan indah. Bahannya terbuat dari batu andesit hitam. Ada 2 gapura masih berdiri kokoh hingga kini. Yang pertama berukuran panjang 12,15 m x lebar 6,9 m x tinggi 5,05 m. Di sini ada 3 pintu masuk. Sedangkan gapura kedua berukuran  lebih jumbo,  panjang 18,6 m x lebar 9 m x tinggi 4,5 m. Di gapura ini ada 5 pintu masuk.

Gapura raksasa tersebut acapkali dipakai sebagai latar belakang foto prewedding calon pasangan pengantin. Terutama saat mentari beranjak pulang ke peraduannya di ufuk barat. Kombinasi warna jingga dan biru kian menambah kesan romantis.

Di kompleks Kraton Ratu Boko ini juga terdapat peninggalan berupa Lingga-Yoni. Simbol Yoni (kelamin perempuan) terpahat di dinding pintu masuk Gua. Sedangkan, lambang Lingga (kelamin laki-laki) menonjol di dasar kolam. Sejatinya, kombinasi unsur Yin dan Yang ini merupakan representasi proses peningkatan kesadaran manusia.
1346379786754492985
Kolam Air Suci, sumber foto: Dokumen Pribadi
Selain itu terdapat pula Pendopo yang luas, Pekarangan rumput yang lapang, Sumur tempat air suci, Gua Pertapaan yang mistis, Kolam Pemandian keluarga raja, dan Keputren untuk permaisuri dan dayang-dayangnya. Hingga kini, sumber air suci masih dipakai saat perayaan hari raya umat Hindu.

Keunggulan Kraton Ratu Boko ialah letak geografisnya. Berada jauh di atas bukit dengan ketinggian 195.97 m dpl, sehingga seluas mata memandang terbentang  pemandangan alam yang  membuat lidah berdecak kagum. Semilir angin kian menambah kesejukan.

Di sisi utara, areal sawah hijau seperti karpet raksasa yang digelar. Kemudian sebagai latar belakang gunung Merapi bersanding mesra dengan Merbabu. Candi Prambanan dan Kalasan juga tampak begitu mungil dari sini. Sedangkan di sebelah timur, barisan perbukitan seribu berjajar dengan rapi. Di malam hari, temaram lampu-lampu kota Jogja juga mempercantik suasana.

Menurut pemandu wisata di sana, kawasan Ratu Boko juga disebut Abhayagiri Wihara.  Artinya bukit yang jauh dari bahaya. Pun diselimuti dengan kedamaian. Pada tahun 1790, Van Boecholtz menemukan peninggalan bersejarah ini.
1346380056822369332
Sisa-sisa Reruntuhan, sumber foto: Dokumen pribadi
Kemudian pada tahun 1915, FDK Bosch meneliti “Kraton van Ratoe Boko” secara lebih intensif. Istilah “Keraton” ternyata berasal dari kata Ka-Da-Tu-An. Artinya tempat istana para raja. Kata “Boko” sendiri sinonim dengan burung bangau.

Pada hemat penulis,  bisa jadi saat itu banyak burung bangau hinggap di sana. Tapi ini bisa juga merupakan metafor. Bangau sejenis dengan angsa. Spesies itu gemar terbang secara berkelompok. Mereka membentuk formasi seperti huruf V di angkasa. Tujuannya untuk mengurangi tekanan udara di atas sana. Sehingga bisa menghemat energi tatkala melanglang buana.

Selain itu, angsa juga merupakan simbol pencerahan. Menurut Anand Krishna (Paramhamsa Yogananda:1999) para guru spiritual juga direpresentasikan sebagai Angsa Agung yang membimbing jiwa kembali ke sangkar jati diri (sangkan paraning dumadi).

Multikultur

“Holobis kuntul baris ayo dadi siji, nyebarake seni lan budi pekerti…”

Terusan lirik lagu Jogja Hip-hop Foundation (JHF) ini kembali mengingatkan betapa para leluhur kita hidup rukun dan damai dalam kebinekaan. Ibarat burung kuntul (sejenis bangau) yang guyup dan bersatu terbang dalam satu formasi tadi.

Candi Ratu Boko berjarak 18 km ke arah timur dari pusat kota Yogyakarta. Di sepanjang jalan Solo tersebut ada banyak sekali candi. Mulai dari Candi Gebang, Candi Sambisari, Candi Kalasan, hingga Candi Sewu dan Candi Prambanan. Walaupun aneka warna coraknya tapi bisa hidup bersama.

Ngarso Dalem Hamengku Buwono X dan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat pun terus melestarikan model multikultur semacam ini hingga kini. Di sekitar Kraton, kita bisa menemukan Klenteng di Gondomanan, Gereja Kidul Loji, dan Masjid Agung Kauman. Bhinneka Tunggal Ika menjadi perekat persatuan antar sesama anak bangsa. Walau berbeda kita semua orang Indonesia.
13463802262135682733
Pahatan Wajah Raksasa, sumber foto: Dokumen Pribadi
Secara khusus, Kompleks Keraton Ratu Boko juga pernah digunakan oleh 2 penganut aliran yang berbeda. Awalnya memang sebagai Wihara Buddha, seperti tercatat dalam Prasasti Abhayagiri (792 M). Saat itu, para peneliti menemukan peninggalan berupa arca Dhyani Buddha dan stupika.

Kemudian peninggalan leluhur ini sempat dipakai pula sebagai kediaman Rakai Walaing Pu Kumbhayoni. Menurut keterangan yang terpahat dalam prasasti Pereng (862 M), beliau seorang pemuja Dewa Siwa. Selain itu, para arkeolog juga menemukan arca Ganesha dan Durga.

Artinya secara saintifik, DNA leluhur kita dan orang Indonesia memang inklusif. Perbedaan di kulit luar tak menghalangi sinergi esensi dalam diri. Di balik lapisan kulit ini, darah yang mengalir sama-sama berwarna merah dan tulang kita pun berwarna putih.

Para peneliti juga menemukan peninggalan keramik dari Dinasti Ming (abad 14-17) dan Dinsati Sung (abad 8-9) di sini. Sehingga kompleks kraton Ratu Boko ditempati relatif lama, kurang lebih 9 abad. Pembaca bisa menonton videonya di http://www.youtube.com/watch?v=FPZ0k0r6Djo. Sampai tulisan ini dibuat sudah dilihat 3.151 orang lebih dari pelbagai penjuru dunia.

Revitalisasi
1346380448326089325
Fondasi Bangunan, sumber foto: Dokumen Pribadi
Namun memang kini yang tersisa sebagian besar berupa fondasi. Sedangkan, bangunan utamanya sendiri telah tiada. Karena terbuat dari kayu dan tanah liat sehingga telah aus dimakan usia. Upaya pemugaran situs Ratu Boko sudah dimulai sejak tahun 1983-1973. Kemudian dilanjutkan pada 1990-2000-an.

Dalam konteks ini, Candi Ratu Boko harus menawarkan konsep wisata yang berbeda. Sehingga para wisman (wisatawan manacanegara) dan wisnu (wisatawan nusantara) berbondong-bondong datang ke sini.
Menurut Anand Krishna, ada 3 aspek utama dalam wisata. Yakni, ekosistem, budaya, dan keunikan lokal. Tantangannya ialah bagaimana mengembalikan Ratu Boko sebagai pusat pemujaan dan laku spiritual.

Di dunia ini ada 700-800 juta umat Buddha dan 1 milyar lebih umat Hindu, mereka akan berbondong-bondong datang ke sini lagi. Selain itu, kita perlu mendirikan juga kursus singkat di sekitar komplek Kraton Ratu Boko.

Antara lain berupa kursus membatik, mendalang, membuat wayang, membuat layang-layang, membuat tempe dan tahu, dst. Kearifan budaya lokal ini bisa menjadi magnet bagi para turis dalam negeri maupun internasional. Selain itu, tentu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
1346380772455436659
Gerbang Lain Menuju Ratu Boko, sumber foto: Dokumen Pribadi
Di era globalisasi ini, pariwisata yang paling laku memang wisata agama. Sungai Gangga, Kota Suci Yerusalem, Mekah, Vatikan, dll tetap ramai walau dunia mengalami resesi ekonomi sekalipun seperti sekarang.

Di Jateng-DIY tak hanya Borobudur dan Prambanan. Masih banyak peninggalan bersejarah kaya filosofi lainnya. Salah satunya tentu Kraton Ratu Boko ini. Pulau Jawa dan juga Nusantara memang merupakan melting point of culture alias titik pertemuan pelbagai budaya dari seluruh penjuru dunia.

Kita perlu belajar dari Arab Saudi. Mereka mampu meraup 18 trilyun US Dollar (2009) dari ibadah haji setiap tahunnya. Selain itu, wisata agama perlu dimajukan menjadi wisata budaya spiritual. Di setiap tempat pemujaan itu, perlu ada tempat dialog dan sharing. Sehingga para pengunjung bisa belajar saling mengapresiasi pelangi perbedaan di antara sesama umat manusia.

Kita juga harus mengangkat kembali nilai-nilai budaya lokal. Warisan leluhur seperti Kitab Wedhatama karya Mangkunegara IV musti dikaji dan direvitalisasi. Sehingga para pemandu wisata bisa menjelaskan filosofi esoteris tersirat di balik apa yang terlihat dan kasat mata.

Tepat 5000 tahun silam sebelum tsunami 100 meter menerjang kepulauan Nusantara,  leluhur kita masih berada dalam satu peradaban dengan India. Istilah Hindu bukan mengacu pada satu agama tertentu. Bahkan di dalam Kitab Negara Kertagama (200 tahun silam) tak ditemukan kata tersebut.
13463811561248437939
Kraton Ratu Boko, sumber foto: Dokumen Pribadi
Menurut sejarawan Al Beruni, bangsa ini ialah anggota masyarakat berperadaban Hindu. Lokusnya membentang dari Himalaya sampai ke Australia. Istilah Hindu, Sind, Hind, Indies merupakan sebuah cara hidup (way of life). Sehingga wajar kalau ada banyak kesamaan antara India dan Indonesia. Salah satunya dalam wujud bangunan candi.

Akhir kata, leluhur kita tentu membangun Candi Ratu Boko tak berhenti sebagai sarana ritual formalistik. Tapi lebih sebagai pusat pendidikan budi pekerti bagi generasi masa depan. Semangat budaya inklusif tersebut yang musti dibangkitkan kembali. Menyitir pendapat Fyodor Dostoyevsky (1821-1881), “Elemen terpenting kita bukan pada otak. Namun, pada apa yang menuntun otak kita–kepribadian, hati, kebaikan, dan ide-ide progresif.”

NB: Artikel ini telah diikutsertakan dalam lomba jurnalistik Kompleks Kraton Ratu Boko, semoga saja bisa menang :-). Mohon disebarluaskan ke teman-teman lainnya. Terimakasih banyak dan salam budaya!

Agustus 29, 2012

Parah, Jaksa Martha Berliana Sering Telat Datang dalam Sidang Anand Krishna


1346198533254704723
Jaksa Martha Berliana, sumber foto: http://www.allvoices.com/contributed-news/10721996-prosecutor-marthas-illogical-demands

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana acapkali terlambat datang dalam sidang kasus Anand Krishna. Misalnya pada Rabu, 26 Oktober 2011.

Saat itu, persidangan Anand Krishna memasuki agenda pembacaan tuntutan. Sempat molor 1 minggu dari jadwal semula. Kenapa? karena Jaksa Martha belum menyiapkan dakwaannya.

Sidang seharusnya dimulai tepat pada pukul 10.00 pagi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, namun molor hampir 2 jam. Kenapa? karena JPU Martha belum datang ke PN Jaksel. Sekitar pukul 11.45  JPU Martha baru nampak memasuki ruang sidang.

Kelakuan oknum jaksa yang indisipliner seperti ini bisa mencoreng nama baik Kejaksaan Agung. Bandingkan dengan almarhum Baharuddin Lopa (27 Agustus 1953-3 Juli 2001). Jaksa Agung pada era Gus Dur tersebut biasa bekerja sampai jam 23.00 setiap hari. Simak perjungan beliau di http://www.radar-sulbar.com/nasional/biografi-baharuddin-lopa-diluncurkan/.

1346199324219799337
Jaksa Agung Baharuddin Lopa, sumber foto: http://www.radar-sulbar.com/nasional/biografi-baharuddin-lopa-diluncurkan/

“Tak ada rahasia sukses, ini hasil dari persiapan, kerja keras, dan belajar dari pengalaman,” begitu tandas Colin Powell.  Abai menyiapkan tuntutan, terlambat datang sidang, dan last but not least memasukkan perkara orang lain dalam memori kasasi Anand Krishna merupakan kekurangajaran yang parah.

Mari kita laporkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan http://www.kejari-jaksel.go.id/contact.php. Jangan sampai karena ulah 1 oknum wibawa 8.370 jaksa lainnya di Indonesia turut tercemar.

Bagi pembaca yang ingin tahu lebih detail tentang kasus ini silakan menghubungi no di bawah. Salam Keadilan!

13461732311011855436

Agustus 28, 2012

Mengungkap Alasan Menjadi Vegan


Dimuat di Rimanews.com, Selasa/28 Agustus 2012
http://www.rimanews.com/read/20120828/73666/mengungkap-alasan-menjadi-vegan

Apakah pembaca pernah mendengar istilah EPW (Einstein Pain Waves)? Dalam bahasa Indonesia artinya, “Gelombang Nyeri Einstein.” Trio saintis berkebangsaan India meneliti frekuensi anisotropis akustik tersebut. Menurut M.M. Bajaj, Ibrahim, dan Vijayraj Singh, semua binatang melengkingkan getaran kesakitan tatkala disembelih secara brutal di rumah jagal (halaman 137).

Lewat buku ini, secara kritis Prasasto Satwiko memaparkan dampak makro BIS (Brutal Intense Slaughtering) alias pembantaian sadis intensif itu. Ternyata gempa bumi dapat terpicu oleh EPW juga. Bukti empirisnya tatkala Eropa dilanda wabah sapi gila (mad cow).

Saat itu, jutaan sapi dimusnahkan secara massal. Alhasil, getaran EPW memberi tegangan ekstra pada rekahan bebatuan dan lempeng kerak bumi. Gempa dahsyat di Italia dan Afganistan berhubungan erat dengan penjagalan kolektif tersebut.

Itulah salah satu alasan penulis menjadi vegan. Guru Besar Universitas Atmajaya Yogyakarta ini hanya menyantap menu nabati sejak tahun 2006. Menurutnya, dengan menjadi vegetarian manusia dapat turut berkontribusi bagi kelestarian alam. Sebab, ada korelasi erat antara isi piring di meja makan dengan masalah pemanasan global dewasa ini.

Buku Saya Vegan memuat data mengejutkan. Ternyata, industri peternakan, daging, telur, dan produk hewani lainnya melepaskan 60% N2O ke atmosfer bumi (UN News Center: 2006). Bersama karbondioksida (CO2) dan metana (CH4), dinitrogenoksida, ketiganya merupakan anasir Gas Rumah Kaca (GRK) pemicu global warming (halaman 65).

Riset duo ilmuwan David Pimental dan Robert Goodland kian menghentakkan kesadaran ekologis manusia. Menurut penelitian mereka, untuk setiap 1 kg daging sapi dibutuhkan 100.000 liter air. Praktisi vegetarian dapat makan dari areal pertanian seluas 0,06 hektar, sedangkan para pemakan daging membutuhkan 1,3 ha lebih. Artinya, jika seseorang berhenti melahap 1 pon daging berbanding lurus dengan penghematan air untuk mandi selama setahun.

Penulis menyorot pola konsumsi nabati dari pelbagai sisi. Antara lain “Menu Nabati dan Kesehatan” (halaman 43-64), “Menu Nabati dan Ekonomi” (halaman 101-118), “Menu Nabati dan Agama” (halaman 153-167), “Menu Nabati dan Lingkungan (halaman 65-94), dst. Dari aspek ekonomi, misalnya, perlu dipertimbangakn ihwal biaya tersembunyi (hidden cost). Ternyata pola makan berbasis hewani relatif mahal. Ini terkait ongkos pengobatan di rumah (RS) akibat pola makan yang tak sehat.

Prasasto Satwiko juga menguak dampak pembalakan liar (illegal logging). Areal hijau di Amaz-on diubah menjadi tanah gersang Amaz-off. Akibatnya, limbah peternakan mencemari tanah. Sedangkan pada wilayah perairan (illegal fishing), eksplotasi tak terkendali dengan bahan peledak menyebabkan terumbu karang (great barrier reef) seluas 344,400 km2 terancam punah (World Wildlife Fund (WWF): 2012).

Buku setebal 211 halaman ini kaya perspektif dan informatif.  Secara ilmiah mengajak pembaca mengurangi ketergantungan berlebih pada makanan hewani. Kenapa? Karena kebutuhan nutrisi bisa diperoleh dari asupan nabati. Antara lain berupa padi-padian, sayur-sayuran, buah-buahan, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Pungkasnya, penyitir pendapat Kak Seto, “Menjadi vegan bukan hanya demi kesehatan dan kelestarian alam, tetapi sekaligus membangun karakter cinta damai dan jauh dari kekerasan.”  Selamat membaca!
_______________________
Peresensi: T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru bahasa Inggris di PKBM (Sekolah Alam) Angon

Judul: Saya Vegan
Penulis : Prasasto Satwiko
Penerbit: Kanisius
Cetakan: 1/Juni 2012
Tebal:  xi + 211 halaman
ISBN: 978-979-21-3122-2 

1346163109469249352

Menyulut Nasionalisme Kaum Muda


Dimuat di Okezone.com, Selasa/28 Agustus 2012
http://suar.okezone.com/read/2012/08/28/285/681472/menyulut-nasionalisme-kaum-muda 

13461436371502171733

Judul: Nasional.Is.Me
Penulis: Pandji
Penerbit: Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan: IV/Maret 2012
Tebal: XIV + 330 halaman
Harga: Rp54.000
ISBN: 978-602-8811-53-8

“Banyak dari generasi kita saat ini yang kurang begitu mengenal Indonesia dengan baik, hal tersebut membuat mereka menjadi kurang merasa memiliki dan mencintai negaranya. Buku ini akan memberi gambaran mengenai bagaimana luar biasanya Indonesia, sehingga sudah selayaknya jika kita bangga menjadi bagian dari bangsa ini.”  - Bambang Pamungkas (Bepe).

Tatkala dunia gandrung pada football (sepak bola), Amerika menciptakan American Football. Kenapa? karena sepakbola modern dikenal tumbuh di Inggris. Bahkan kemudian negeri Paman Sam meracik basketball (bola basket) sebagai produk asli mereka. Lewat kedua olahraga tersebut, semua imigran berpartisipasi dalam “pesta bersama” sehingga persatuan pun tercipta.

Pertanyaannya, “Di Indonesia sendiri wujud Nasionalisme-nya seperti apa?” Dalam buku ini menurut Panji jawabnya, “Pancasila!” Dasar negara, tempat di mana semua suku, agama, keragaman berpijak. Landasan yang mempersatukan perbedaan antara aku dan kamu di dalam wadah kekitaan. Senada dengan judul lagu Franky Sahilatua, “Pancasila (ialah) Rumah Kita.”

Pandji kemudian menelisik sejarah peradaban umat manusia. Jebolan SMA Gonzaga Jakarta ini berpendapat bahwa Pancasila-lah yang menjadikan Indonesia tidak bernasib seperti India. Pasca kemerdekaan, negara bekas jajahan Inggris itu terpecah dengan Pakistan. Masyarakat Islam (minoritas di India) takut tidak akan diakomodir hajat hidupnya. Sehingga terjadilah perang saudara, yakni antara Islam dan Hindu karena kepentingan politis.

Pun Mahatma Gandhi menggelar mogok makan. Sang Mahatma berpuasa sampai kekerasan di India berhenti. Akhirnya, seluruh India menyudahi perang saudara. Dan Gandhi pun kembali menyantap sesuap nasi. Namun, pecahnya India tak terelakkan. Masyarakat muslimnya kemudian menjadi Pakistan.

Migrasi penduduk Islam dan Hindu ke daerah India dan Pakistan tercatat sebagai tragedi kemanusiaan abad silam. Keluarga serumah terpaksa berpisah karena perbedaan agama dan kepercayaan. Pancasila membuat Indonesia diakui relatif demokratis. Kenapa? karena sebagian besar negara Islam (atau negara dengan mayoritas penduduk Islam) dipimpin rezim Khilafah. Kendati demikian, sekarang rezim-rezim tersebut pun goyah. Arab Saudi perlahan namun pasti mulai membuka diri terhadap perubahan.

Buku ini juga mengungkap kisah era revolusi. Pada 1945, ayah Pandji belum genap berumur 7 tahun. Si ayah sempat bertanya kepada Ibunya (nenek Pandji), “Apa itu Merdeka?” Semula nenek Pandji kebingungan mau menjawab apa. Tapi kemudian sang nenek menuturkan, “Merdeka itu artinya semua ini (sembari menunjuk ke sekelilingnya) jadi milik kita, Nak.” Belum puas, si bocah bertanya lagi, “Semua jadi milik kita? berarti naik kereta (api) nggak bayar, dong?” Nenek kembali menjawab, “Iya, Nak!” (halaman 103).

Seperti yang kita tahu bersama, hari ini pun kita masih harus (mem)bayar untuk naik kereta, berarti bangsa ini belum merdeka. Begitulah sindirian cerdas ala Pandji. Kendati demikian, rapper penggubah tembang “Angkat Tanganmu untuk Indonesia” ini juga mengapresiasi sumbangsih barisan pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan politis dari tangan penjajah asing.

Zaman dahulu kala (1945-1948), pagar rumah mendiang ayahnya di Yogyakarta terbuat dari bambu. Tingginya sebatas pinggang orang dewasa. Mirip seperti pembatas rumah di serial film Unyil dan Pak Raden. Pada suatu hari, ketika nenek hendak mendorong pagar ke luar, rasanya seperti tertahan, ada yang mengganjal. Beliau menemukan seorang anak yang tersambar peluru nyasar. Tubuhnya tekapar tak bernyawa lagi. Umur anak itu seusia ayah Pandji pada saat itu. Ia sedang menggenggam lemper di tangannya (halaman 104).

Buku ini semula berbentuk e-book. Versi online-nya sudah diunduh tak kurang dari 14.955 kali. Proses peluncuran buku “Nasional.Is.Me” berbarengan dengan Pesta Buku Jakarta 2011. Hingga kini, telah mengalamai cetak ulang ke-4. “Nasional.Is.Me” juga mengusung misi edukasi. Penyiar radio Hard Rock ini menerapkan konsep berbagi. Dengan membeli 1 buah buku otomatis 1 eksemplar buku diberikan secara gratis kepada anak bangsa yang berdomisili di daerah pedalaman. Program ini terselenggara berkat dukungan Bentang Pustaka dan Putera Sampoerna Foundation.

Sistematika karya tulis ini terdiri atas 3 bagian. Pertama, Kenali Indonesiamu. Kedua, Temukan passion-mu. Ketiga, Berkaryalah untuk masa depan bangsamu. Total ada 10 bab. “Dari Sebuah Permintaan Sampai Sebuah Permenungan” hingga “Dari Kalimat Pembuka Hingga Kalimat Penutup.” Nenny Soemawinata menyampaikan perspektifnya di bagian awal.

Buku setebal 330 halaman ini semacam manifesto. Rangkuman jawaban atas pertanyaan yang sering dilontarkan kepada Pandji ihwal kecintaannya kepada Indonesia. Presenter acara Proactive Provocative tersebut tak menulis berdasarkan asumsi. Ia menarik kesimpulan secara deduktif. Yakni, pasca berkeliling Nusantara dari Sabang sampai Merauke.

Kebetulan pekerjaan Pandji memungkinkan safari tersebut. Ia menjelajah dari Padang, Belitung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Manado, Makassar, Kupang, Bali, hingga Jayapura. Keindahan itulah kesan yang menggores dalam.

Pria kelahiran Singapura ini berbagi pengalaman tak terlupakannya di Kupang (halaman 155), “Melihat anak-anak di sana, mendengar mereka bernyanyi “Kuan Kefa” sebuah lagu daerah tentang rindu kampung halaman…lalu mendengar ibu-ibu bernyanyi tentang persatuan berjudul “Lais Manekat” sambil duduk di bawah pohon. Setengah tidak percaya, persis seperti di film-film, suara anginnya tidak berembus tapi bersiul….”

Buku ini menyulut nasionalisme kaum muda di tengah awan pekat politik nan korup. Sebuah ajakan altruistik untuk berkontribusi bagi Republik. Mulai dari diri sendiri di lingkar pengaruh setiap individu. Tentu sesuai profesi dan talenta masing-masing. Selamat membaca!

Agustus 27, 2012

Menjadi Pemimpin 360 Derajat


Dimuat di Sesawi.net, Senin/27 Agustus 2012
http://www.sesawi.net/2012/08/27/menjadi-pemimpin-360-derajat/

“Keputusan yang tidak konsisten dengan nilai Anda selalu berumur pendek.” – (Halaman 313)

Iklim politik di Indonesia masih tersaput kabut tebal. Kenapa? Karena aktornya cenderung impulsif dan reaktif. Pun kadang kurang rasional. Dalam arti, kaitan antar aktivitas tak disadari. Alhasil, sukar untuk saling bersinergi. Selain itu, target ditentukan setelah aksi, bukan sebelumnya. Dalam konteks ini, faktor kepemimpinan (leadership) menjadi berarti.

Berdasarkan pengalaman 30 tahun lebih, John C. Maxwell berbagi pemahaman lewat The 360 Degree Leader. Buku ini memuat cara menjadi pemimpin efektif. Baik pada ranah personal (personal development) maupun organisasional (organizational improvement). Maxwell menguak makna “politisi”. Secara epistemologis, istilah ini terlanjur problematik. Dalam arti, cenderung memunculkan konotasi negatif bagi banyak kalangan.

Konselor Akademi Militer Amerika di West Point ini mengacu pada definisi Webster’s New Universal Cambridge Dictionary. Dikatakan bahwa politikus ialah seseorang yang terlibat di politik (khususnya berskala kecil) untuk kepentingan partai atau keuntungan pribadi. Seorang politikus biasanya tidak jujur.

Sedangkan, kata negarawan lebih positif. Karena menekankan pada kemampuan nyata, pandangan ke depan, dan pengabdian patriotis. Negarawan tidak mementingkan diri sendiri. Ia seseorang yang mengurus masalah bangsa (khususnya yang penting dan besar). Seorang negarawan biasanya terhormat.

Secara lebih mendalam, Maxwell menandaskan bahwa sifat kenegarawanan dapat diaplikasikan dalam segenap lini kehidupan. Termasuk di lokus bisnis sekalipun. Sehingga istilahnya jadi usahawan.

Caranya dengan mempertahankan gambaran keseluruhan (baca: holistik) di benak. “Tetaplah tidak mementingkan diri sendiri dalam segala upaya Anda. Cobalah untuk menjadi seorang duta bagi para kolega dan pelanggan. Niscaya diri Anda jadi lebih menonjol, beroleh kredibilitas, dan efektifitas meningkat. Ganjarannya, Anda kian memperluas lingkaran pengaruh.” (hlm 242).

Awalnya, upaya memerluas lingkaran pengaruh acapkali sangat tidak mengenakkan. Kenapa? Karena manusia cenderung lebih nyaman berada di lingkungan aman. Namun sejatinya, keluar dari zona nyaman (comfort zone) dapat memperbaiki diri. Pun membuka peluang bagi lahirnya ide-ide segar.

Menurut penulis, pengalaman baru dapat mendorong seseorang untuk melihat dari sudut pandang berbeda. Alhasil, ia dapat menemukan metode baru dan ketrampilan (skill) tambahan. Sehingga relatif menjadi lebih inovatif.

Selain itu, semakin banyak sahabat, niscaya seseorang berinteraksi dengan lebih banyak kalangan. Dalam tradisi Kejawen disebut srawung. Sehingga memberi akses terlibat ke jaringan kerja (networking). Maxwell memberi resep praktis, “Mulailah dengan mereka yang berada di zona kenyamanan Anda. Bukankah semua teman Anda memiliki seorang teman yang bukan teman Anda?” (hlm 247).

Buku ini terdiri atas 7 bagian. Setiap bab memuat aneka topik menarik. Antara lain “Mitos Posisi,” “Tantangan Visi,” “Baik Hari Esok Dibandingkan Hari ini,” dan ”Pemimpin Dibutuhkan di Semua Level Organisasi.” Sebelumnya, Maxwell telah menulis 40 buku lebih. Sebagian besar diterbitkan Nelson Business dan Honor Books.

Keunggulan penulis ialah piawai memilih analogi. Sehingga filosofi rumit dibumikan dalam bentuk metafor. Misalnya ihwal kepercayaan (trust). Ia mengutip David Branker, “Kepercayaan dibangun dengan balok satu demi satu, tetapi apabila dilanggar, seluruh dinding tersebut akan runtuh.” (hlm 42).

Buku setebal 402 halaman ini niscaya memperluas cakrawala pandang pembaca. Tak peduli apa pun kondisi yang dihadapi, batasan (limit) terbesar untuk menjadi pemimpin efektif bukan orang lain atau lingkungan sekitar, melainkan semangat (spirit) dalam diri. Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam), Ekskul English Club di SMP Kanisius Sleman, TK Mata Air, TK Pangudi Luhur, Yogyakarta)

Judul: The 360 Degree Leader
Subjudul: Mengembangkan Pengaruh Anda dari Posisi Mana Pun dalam Organisasi
Penulis: John C. Maxwell
Alih Bahasa: Lie Charlie
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer (BIP)
Cetakan: IV/ Juni 2012
Tebal: xvi + 402 halaman
ISBN: 978-979-074-696-1
Harga: Rp 63.000

13460766931818951561

Parah, Jaksa Martha Berliana Copy-Paste Memori Kasasi dalam Kasus Anand Krishna


13459541261422175313
Sumber Foto: http://www.facebook.com/photo.php?fbid=481761515170076&set=a.204878452858385.54649.203864546293109&type=1&theater

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing tak hanya “hobi” mengisi TTS di ruang sidang. Bahkan memori kasasi dalam kasus Anand Krishna pun sekadar hasil copy-paste. Ada lebih dari 10 halaman dalam dokumen hukum tersebut merupakan kasus orang lain.

Ironisnya, majelis kasasi Mahkamah Agung (MA) yang terdiri atas hakim agung Zaharuddin Utama, Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul tidak jeli saat membacanya. Bahkan mereka bersepakat dengan suara bulat mengabulkan memori kasasi hasil copy paste JPU Martha Berliana Tobing.

Artinya, ini bisa disebut sebagai putusan kasasi copy-paste. Rekam jejak JPU Martha memang membuat sidang pembaca geleng-geleng kepala. Track record-nya sbb:

a. Kasus PT Propis (http://www.inilah.com/read/detail/61163/dituduh-curang-jaksa-dilaporkan)
Jaksa Martha diduga keras telah menambahkan Pasal 53 dan Pasal 55 KUHP dalam berkas perkara yang sudah dinyatakan P21.

b. Kasus Aan (http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=6815)
Jaksa Martha  mendakwa saudara Aan dengan tuntutan yang tidak wajar dalam kasus yang diduga terkait dengan mafia hukum. (http://nasional.kompas.com/read/2010/05/17/16190375/)
Perlu dicatat bahwa akhirnya saudara Aan dibebaskan karena surat dakwaan Jaksa Martha cacat hukum. (http://www.detiknews.com/read/2010/05/17/142144/1358518/10/polisi-terbukti-rekayasa-kasus-aan-dibebaskan?nd992203605)

c. Kasus Daniel Sinambela (http://nasional.inilah.com/read/detail/1783770/suami-joy-tobing-dituntut-2-tahun-penjara)
Jaksa Martha tercatat telah memasukkan kesaksian fiktif ke dalam pertimbangan dakwaan. Perlu diingat pula bahwa Jaksa Martha  juga tercatat sering terlambat lebih dari 4 jam (http://us.detiknews.com/read/2011/10/10/182639/1740936/10/?992204topnews)

d. Kasus Anand Krishna
(http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2011/10/27/100241/Kuasa-Hukum-Menilai-Tuntutan-Jaksa-Ngawur). Info komplit tentang kasus Anand Krishna bisa dibaca di http://freeanandkrishna.com/in/

Mari laporkan Jaksa Martha  ke http://www.kejari-jaksel.go.id/contact.php dan 3 hakim agung MA tersebut ke http://badanpengawasan.net/ Jangan sampai lembaga-lembaga hukum di Republik Indonesia (RI) tercinta ini dinodai oleh oknum-oknum seperti itu.

Akhir kata, batalkan putusan kasasi dalam kasus Anand Krishna. Kenapa? karena cacat hukum dan sekadar  copy-paste. Salam keadilan!
1345955912217572386

Agustus 24, 2012

Menyoroti Anomali Kasus Anand Krishna

Opini Publik ini dimuat di Jogja-Jateng Pos, Sabtu/25 Agustus 2012

Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing dalam kasus Anand Krishna. Perkara tersebut bernomor 691 K/PID/2012. Majelis Hakim yang diketuai Zaharuddin dengan hakim anggota Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul membacakannya pada 24 Juli 2012 silam.

Pada hemat penulis, keputusan ini sekadar bermotif benefit of the doubt alias mengambil untung dari keragu-raguan. Dalam akun twitter @mashikam, AS Hikam pun tajam mengkritisi, “Putusan MA yang absurd, menghukum Pak Anand Krishna, sangat memalukan dan memilukan, membuat sistem peradilan Indonesia makin jorok tanpa nurani.”

Lebih lanjut, Menristek pada era mendiang Gus Dur itu menambahkan di situsnya, “Saya sepenuhnya mendukung upaya Pak Anand dan kawan-kawan untuk membawa kasusnya ke Mahkamah Internasional. Putusan MA yang mengabulkan kasasi JPU, dan menghukum beliau 2,5 tahun penjara, bagi saya adalah sebuah pelecehan terhadap hukum dan keadilan (travesty of law and justice).”

Jika putusan bebas kemudian malah dibatalkan dan dihukum, padahal sudah terbukti prosesnya penuh rekayasa, maka tidak ada lagi kredibilitas dan kehormatan peradilan di negeri ini. Kini saatnya peradilan internasional yang mengujinya, dan saya sangat yakin putusan MA akan dipersoalkan dan dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak asasi Pak Anand.” (http://www.mashikam.com/2012/08/putusan-ma-terhadap-pak-anand-krishna.html).

Menyikapi kasasi atas vonis bebas tersebut, Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) mengaku sangat terkejut. Kenapa? Karena putusan bebas diketuk oleh hakim perempuan Albertina Ho (22 November 2011). Srikandi hukum tersebut dikenal kredibel berkat integritas dan profesionalitasnya selama ini.

Selain itu, Mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra pun menandaskan bahwa kewenangan mengajukan banding atau kasasi atas putusan bebas itu inkonstitusional. Karena Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan, “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”

Dalam akun twitter @yusrilihza-Mhd Yusril menulis, “Kasasi putusan bebas Anand Krishna, sekali lagi merisaukan saya, KUHAP sudah sangat jelas mengatur putusan bebas tak bisa dikasasi.” Senada dengan pendapat Todung Mulya Lubis di akun twitter @TodungLubis, “Untuk putusan bebas murni tak ada kasasi. Kalaupun ada kasasi demi hukum, ini adalah deviasi dan tidak lazim.”

Alhasil, pihak pengacara dan keluarga bertekad melayangkan PK (Peninjauan Kembali) dan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional. Menurut Prashant, putra Anand, upaya ini terpaksa ditempuh karena hukum yang berlaku di Indonesia masih belum bisa dipercaya.

Salah satu dukungan berasal dari Humanitad - http://www.humanitad.org/blog/?m=201208. Pendiri LSM pembela HAM sedunia ini, Sacha Stone membacakan pernyataan sikapnya di Monumen Bajra Renon, Denspasar, Bali pada Senin, 6 Agustus 2012. (Sumber: http://hukum.kompasiana.com/2012/08/08/suara-dari-bali-untuk-keadilan-dan-hak-asasi-manusia-ham/)

Ringkih

Sejak dalam proses penyelidikan, kasus yang menjerat Anand Krishna memang kontroversial dan kental aroma rekayasa. Menurut analisis Pakar hukum pidana Fakultas Hukum (FH) UGM, Yogyakarta, Prof. Dr, Edward Omar Sharif Hiariej, dari segi formil maupun materiil tidak bisa terpenuhi. Sehingga jika kasus ini tetap diteruskan, ia yakin 99% adalah rekayasa.

Dari segi formil, secara terperinci Edward memaparkan Anand dijerat dengan pasal 290 ayat 1 KUHP dan pasal 294 ayat 2 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Padahal sejatinya kalau orang paham hukum, pemilihan pasal itu sangat lemah. Sebab pasal tersebut menyatakan ancaman hukuman 7 tahun penjara bagi orang yang melakukan tindakan cabul pada orang yang pingsan atau tidak berdaya. Namun faktanya, dalam persidangan Tara mengaku sadar saat (dugaan) pelecehan itu terjadi.

Kemudian secara materiil, lebih ringkih lagi. Pasalnya, ada ketentuan menghadirkan minimal 2 orang saksi. Tapi sampai syarat ini saja tidak terpenuhi. Karena yang berbicara hanya Tara. Kemudian temannya mengatakan lagi ada teman lain yang juga dilecehkan. Namun semua keterangan itu tidak saling terkait. Jadi sama dengan gosip. Ironisnya,  keterangan yang hanya katanya dapat dijadikan fakta hukum di negeri yang telah 67 tahun merdeka ini.

Tanpa tedeng aling-aling, Prof. Eddy, nama akrab beliau, mensinyalir ada upaya sistematis untuk menyingkirkan Anand Krishna. Sebab ini adalah kali ketiga Anand dikriminalisasi sedemikian rupa. Pertama, tahun 2000 soal penodaan agama yang kemudian tidak terbukti karena telah dikuatkan pernyataan dari tokoh-tokoh Islam. Kedua, tahun 2005 tentang penipuan uang sebesar Rp150 juta yang juga tidak ada bukti dan akhirnya dicabut kembali oleh pelapor (Sumber: http://www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=3815).

Romo Franz Magnis Suseno S.J menyoroti dari perspektif lain. Tuduhan pelecehan seksual yang dialamatkan kepada Anand Krishna hanya pengalihan dari sebuah skenario besar. Tujuannya untuk menjatuhkan buah pikiran tokoh spiritual lintas agama itu.

Lebih lanjut, Romo Magnis menilai proses pengadilan atas buah pikiran Anand Krishna tidak sepantasnya dilakukan di sebuah negara yang menjunjung tinggi pluralisme. Hendaknya para penegak hukum memproses perkara ini sesuai dengan potokan-patokan keadilan. Selain itu, di dalam sidang-sidang pengadilan, ia mempertanyakan kenapa lebih banyak dipersoalkan ajaran dan tulisan Anand Krishna. Baginya, itu sebuah kekurangajaran yang luar biasa.

Beliau menuturkan bahwa proses pengadilan terhadap Anand tidak adil, wajar, dan etis. Romo menghimbau kepada para hakim supaya mereka tidak melecehkan hukum dan menjalankan konspirasi. Yang menjadi objek perkara ini kini ialah sosok Anand Krishna dengan spiritualitasnya, Anand Krishna merupakan sosok penting dalam era keterbukaan, kemanusiaan, dan pluralisme di negara ini (Sumber: http://freeanandkrishna.com/in/) .

Mendasar

Pada hakikatnya, masalah Anand Krishna ini bukan lagi masalah pribadi, tapi adalah hal yang mendasar. Tentu kalau terkait dengan (dugaan) pelecehan seksual, mungkin banyak yang mengambil jarak, termasuk media massa. Pemberitaan sebatas permukaan. Sehingga perlu investigasi lebih dalam. Sejatinya, pokok permasalahannya bukan isu seksis tersebut, melainkan pengadilan terhadap pemikiran.

Padahal pengadilan terhadap pemikiran seseorang tidak boleh terjadi. Johannes Hariyanto SJ, yang akrab disapa dengan Romo Hary, mengatakan hal tersebut di sekretariat Indonesian Conference on Religious and Peace (ICRP) pada 15 April 2011.  Seperti yang dilaporkan oleh Chris Poerba dalam reportasenya, Romo Hary ialah salah seorang dari narasumber yang  menyatakan pandangannya dalam konferensi pers bertajuk, “Suara Keadilan dari Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat - Pemikiran Tidak Seharusnya Diadili dan Dikriminalisasi” (Sumber: http://v2.icrp-online.org).

Kasus yang berlangsung selama 2 tahun lebih ini juga diwarnai pergantian majelis hakim oleh ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Kenapa? Karena ketua hakim Hari Sasangka tertangkap kamera terlibat hubungan tidak wajar dengan seorang saksi bernama Shinta Kencana Kheng di luar persidangan. Yang bersangkutan kemudian dimutasi ke Ambon dan terkena hukuman disiplin nonpalu.

Dari rekaman pengadilan terungkap bahwa hanya 10% membahas ihwal pelecehan seksual. Sedangkan, 90% lainnya ialah tentang pemikiran, aktivitas, dan buku-buku Anand Krishna. Tapi memang yang lebih empuk (baca: laku) diberitakan di media selama ini semata isu pelecehan seksualnya saja (simak videonya di http://www.youtube.com/watch?v=qCmh-mbqW3I&feature=related).

Dalam konteks ini, penulis bersepakat dengan pendapat Romo Sapto Rahardjo. Ketua Paguyuban Tri Tunggal, Yogyakarta dan Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila (GMRP) tersebut mengatakan bahwa kasus Anand Krishna juga sering dialami para tokoh yang memperjuangkan kebenaran, kebangsaan, dan menegakkan Pancasila. Sebab, ada pihak-pihak yang merasa terancam dengan pergerakan para tokoh tersebut. Polanya tetap sama, mereka merekayasa dan mensponsori suatu kasus untuk menjatuhkan dan menghambat langkah perjuangan. Tokoh-tokoh itu dibenturkan dengan masalah hukum yang sudah direkayasa sebelumnya.

Pungkasnya, menyitir tesis A.S Hikam pasca vonis bebas dibacakan pada 22 November 2011, “Kendati negeri ini sudah berada dalam sebuah sistem demokrasi dan reformasi, tetapi fitnah dan konspirasi yang diarahkan kepada para pejuang demokrasi dan hak-asasi manusia tidak akan pernah berhenti. Hanya jika peradilan benar-benar menegakkan keadilan serta bebas dari campur tangan pihak-pihak vested interest saja, maka tokoh-tokoh pejuang seperti Pak Anand Krishna dapat dilindungi dari fitnah.” Salam Keadilan! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Koresponden Yayasan Anand Ashram (Berafiliasi dengan PBB, 2006) tinggal di Yogyakarta)

Kasus Anand Krishna ini sudah jadi sorotan dunia internasional. Karena merupakan tolok ukur penegakan hukum di Indonesia, simak info komplitnya di http://freeanandkrishna.com/

Agustus 23, 2012

Parah, Jaksa Martha Berliana Ngisi TTS Saat Sidang


13457374161216224545
Arifinto nonton BF saat sidang, sumber foto: http://tjah-ict.blogspot.com/2011/04/anggota-dpr-nonton-bokep-saat-sidang.html

M Irfan, pewarta foto harian Media Indonesia secara jeli berhasil mengabadikan seorang anggota DPR sedang menikmati gambar porno melalui iPad pada saat sidang paripurna di Gedung Parlemen (8/4/2011).

Anggota DPR tersebut bernama Arifinto. Aneka tanggapan negatif muncul terkait tindakan anggota DPR RI dari komisi 5 tersebut.

Ironisnya, peristiwa memalukan semacam itu kembali terjadi. Kali ini pelakunya ialah Jaksa Martha Berliana. Ia tertangkap kamera mengisi TTS (Teka-Teki Silang) saat sidang tanggal 15 November 2011 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.


Pada hemat penulis, kalau suka mengisi TTS monggo silakan, toh itu hak pribadi. Tapi mbok yao kalau pas sidang ya ditahan dulu tangannya yang gatal mengisi 5 mendatar 4 menurun itu.  Bukankah panjenengan dibayar dengan uang pajak hasil keringat rakyat? Kami menggajimu bukan untuk ngisi TTS saat sidang tau.

Pantas saja tuntutanmu ngawur. Salah satu Kuasa Hukum Anand Krishna, Nahod Silitonga SH LLM dari Kantor Hukum Gani Djemat dan Partners mengaku sangat kecewa dengan terkabulnya permohonan kasasi terhadap kliennya. Kenapa? karena Permohonan Kasasi itu sendiri sudah bertentangan dengan ketentuan perundangan yang sudah ada.

“Setiap warganegara Indonesia itu berhak atas Jaminan Kepastian Hukum sehingga setiap materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat. Pasal 244 UU No. 8/1981 tentang KUHAP secara jelas mengatakan Putusan Bebas tidak dapat dikasasi ke Mahkamah Agung (MA),” ujarnya.

Menurut Nahod, terkabulnya permohonan kasasi dalam kasus ini, bukan saja telah menabrak Jaminan Kepastian Hukum, tetapi juga asas ketertiban hukum di Indonesia.

Untuk info lebih lanjut tentang kasus Anand Krishna yang didakwa oleh Jaksa Martha Berliana ini klik di http://freeanandkrishna.com/ Terimakasih

Sebarkan dan laporkan, sekarang!

13457372391357818945

Agustus 22, 2012

Albertina Ho, Judge Bao, dan Zaharuddin Utama


134561524099469713
Albertina Ho, sumber foto: http://mobile.seruu.com/utama/nasional/artikel/hakim-albertina-ho-dimutasi-ke-pn-sungai-liat-bangka-blitung

Albertina Ho dikenal sebagai Srikandi Hukum Indonesia.  Beliau tidak pandang bulu menegakkan keadilan. Sosoknya mengingatkan kita pada Judge Bao. Hakim tegas sekaligus penuh welas asih dalam tradisi China.

Tatkala dipercaya menangani kasus mafia pajak, Albertina menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta kepada Gayus Tambunan.

Bahkan Albertina Ho berani berseberangan pendapat dengan hakim lainnya ketika mengadili Sigid Haryo Wibisono dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, yang melibatkan mantan ketua KPK Antasari Azhar. Saat itu, Albertina berpendapat Sigid harus dihukum lebih berat, karena terbukti secara tidak langsung merencanakan pembunuhan Nasrudin.

13456171501822429942
Judge Bao, sumber foto http://wiki.d-addicts.com/Bao_Qing_Tian

Wanita kelahiran Maluku Tenggara tersebut sebelum dimutasi MA ke Pengadilan Negeri Sungai Liat, Bangka Belitung sempat pula menangai kasus mafia hukum dengan terdakwa Cirus Sinaga.

Hakim Albertina Ho mendapat banyak sekali simpati dan dukungan publik. Apalagi di tengah maraknya perilaku koruptif mafia hukum. Selama ini, persepsi publik terhadap hakim cenderung negatif. Bahkan “Hakim” diplesetkan menjadi singkatan dari “Hubungi Aku Kalau Ingin Menang.”

Sehingga lumrah bila masyarakat protes, ketika Albertina Ho  mendadak  dibuang dari Jakarta, yang nota bene merupakan sarang  para mafia hukum di Indonesia.

Yang bersorak-sorai tentu pihak-pihak yang terancam kenyamanan hidupnya. Mereka ialah sesama hakim, jaksa, pengacara dan praktisi hukum yang sudah terbiasa memanipulasi fakta peradilan dan memperdagangkannya.

Salah satunya bernama Zaharuddin Utama. Ia hakim yang menghukum Prita Mulyasari dan Nenek Rasminah.  Zaharuddin Utama dengan dua hakim agung Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul juga bersepakat mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum Martha Berliana Tobing dalam kasus Anand Krishna.

1345617230290003233

Padahal menurut Yusril Ihza Mahendra, “Kasasi putusan bebas Anand Krishna sekali lagi merisaukan saya. KUHAP sudah sangat jelas mengatur putusan bebas tidak dapat dikasasi.” Anand Krishna divonis bebas oleh Albertina Ho (22 November 2011) karena terbukti tidak bersalah.

Sebelumnya, tuan tanah tersebut juga menghukum terdakwa Rasminah dalam kasus pencurian 6 piring dengan hukuman 130 hari penjara.

13456173041036741225
Zaharuddin Utama, sumber foto: http://freeanandkrishna.com/in/index.php?id=kasasi/hakim_ma

Zaharuddin Utama pula yang mengabulkan permohonan PK pembunuh artis Alda Risma, Ferry Surya Perkasa. Alhasil, Ferry yang sebelumnya diganjar 15 tahun penjara, mendapat diskon  hanya diganjar 8 tahun.

Zaharuddin Utama pun menyatakan Prita Mulyasari bersalah dan menghukum 6 bulan penjara dengan percobaan satu tahun penjara. Satu majelis hakim lainnya, hakim agung Salman Luthan menghukum bebas Prita.

Untuk informasi lebih lanjut  ihwal kasus Anand Krishna silakan berkunjung ke http://freeanandkrishna.com. Terimakasih dan salam keadilan!

1345617393492510694

Agustus 20, 2012

Jaksa Muda Martha Berliana Tobing Ingkari Janji Korpsnya Sendiri



13455988691963551829

Jaksa Agung Basrief Arief menjanjikan bahwa institusinya tidak akan mengajukan kasasi terhadap perkara-perkara rakyat kecil, yang diputus bebas.

“Saya telah instruksikan ke depan, terhadap putusan bebas sesuai pasal 67 Jo pasal 224 KUHAP (Kitab Undang Undang Hukuam Acara Pidana) tidak dapat diajukan kasasi, kecuali perkara yang merugikan keuangan negara,” kata Basrief dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Senin (18/7/2011).

Basrief menambahkan dalam waktu dekat, institusinya akan menerbitkan instruksinya, agar jaksa seluruh Indonesia dapat memahami dan tidak muncul lagi penanganan perkara-perkara yang melibatkan rakyat kecil, diperlakukan lagi seperti Prita Mulyasari (Sumber: http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/07/18/jaksa-agung-janjikan-tak-akan-kasasi-untuk-perkara-rakyat-kecil#.UDHb6AaZwVU)

Kasus Prita Mulyasari sempat menyedot perhatian masyarakat, pasca Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi terhadap putusan bebas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Bahkan kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Majelis kasasi yang terdiri dari hakim Imam Harjadi dan Zaharuddin Utama menyatakan ibu 2 anak balita tersebut bersalah dan menghukum 6 bulan penjara dengan percobaan satu tahun penjara.

Satu majelis hakim lainnya, hakim agung Salman Luthan menghukum bebas Prita. Saat itu, Imam Harjadi sebagai ketua majelis dan Zaharuddin Utama hakim anggota. Suara Salman yang menghukum Prita bebas kalah dalam voting.

Ironisnya, ibarat kata pepatah memang lidah tak bertulang,  setahun berselang Jaksa Muda Martha Berliana Tobing jutsru melanggar janji korpsnya sendiri. Ia mengajukan kasasi terhadap putusan bebas  Anand Krishna yang dikeluarakan hakim Albertina Ho (22 November 2011). Kemudian majelis kasasi yang terdiri dari Zaharuddin Utama dengan dua hakim agung Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul sepakat mengabulkan kasasi JPU itu.

Putusan Bebas Tak Bisa Dikasasi


Dr Chairul Huda dengan tegas menolak upaya kasasi Jaksa atas putusan bebas. Kenapa? karena menghilangkan asas keadilan dan kepastian hukum.

“Kasasi hanya berlaku untuk putusan yang menjatuhkan hukuman, bukan untuk putusan bebas,” tegas Huda. Karut-marutnya penegakan hukum, menurutnya, karena semangat para Jaksa untuk menghukum orang, bukan untuk menegakkan keadilan.

Prof Muladi, Prof Romli Atmasasmita dan Dr Chairul Huda memang bersepakat bahwa tindakan jaksa mengajukan kasasi atas putusan bebas (vrijspraak) harus dihentikan karena bertentangan dengan Pasal 67 dan 244 KUHAP.

Ketiganya mengucapkan hal itu dalam keterangannya sebagai ahli dalam uji materi yang diajukan Agusrin M Najamuddin, Gubernur non aktif Bengkulu, di sidang MK petang ini (Rabu, 9 November 2011).

Muladi mengatakan bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam putusan perkara Raden Sonson Natalegawa tahun 1983 adalah cacat hukum. Natalegawa dibebaskan oleh PN Jakarta Pusat, namun Jaksa melakukan banding dan kasasi yang diterima oleh Mahkamah Agung (MA).

Atas putusan itu, maka Jaksa menganggap ada yurisprudensi boleh banding dan kasasi atas putusan bebas meskipun bertentangan dengan Pasal 67 dan 244 KUHAP. Muladi mengatakan putusan MA itu didasarkan atas pendapat Menteri Kehakiman Ali Said yang mencerminkan pendapat pemerintahan otoriter Orde Baru.
Di era Reformasi sekarang, kata Muladi, pendapat seperti itu harus ditinggalkan karena bertentangan dengan HAM dan demokrasi.

Prof Romli Atmasasmita menegaskan bahwa praktik pengadilan yang membagi putusan bebas ke dalam bebas murni dan bebas tidak murni, adalah praktik zaman kolonial berdasarkan HIR yang bertolak dari paham “praduga bersalah” dan kedudukan penguasa yang lebih tinggi berhadapan dengan terdakwa, sebagaimana diatur dalam HIR.

Kini KUHAP telah meninggalkan hukum acara kolonial itu dengan mengedepankan asas “praduga tidak bersalah” dan menempatkan negara pada posisi yang sejajar dengan warganegaranya yang dituduh melakukan tindak pidana. Pembagian putusan bebas menjadi dua kategori itu, lanjut Romli, bertentangan dengan KUHAP dan tidak dikenal dalam hukum acara nasional yang harus mengatur segala sesuatunya secara rigit dan pasti.

Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum juga Agusrin mengatakan, kalau permohonannya dikabulkan, maka putusan ini akan mengakhiri kontroversi yang sudah berlangsung 30 tahun tentang boleh tidaknya Jaksa mengajukan kasasi atas putusan bebas.

“Banyak orang yang akan terbantu dengan putusan itu, seperti Prita Mulyasari dan terakhir ini Dany dan Randy yang diputus bebas karena dakwaan melakukan kejahatan menjual IPad tanpa manual bahasa Indonesia, ternyata tidak terbukti. Namun Jaksa lagi-lagi mengajukan kasasi,” kata Yusril. (Sumber: http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/11/09/tiga-ahli-hukum-tolak-kasasi-untuk-putusan-bebas#.UDHbq9QmMRc)

Untuk info lebih lanjut tentang Kasus Anand Krishna silakan menghubungi:
13454472751985043614

Agustus 18, 2012

Membersihkan Kantor MA dari “Tikus-tikus”


13452901582118775789
Zaharrudin Utama

Pada Jumat (17/8/2012) tepat pada perayaan HUT RI ke-67 dua hakim dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Semarang. Penangkapan KM (Kartini Marpaung, hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Tipikor Semarang) dan HK (Heru Kisbandono, hakim ad hoc tipikor pada Pengadilan Tipikor Pontianak) kian menegaskan bahwa nyata ada oknum-oknum penegak hukum yang mengkhianati amanah rakyat demi kepentingan pribadi (Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2012/08/18/1317484/MA.Diminta.Koreksi.Putusan.Bebas.Kartini.Marpaung dan http://nasional.kompas.com/read/2012/08/18/13094649/Coret.Calon.Hakim.yang.Pernah.Bela.Koruptor)

Cara untuk menyaring hakim-hakim yang bermasalah tersebut sebenarnya mudah. Yakni dengan mengecek rekam jejak (track record) mereka. Ada kecenderungan umum bahwa hakim-hakim tersebut lazimnya pro koruptor. Mereka memvonis bebas atau memberi hukuman yang sangat ringan kepada para maling uang negara tersebut. Sedangkan kalau berhadapan dengan wong cilik dan tokoh perubahan sosial, mereka begitu “raja tega.”

Yang paling aktual, majelis kasasi yang terdiri dari Zaharuddin Utama dengan dua hakim agung Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul bersepakat mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing dalam kasus Anand Krishna.

Padahal menyitir pendapat Yusril Ihza Mahendra, Profesor Hukum Tata Negara, “Kasasi putusan bebas Anand Krishna sekali lagi merisaukan saya. KUHAP sudah sangat jelas mengatur putusan bebas tidak dapat dikasasi.” Pada tanggal 22 November 2011 Albertina Ho yang memvonis bebas Anand Krishna di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel). Karena dakwaan JPU tidak bisa dibuktikan secara sah dan meyakinkan.

Oleh sebab itu, mari sejenak kita simak bersama rekam jejak Zaharuddin Utama (ZU). Ada 2 link berita yang menjadi rujukan http://news.detik.com/read/2012/02/01/110001/1831137/10/4-putusan-kontroversial-hakim-agung-penghukum-rasminah dan http://nasional.kompas.com/read/2012/02/01/09331413/Komnas.HAM.Kecam.Pembatalan.Pembebasan.Nenek.Rasminah (Sumber: http://freeanandkrishna.com/in/index.php?id=kasasi/hakim_ma).

Ternyata, ZU ialah hakim yang menyatakan Prita Mulyasari bersalah dan menghukum 6 bulan penjara dengan percobaan satu tahun penjara. Ia pula yang pada 2 Februari 2011   mengabulkan permohonan PK pembunuh artis Alda Risma, Ferry Surya Perkasa. Alhasil, Ferry yang sebelumnya diganjar 15 tahun penjara, mendapat diskon sehingga Ferry hanya diganjar 8 tahun. ZU pula  yang menghukum terdakwa Nenek Rasminah (56) dalam kasus pencurian 6 piring dengan hukuman 130 hari penjara.

Secara khusus, ICW (Indonesian Corruption Watch) menolak pengangkatan ZU sebagai Hakim/Wakil Ketua Pengadilan Tinggi TIPIKOR. Kenapa? Karena integritas Zaharuddin sangat dipertanyakan mengingat telah 2 kali mengeluarkan penetapan yang menguntungkan terdakwa perkara korupsi Abdullah Puteh. Selain itu, penetapan pengalihan tahanan bagi Puteh sangat ganjil mengingat bahwa majelis Hakim Tinggi Pengadillan Tipikor belum juga terbentuk (Sumber: http://www.antikorupsi.org/antikorupsi/?q=node/4722).

Akhir kata, semoga spirit Lebaran 1433 H saat ini kian memberi rasa keadilan bagi masyarakat.  Mari bersama kita dukung KPK untuk membersihkan MA (Mahkamah Agung) dari - meminjam istilah Bang Iwan Fals - “tikus-tikus kantor” yang berlindung dibalik ‘toganya’. Salam Keadilan!

13453540501593564199

Kepelatihan Sepak Bola di Indonesia


Dimuat di BOLA, edisi 15-19 Agustus 2012

Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaksi

Di lihat dari segi fisiologis alias postur tubuh, para pemain sepakbola Indonesia lebih mirip dengan perawakan pemain Brazil dan Spanyol. Relatif mungil dan mengandalkan kecepatan (speed). Secara kolektif, gaya tiki-taka (tik-tak) dan goyang samba lebih sesuai ketimbang model kick and rush ala Inggris.

Tim nasional (Timnas) Garuda pernah menerapkan model permainan berbekal kelincahan dan kecekatan pada 1975. Saat itu, Ketua PSSI Bardosono mengontrak Wiel Coerver untuk melatih timnas menghadapi turnamen Pra-Olimpiade Montreal 1980. Coerver terkenal dengan teknik kappen en draiinen (mengocek bola untuk melewati hadangan lawan).

Hasilnya, Timnas masuk final menghadapi Korea Utara di Stadion Utama Senayan (saat itu namanya belum Stadion Gelora Bung Karno, Senayan). Walau akhirnya takluk melalui adu penalti. Prestasi lainnya pada 1979, Wiel Coerver mengantar timnas ke laga final Sea Games di Jakarta. Tapi kembali menyerah kalah dari Malaysia dengan skor 0-1.

Kendati demikian, Coever meninggalkan satu warisan abadi. Yakni berupa buku setebal 196 halaman. Panduan praktis untuk program pembinaan usia dini. Versi bahasa Indonesianya diterbitkan Gramedia Pustaka Utama (Sepak Bola, Program Pembinaan Pemain Ideal:1985). Tak banyak pelatih yang mendokumentasikan materi pelajaran di lapangan hijaunya secara tertulis. Pun menyebarluaskannya kepada publik.

Menurut Kadir Jusuf pada bagian kata pengantar, Coerver mulai membuat corat-coret dan draft sejak menangani Niac Mitra. Selama berada di Surabaya, setiap pagi ia berlatih sendiri mendemontrasikan gerakan-gerakan tertentu. Kemudian baru teknik itu dieksperimenkan dengan pemain-pemain muda Niac Mitra.

Hebatnya, tak kurang dari 20 negara minta ijin untuk menerbitkan ulang buku Coerver. Antara lain Jerman Barat, Prancis, Belgia, Finlandia, Norwegia, Swedia, Amerika Serikat, Inggris, Skotlandia, Irlandia, Israel, Jepang, Kolombia, Italia, dan Spanyol. Bila timnas negara-negara tersebut kini menuai sukses di kancah dunia. Benihnya telah ditanam sejak 30 tahun silam. Kuncinya ialah program pembinaan usia dini.

Teknik

Ketua seksi sepakbola Amatir dari KNVB, M.W.J. Kastermans merekomendasikan bacaan di atas sebagai salah satu referensi berharga. Menurutnya, buku Coerver dapat mengangkat sepak bola Indonesia seperti di era 1970-an. Pemain sepak bola berusia muda perlu membaca dan mempraktikkan panduan di dalamnnya. Baik saat latihan maupun ketika berlaga di pertandingan resmi.

Ada 7 tahapan pokok dalam pembinaan usia dini. Penguasaan Gerak Tubuh dan Bola, Mengendalikan Lawan, Menerobos Cegatan Lawan, Menciptakan Peluang dan Penyelesaiannya, Mutu Kondisi, Kemampuan Bertahan, dan Lari Dengan dan Tanpa Bola. Pada bagian Menciptakan Peluang dan Penyelesaiannya dipaparkan bagaimana cara menembak ke gawang, menyundul ke gawang, aksi perorangan, dan permaian (game). Lengkap dengan foto-foto dari penempatan posisi, mengambil ancang-ancang, dan melakukan eksekusi.

Yang menarik ialah refleksi Coerver. Ia bertanya-tanya kenapa diadakan latihan perseorangan hanya untuk para penjaga gawang. Sedangkan semua pemain lain di lapangan sesungguhnya membutuhkan teknik individu lebih banyak. Tapi ia tak bisa berbuat banyak, karena sebagai pelatih ia tak pernah mendapat pelajaran pendampingan perseorangan (cura personalis).

Selain itu, menurutnya remaja muda jangan dipersulit dengan segala macam latihan terarah serta petunjuk-petunjuk rumit. Biarkan mereka bersepak bola sesuka hati, biarkan mereka menggocek bola karena tanpa sadar mereka pun belajar menguasai bola. Biarkan mereka bermain dalam game kecil, karena mereka berkesempatan banyak menendang bola. Sedangkan dalam pertandingan sebelas lawan sebelas, mereka jarang sekali dapat kontak dengan bola.

Untuk para pemain profesional, Coerver menyayangkan pemain anggota klub sepak bola yang bergabung sejak usia 18 tahun kemudian 30 tahun kemudian gantung sepatu. Tapi walau sudah mendapat pendampingan dari pelatih bersertifikat resmi, 9 dari 10 kasus terbukti masih lemah dalam duel di udara. Pemain belum mampu melewati lawannya secara elegan. Selain itu, kemampuan teknisnya juga masih lemah.

Padahal supporter membayar tiket menonton pertandingan secara langsung di stadion untuk menikmati demonstrasi kualitas teknik dan kreatifitas pemain. Saat ini, secara fisik pemain memang lebih kuat, mereka mampu bertahan 90 menit tanpa kedodoran staminanya. Namun, kemampuan teknik jauh dari memadai dan perlu lebih dibenahi. Sehingga pemain tidak terpaksa mengoper bola ke temannya setiap kali dihadang lawan. Padahal rekannya juga tak tahu harus berbuat apa.

Otokritik

Secara otokritik, Coerver memberi masukan kepada rekan-rekan sesama pelatih. Pemain diberi instruksi menyerang secara apik dan efektif, namun tidak diberi latihan khusus bagaimana melewati lawan. Yang ada ialah para pemain berlari-lari berkelompok, mengingatkan pada segerombolan ternak.

Wiel Coerver memang blak-blakan. Ia tidak suka berdiplomasi dan tidak pernah menyembunyikan pendapatnya ketika berdialog. Entah itu kepada pemainnya di lapangan maupun kepada rekan-rekan wartawan saat konferensi pers. Ia mengingatkan kita pada sosok Alfred Riedl (pelatih Timnas 4 Mei 2010-13 Juli 2011). Pelatih bertangan dingin ini terdepak karena konflik dualitas PSSI.

Akhir kata, seruan rekonsiliasi begitu santer, tapi dianggap angin lalu. Menyitir pendapat Coerver, barangkali para pengurus teras sepak bola nasional tak hanya harus dinasehati agar rukun. Mereka juga perlu belajar teknik berdamai dengan diri sendiri dan sesama sebangsa setanah air. Bravo sepak bola Indonesia!

Sumber foto: http://bolagoalnet.blogspot.com/2011/04/wiel-coerver-peletak-fondasi-pembinaan.html
13453003051486639141
Wiel Coerver (3 Desember 1924 - 22 April 2011) 

Agustus 17, 2012

Simposium Road to Global Interfaith Harmony di Pendopo Agung Taman Siswa Yogyakarta


Simposium Road to Global Harmony ini berbeda dengan simposium lainnya. Kenapa? Karena menghadirkan sejumlah tokoh agama dan kepercayaan di Indonesia. Mereka hendak memaparkan Interfaith bukan dari sisi teori saja, tapi lebih sebagai sharing pengalaman demi terwujudnya Global Harmony (Keselarasan Global).

Lebih dari 300 hadirin telah diundang untuk datang. Termasuk para guru dan siswa-siswi dari kota pelajar tercinta ini. Ibarat semburat warna pelangi, mereka begitu majemuk, baik dari faktor umur, pendidikan, status ekonomi, dan sosial budaya. Selain itu, instansi pemerintah dan organisasi non pemerintah (LSM) pun dilibatkan secara aktif.

Harapannya, seluruh partisipan tidak sekadar saling bersilaturahmi dan memperluas wawasan, tapi juga memetik hikmah perenungan sebagai pedoman kerja bersama. Sehingga bisa diejawantahkan dalam keseharian hidup masing-masing individu.

Sosial media di internet seperti Facebook, Twitter, Citizen Jurnalism dan Website terus dimaksimalkan untuk menyebarluaskan acara dan materi Simposisum ini. Untuk bersama wujudkan global harmoni di bumi ini. Kalau pun belum terwujud, anak-cucu dan generasi penerus kelak tahu ada pendahulu mereka yang pernah mencita-citakan, merintis, dan mengupayakannya.

Secara khusus, link pada Charter Global Harmony (http://www.charterforglobalharmony.org/) telah berjalan untuk mewartakan cita-cita mulia ini ke seluruh penjuru dunia. Sampai tulisan ini dibuat, piagam Keselarasan Global (Global Harmony) sudah diterjemahkan ke 6 bahasa (Inggris, Arab, Mandarin, Spanyol, Belanda, dan Prancis) dan inisiatornya Anand Krishna Ph.D telah menggandeng pula 31 co-creator dan 225 suporter. Silakan berkunjung dan membubuhkan dukungan di http://www.charterforglobalharmony.org/take-action/ .

Kemudian sebagai wahana sosialiasi masif acara dan materi Simposium ini, media masa cetak dan elektronik menjadi ujung tombaknya. Selain itu, penerbitan buku hasil curah gagasan dan sharing pengalaman dalam Simposium dirasa menjadi kebutuhan pula. Sehingga kian memperluas dan menguatkan sebaran contents best practice-nya.

Simposium ini diselenggarakan karena kerukunan beragama dan berkeyakinan selama ini hanya menjadi sebuah rhetoric alias kata-kata manis, muluk, dan melenakan. Tapi faktanya, setiap saat, kapan saja, di mana pun kelompok-kelompok agama bisa disulut dan dikonfrontir lewat konflik dan pertumpahan darah. Dalam 2000 tahun terakhir, telah terjadi 3000-an kali perang atas nama agama dan kepercayaan.

Hal ini terjadi karena selama ini kita bicara kerukunan dan juga dialog dengan tujuan “toleransi” yang dipaksakan dari atas (top-down). Semestinya kita memahami perbedaan antara sesama umat manusia dan menemukan apa yang dapat mempersatukan kita semua.

Dalam konteks ini yang mempersatukan kita adalah fakta bahwa apapun agama kita dan perbedaan antara kita, we are living on the same One Earth, under One Sky and we are family - One Humankind, kita hidup di atas satu bumi, di bawah satu langit dan kita adalah satu keluarga satu umat manusia.

Tak sekadar beretorika tapi berdasarkan kisah nyata, selama lebih dari 21 tahun bereksperimen Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, 2006) menemukan bahwa kerukunan yang sustainable ataupun harmoni pada tingkat nasional/global tidak mungkin terwujud jika kita tidak mulai dengan mendamaikan jiwa setiap individu masing-masing terlebih dahulu. Dari kedamaian jiwa atau Inner Peace itulah kita baru bisa saling mencintai (Communal Love). Setelah Communal Love, baru bisa mencapai Global Interfaith Harmony.

Teknisnya, simposium dibagi menjadi 3 sub-tema pembicaraan yang notabebe merupakan langkah, jalan kita menuju sustainable Global Interfaith Harmony yaitu: 1. Inner Peace, disampaikan oleh tokoh dari Agama Budha dan Aliran Kepercayaan; 2. Communal Love dibawakan oleh tokoh dari Agama Islam dan Kristen serta perwakilan dari Akademisi; 3. Global Harmony dipaparkan oleh Tokoh Agama Hindu dan Konghuchu.

Simposium yang diselenggarakan oleh Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB, 2006 www.anandashram.or.id ) ini akan dilaksanakan di:

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Republik Indonesia (RI)
Tempatnya di Pendopo Agung Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar Dewantara
Hari Sabtu, 1 September 2012
Pukul 09.00-12.00 WIB

Simposium digelar dalam rangka perayaan Hari Bakti bagi Ibu Pertiwi (Motherland). Sejak tahun 2005, tanggal 1 September memang dicanangkan oleh Menteri Pertahanan RI pada saat itu, Prof. Juwono Sudarsono, Ph.D. sebagai Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi. Simposium tahun 2012 ini sekaligus juga sebagai sebuah persembahan pada Bunda Alam Semesta (Mother of Universe) yang telah memberi tanpa pamrih pada kita semua putra-putri-Nya, tanpa pernah membedakan agama, suku bangsa, dan sekat-sekat luaran lainnya.
   
    Adapun para pembicara yang sudah mengkonfirmasi untuk hadir, urun rembug, dan sharing pengalaman:
1. Inner Peace
Buddhis (Bikkhu Sasana Bodhi Thera, Gunung Kidul)
Kepercayaan dan Ketuhanan (YP Sukiyanto, Pendiri Paguyuban Kekadang Liman Seto Pusat Blora, Ketua Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan)

2. Communal Love
Kristen (Rm. Aloysius Budi Purnomo,Pr., Romo Kepala Paroki St. Fransiscus Xaverius, Semarang )
Islam (Alissa Wahid, Yogyakarta)
Akademisi ( Prof. Dr. Muhammad A.S. Hikam, MA., APU, Vice Chancellor IV President University, Former Indonesian Minister for Research and Technology )

3. Global Harmony
Hindu (Sunarto S,Ag., M.Si., Direktur Sekolah Tinggi Hindu Dharma, Klaten)
Konghuchu (Ws. Adjie Chandra, Ketua Majelis Agama Konghuchu, Surakarta)
4. Sri Sultan Hamengku Buwono X (Gubernur DIY Yogyakarta)

5. Anand Krishna, Ph.D (Aktivis Lintas Agama, Humanis)

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran monggo silakan menghubungi di 081805844014. Gratis dan terbuka untuk umum!
Mohon woro-woro alias pengumuman ini disebarluaskan ke keluarga, kolega, dan kenalan Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian. Terimakasih banyak dan sampai jumpa!