“Ada acara apa ini Mas kok ramai
sekali? tanya seorang kakek penjaga parkir di sudut selatan Tugu kota
Yogyakarta. “Mau ada acara aksi damai Pak, menyikapi putusan
sewenang-wenang Mahkamah Agung (MA) dalam kasus Anand Krishna,” jawab
saya. “Mantap Mas! Pejabat di atas memang sering tak adil pada rakyat,”
jawabnya sembari merapikan deretan motor-motor yang diparkir.
Karena saya tak membawa jam, saya balik
bertanya, “Jam berapa sekarang Pak?” (rencananya aksi pada Senin/6
Agustus 2012 dimulai pukul 16.30-17.30 WIB). “Maaf, jam saya ini mati
Mas,” jawabnya. Saya melirik ke tangan kirinya, memang ada jam melingkar
tapi minus jarum dan kaca penutup. Barangkali sekadar aksesoris, karena
tak ada uang untuk membeli jam baru ataupun membetulkannya.
Dalam hati saya membatin dan angkat
topi, penjaga parkir tua yang hanya berbayar Rp1.000 per motor ini lebih
terhormat ketimbang 3 hakim agung MA yang bisa “dibeli”. Kenapa saya
memberi tanda kutip? karena bagaimana mungkin sebuah putusan bebas bisa
dikasasi oleh seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU)? Besar kemungkinan
ibarat pepatah, “Ada udang di balik batu.”
Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) jelas menyebutkan, “Terhadap putusan perkara pidana
yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain
daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan kasasi kepada MA kecuali terhadap putusan bebas.”
Puluhan simpatisan Komunitas Pecinta
Anand Ashram (KPAA) sudah berkumpul sejak jam 16.00 WIB di Jl.
Mangkubumi. Ada yang berasal dari Solo, Semarang, Magelang, Klaten, dan
Yogyakarta. Ada yang naik kendaraan beroda empat, ada yang mengendarai
motor, naik bus atau pun jalan kaki.
Selain di Kota Gudeg, aksi bertajuk,
“Beri Kami Kepastian Hukum!” juga digelar di depan kantor Mahkamah Agung
(MA) Republik Indonesia (RI) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta pada
jam 09.00-10.00 WIB (silakan baca beritanya di http://www.rimanews.com/read/20120806/71645/aksi-damai-tolak-kasasi-putusan-bebas-atas-anand-krishna dan di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar jam 17.00-18.00 WITA (Silakan baca beritanya di http://www.beritasatu.com/hukum/64582-ratusan-pendukung-anand-khrisna-kecam-putusan-ma.html).
“Kami mengadakan aksi damai untuk
mengingatkan MA bahwa Indonesia ini negara hukum, bukan negara mafia
hukum!” ujar Ardi Pras selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dari KPAA,
sembari membagi-bagikan lembar Siaran Pers dan Pernyataan Sikap kepada
wartawan media cetak, elektronik, televisi maupun radio.
Putusan kasasi MA tersebut konon
bernomor 691 K/PID/2012. Majelis Hakim yang mengepalai Zaharuddin,
dengan hakim anggota Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul. Ketiganya
meloloskan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha
Berliana Tobing. Hal ini jelas memicu gelombang perlawanan dari KPAA.
“Kami sangat kecewa dengan putusan MA
karena telah melanggar Pasal 67 dan 244 UU No. 8/1981 tentang KUHAP!
Putusan ini juga cacat moral, karena meragukan putusan dari hakim
berintegritas Ibu Albertina Ho. Bahkan cacat hukum pula, karena
melanggar peraturan perundang-undangan!” imbuh Ardi saat diwawancarai
oleh beberapa wartawan.
Tepat pukul 16.30 WIB aksi damai
dimulai. Aparat kepolisian dengan sigap membantu puluhan peserta
menyebrangi jalan. “Hati-hati ya,” ujar salah satu polisi ramah.
Kemudian kami berdiri merapat agar tidak mengganggu arus lalu-lintas.
Berdiri tegap menghadap ke arah timur Tugu. Bukan kenapa-kenapa, karena
di sanalah yang paling ramai.
Ada beberapa spanduk kertas ukuran 80×40
cm. Ditulis dengan cat aneka warna. Beberapa peserta aksi memampangkan
ke arah para pemakai jalan. Antara lain bertuliskan, “Jangan Ciderai
Rasa Keadilan di Negeri ini,” Mengetuk Nurani Hakim Agung,” “Kasasi
Putusan Bebas Inkonstitusional!”, “Copot Hakim Agung MA yang Melecehkan
Hukum dan UU!” dll. Beberapa turis manca negara yang hendak menuju
Malioboro berhenti sejenak. Mengambil gambar para peserta aksi yang
bernyanyi, “Indonesia Adil, Indonesia Adil, Indonesia Adil, Adil tuk
Kita Semua…”
Selain itu, peserta aksi juga memegang
tangkai-tangkai kembang. Sebagai simbol keharuman. Inti pesannya
sederhana, “Jangan sampai MA terpolusi karena kebusukan mental beberapa
oknum di dalamnya yang melihat hukum sebagai alat kriminal (law as a tool of crime).
Siaran Pers
Lebih lanjut, dalam siaran pers KPAA
memaparkan dukungan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri.
Muhammad AS Hikam, Menristek pada era Gus Dur itu menyatakan lewat akun twitter @mashikam,
“Putusan MA yang absurd, menghukum Pak Anand Krishna, membuat sistem
peradilan Indonesia makin jorok dan tanpa nurani.”
Yusril Ihza Mahendra juga menyatakan prihatin lewat akun twitter
@Yusrilihza_Mhd, “Kasasi putusan bebas Anand Krishna sekali lagi
merisaukan saya. KUHAP sudah sangat jelas mengatur putusan bebas tidak
dapat dikasasi.”
Todung Mulya Lubis pun mengomentari lewat akun twitter @TodungLubis, “Untuk putusan bebas murni tak ada kasasi. Kalaupun ada kasasi demi hukum, ini adalah deviasi dan tidak lazim.”
Dukungan dari luar negeri datang dari Humanitad, organisasi internasional penyokong MDGs. Sacha Stone menyatakan, “Humanitad
memiliki komitmen untuk mengungkap kebenaran terhadap keadaan yang luar
biasa ini. Kami akan menggunakan seluruh upayanya untuk menggerakkan
segenap elemen pemerintahan internasional agar mengambil tindakan tegas
terhadap pelecehan tata peradilan ini.”
Organisasi lainnya, Natural World Organization
(NOW) langsung menulis sikap resmi pula, “…demi kepentingan kebenaran
dan keadilan, maka hari ini kami telah menunjuk komisi hukum independen
dan melibatkan juga para anggota-anggota terhormat komisi hukum di
seluruh dunia untuk melakukan investigasi tentang kasus ini. Dalam
beberapa hari mendatang, kami akan menulis surat terbuka dan
menyebarluaskan temuan-temuan komisi ini yang mana akan dipublikasikan
secara internasional.”
Banyaknya dukungan dari tokoh nasional
dan organisasi internasional menjadikan kasus ini sungguh menjadi
parameter dalam penegakan hukum di Indonesia.
Penyataan Sikap
Berikut ini 10 butir pernyataan sikap KPAA yang dibacakan oleh Pak Triwidodo:
1. Putusan Bebas tidak bisa dikasasi karena bertentangan dengan Pasal 67 dan Pasal 244 UU No. 8 tentang KUHAP
2. Anand Krishna divonis bebas oleh Hakim Albertina Ho, yang notabene integritas dan profesionalitasnya tak diragukan lagi
3. Tapi kenapa 3 oknum Hakim yang
katanya “Agung” berpendapat sebaliknya dengan mengabulkan permohonan
kasasi JPU dengan berdasarkan yurisprudensi.
4. Yurisprudensi bukanlah salah satu sumber tertib hukum di Indonesia menurut TAP MPR No. 3 tahun 2000
5 Jangan biarkan keputusan-keputusan oportunistik dari oknum-oknum MA dijadikan yurisprudensi hukum
6. Karena Indonesia adalah negara hukum, bukan negara para oknum mafia hukum di MA
7. Bebaskan MA dari oknum-oknum hakim oportunis dan mafia hukum
8. Tegakkan UUD 1945 yang menjamin keadilan, pengakuan, kesamaan, dan kepastian hukum yang adil bagi seluruh rakyatnya
9. Tegakkan kembali Pasal 67 dan 244 UU No. 8 tentang KUHAP, yang melarang kasasi putusan bebas demi kepastian hukum dan HAM.
10. Batalkan kasasi hukum terhadap Anand Krishna karena cacat hukum dan melanggar HAM!
Kritis dan Jeli
Di sela-sela aksi damai tersebut, saya
sempat berbincang dengan Pedro Indharto S.H. Seorang aktivis pemuda dan
penggiat budaya di bumi Mataram. Alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas
Janabadra tersebut mengatakan, “Sejak awal Pak Anand sudah - cara
Jawanya - di-cing (ditarget) oleh kelompok-kelompok yang tak
suka dengan aktivitas dan perjuangannya. Selain perlu terus diadvokasi
lewat jalur hukum, harus ada gerakan budaya dengan melibatkan banyak
pihak untuk mengawal kasus ini.”
Pendapat lain datang dari Subkhi Ridho,
seorang penggiat multikultur di Kota Pelajar. Ia sudah sejak lama
mengikuti perkembangan kasus Anand Krishna ini lewat media massa. Sebab
saat masih menjadi menjadi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dulu, ia pernah
mengundang Pak Anand sebagai pembicara di kampusnya. Ridho mengatakan,
“Memang banyak kejanggalan hukum, kita perlu kritis dan jeli menyikapi
kasus ini.”
Aksi damai diakhiri tepat pukul 17.30
WIB jelang azan Maghrib saat berbuka puasa. Sebelumnya seluruh peserta
berdoa bersama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Kami meyakini
bahwa hukum buatan manusia kadang bisa dipermainkan sedemikian rupa
oleh mereka yang berkuasa. Tapi ada hukum alam yang tak bisa direkayasa,
karena seperti kata pepatah, “Barangsiapa menebar angin pasti menuai
badai.” Salam Keadilan!
Fotografer: Tunggul Setiawan
http://www.facebook.com/media/set/?set=a.4312444540404.2170499.1565616864&type=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar