Agustus 07, 2012

Aksi Damai KPAA di Tugu Yogyakarta, Bersihkan MA dari para Oknum Hakim Oportunis


1344274387353242944
“Ada acara apa ini Mas kok ramai sekali? tanya seorang kakek penjaga parkir di sudut selatan Tugu kota Yogyakarta. “Mau ada acara aksi damai Pak, menyikapi putusan sewenang-wenang Mahkamah Agung (MA) dalam kasus Anand Krishna,” jawab saya. “Mantap Mas! Pejabat di atas memang sering tak adil pada rakyat,” jawabnya sembari merapikan deretan motor-motor yang diparkir.

Karena saya tak membawa jam, saya balik bertanya, “Jam berapa sekarang Pak?” (rencananya aksi pada Senin/6 Agustus 2012 dimulai pukul 16.30-17.30 WIB). “Maaf, jam saya ini mati Mas,” jawabnya. Saya melirik ke tangan kirinya, memang ada jam melingkar tapi minus jarum dan kaca penutup. Barangkali sekadar aksesoris, karena tak ada uang untuk membeli jam baru ataupun membetulkannya.

Dalam hati saya membatin dan angkat topi, penjaga parkir tua yang hanya berbayar Rp1.000 per motor ini lebih terhormat ketimbang 3 hakim agung MA yang bisa “dibeli”. Kenapa saya memberi tanda kutip? karena bagaimana mungkin sebuah putusan bebas bisa dikasasi oleh seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU)? Besar kemungkinan ibarat pepatah, “Ada udang di balik batu.”

Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jelas menyebutkan, “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada MA kecuali terhadap putusan bebas.”
13442745952124905128
Puluhan simpatisan Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) sudah berkumpul sejak jam 16.00 WIB di Jl. Mangkubumi. Ada yang berasal dari Solo, Semarang, Magelang, Klaten, dan Yogyakarta. Ada yang naik kendaraan beroda empat, ada yang mengendarai motor, naik bus atau pun jalan kaki.

Selain di Kota Gudeg, aksi bertajuk, “Beri Kami Kepastian Hukum!” juga digelar di depan kantor Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) di jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta pada jam 09.00-10.00 WIB (silakan baca beritanya di http://www.rimanews.com/read/20120806/71645/aksi-damai-tolak-kasasi-putusan-bebas-atas-anand-krishna dan di Monumen Bajra Sandhi, Denpasar jam 17.00-18.00 WITA (Silakan baca beritanya di http://www.beritasatu.com/hukum/64582-ratusan-pendukung-anand-khrisna-kecam-putusan-ma.html).

“Kami mengadakan aksi damai untuk mengingatkan MA bahwa Indonesia ini negara hukum, bukan negara mafia hukum!” ujar Ardi Pras selaku Koordinator Lapangan (Korlap) dari KPAA, sembari membagi-bagikan lembar Siaran Pers dan Pernyataan Sikap kepada wartawan media cetak, elektronik, televisi maupun radio.

Putusan kasasi MA tersebut konon bernomor 691 K/PID/2012. Majelis Hakim yang mengepalai Zaharuddin, dengan hakim anggota Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul. Ketiganya meloloskan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing. Hal ini jelas memicu gelombang perlawanan dari KPAA.

“Kami sangat kecewa dengan putusan MA karena telah melanggar Pasal 67 dan 244 UU No. 8/1981 tentang KUHAP! Putusan ini juga cacat moral, karena meragukan putusan dari hakim berintegritas  Ibu Albertina Ho. Bahkan cacat hukum pula, karena melanggar peraturan perundang-undangan!” imbuh Ardi saat diwawancarai oleh beberapa wartawan.

Tepat pukul 16.30 WIB aksi damai dimulai. Aparat kepolisian dengan sigap membantu puluhan peserta menyebrangi jalan. “Hati-hati ya,” ujar salah satu polisi ramah. Kemudian kami berdiri merapat agar tidak mengganggu arus lalu-lintas. Berdiri tegap menghadap ke arah timur Tugu. Bukan kenapa-kenapa, karena di sanalah yang paling ramai.
1344274725215821666
Ada beberapa spanduk kertas ukuran 80×40 cm. Ditulis dengan cat aneka warna. Beberapa peserta aksi memampangkan ke arah para pemakai jalan. Antara lain bertuliskan, “Jangan Ciderai Rasa Keadilan di Negeri ini,” Mengetuk Nurani Hakim Agung,” “Kasasi Putusan Bebas  Inkonstitusional!”, “Copot Hakim Agung MA yang Melecehkan Hukum dan UU!” dll. Beberapa turis manca negara yang hendak menuju Malioboro berhenti sejenak. Mengambil gambar para peserta aksi yang bernyanyi, “Indonesia Adil, Indonesia Adil, Indonesia Adil, Adil tuk Kita Semua…”

Selain itu, peserta aksi juga memegang tangkai-tangkai kembang. Sebagai simbol keharuman. Inti pesannya sederhana, “Jangan sampai MA terpolusi karena kebusukan mental beberapa oknum di dalamnya yang melihat hukum sebagai alat kriminal (law as a tool of crime).

1344274828140948972
Siaran Pers

Lebih lanjut, dalam siaran pers KPAA  memaparkan dukungan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Muhammad AS Hikam, Menristek pada era Gus Dur itu menyatakan lewat akun twitter @mashikam, “Putusan MA yang absurd, menghukum Pak Anand Krishna, membuat sistem peradilan Indonesia makin jorok dan tanpa nurani.”

Yusril Ihza Mahendra juga menyatakan prihatin lewat akun twitter @Yusrilihza_Mhd, “Kasasi putusan bebas Anand Krishna sekali lagi merisaukan saya. KUHAP sudah sangat jelas mengatur putusan bebas tidak dapat dikasasi.”

Todung Mulya Lubis pun mengomentari lewat akun twitter @TodungLubis, “Untuk putusan bebas murni tak ada kasasi. Kalaupun ada kasasi demi hukum, ini adalah deviasi dan tidak lazim.”

Dukungan dari luar negeri datang dari Humanitad, organisasi internasional penyokong MDGs. Sacha Stone menyatakan, “Humanitad memiliki komitmen untuk mengungkap kebenaran terhadap keadaan yang luar biasa ini. Kami akan menggunakan seluruh upayanya untuk menggerakkan segenap elemen pemerintahan internasional agar mengambil tindakan tegas terhadap pelecehan tata peradilan ini.”

Organisasi lainnya, Natural World Organization (NOW) langsung menulis sikap resmi pula, “…demi kepentingan kebenaran dan keadilan, maka hari ini kami telah menunjuk komisi hukum independen dan melibatkan juga para anggota-anggota terhormat komisi hukum di seluruh dunia untuk melakukan investigasi tentang kasus ini. Dalam beberapa hari mendatang, kami akan menulis surat terbuka dan menyebarluaskan temuan-temuan komisi ini yang mana akan dipublikasikan secara internasional.”

Banyaknya dukungan dari tokoh nasional dan organisasi internasional menjadikan kasus ini sungguh menjadi parameter dalam penegakan hukum di Indonesia.
13442749081428786261
Penyataan Sikap

Berikut ini 10 butir pernyataan sikap KPAA yang dibacakan oleh Pak Triwidodo:
1. Putusan Bebas tidak bisa dikasasi karena bertentangan dengan Pasal 67 dan Pasal 244 UU No. 8 tentang KUHAP
2. Anand Krishna divonis bebas oleh Hakim Albertina Ho, yang notabene integritas dan profesionalitasnya tak diragukan lagi
3. Tapi kenapa 3 oknum Hakim yang katanya “Agung” berpendapat sebaliknya dengan mengabulkan permohonan kasasi JPU dengan berdasarkan yurisprudensi.
4. Yurisprudensi bukanlah salah satu sumber tertib hukum di Indonesia menurut TAP MPR No. 3 tahun 2000
5 Jangan biarkan keputusan-keputusan oportunistik dari oknum-oknum MA dijadikan yurisprudensi hukum
6. Karena Indonesia adalah negara hukum, bukan negara para oknum mafia hukum di MA
7. Bebaskan MA dari oknum-oknum hakim oportunis dan mafia hukum
8. Tegakkan UUD 1945 yang menjamin keadilan, pengakuan, kesamaan, dan kepastian hukum yang adil bagi seluruh rakyatnya
9. Tegakkan kembali Pasal 67 dan 244 UU No. 8 tentang KUHAP, yang melarang kasasi putusan bebas demi kepastian hukum dan HAM.
10. Batalkan kasasi hukum terhadap Anand Krishna karena cacat hukum dan melanggar HAM!

13442750361324119701
Kritis dan Jeli

Di sela-sela aksi damai tersebut, saya sempat berbincang dengan Pedro Indharto S.H. Seorang aktivis pemuda dan penggiat budaya di bumi Mataram. Alumnus Fakultas Hukum (FH) Universitas Janabadra tersebut mengatakan, “Sejak awal Pak Anand sudah - cara Jawanya - di-cing (ditarget) oleh kelompok-kelompok yang tak suka dengan aktivitas dan perjuangannya. Selain perlu terus diadvokasi lewat jalur hukum, harus ada gerakan budaya dengan melibatkan banyak pihak untuk mengawal kasus ini.”

Pendapat lain datang dari Subkhi Ridho, seorang penggiat multikultur di Kota Pelajar. Ia sudah sejak lama mengikuti perkembangan kasus Anand Krishna ini lewat media massa. Sebab saat masih menjadi menjadi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga dulu, ia pernah mengundang Pak Anand sebagai pembicara di kampusnya. Ridho mengatakan, “Memang banyak kejanggalan hukum, kita perlu kritis dan jeli menyikapi kasus ini.”

Aksi damai diakhiri tepat pukul 17.30 WIB jelang azan Maghrib saat berbuka puasa. Sebelumnya seluruh peserta berdoa bersama sesuai agama dan kepercayaan masing-masing. Kami meyakini bahwa hukum buatan manusia kadang bisa dipermainkan sedemikian rupa oleh mereka yang berkuasa. Tapi ada hukum alam yang tak bisa direkayasa, karena seperti kata pepatah, “Barangsiapa menebar angin pasti menuai badai.” Salam Keadilan!

Fotografer: Tunggul Setiawan
http://www.facebook.com/media/set/?set=a.4312444540404.2170499.1565616864&type=1
13442750952088259620

Tidak ada komentar: