Agustus 26, 2011

Kasus Anand Krishna: Saksi JPU Kembali Mangkir

Dimuat diRimaNews, Jumat, 26 Aug 2011 08:38 WIB

http://www.rimanews.com/read/20110826/39304/kasus-anand-krishna-saksi-jpu-kembali-mangkir

RIMANEWS - Pada Rabu (24/8) persidangan kasus Anand Krishna kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Untuk kesekian kalinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha P Berliana Tobing tak mampu menghadirkan Dian Mayasari. Salah satu saksi kunci yang diminta Hakim Ketua Albertina Ho agar diperiksa ulang.

“Menurut keterangan saksi-saksi sebelumnya, telah terjadi pertemuan-pertemuan sampai hampir 10 kali di rumah Dian Mayasari, tepatnya di bilangan Cinere, Jakarta. Mereka sengaja memperkarakan spiritualis lintas agama ini sejak 2009 lalu. Pertemuan-pertemuan ini terjadi dan dilakukan oleh para saksi sebelum melaporkan Anand Krishna ke kepolisian dengan tuduhan pelecehan seksual pada Februari 2010,” terang Nahod Andreas, kuasa hukum Anand Krishna.

“Keterangan saksi Dian Mayasari penting untuk memperkuat dugaan adanya indikasi terjadinya rekayasa hukum dalam kasus ini. Suami saksi, Muhammad Djumaat Abrory Djabbar memberikan keterangan bahwa dirinya hanya memfasilitasi pertemuan-pertemuan di Cinere tersebut. Abrory Djabbar memberi kesaksian bahwa Dian Mayasari ialah inisiatornya,” tambah pengacara dari Kantor Advokat Gani Djemat ini.

Kasus Anand Krishna sudah berlangsung tepat 1 tahun sejak bergulir di PN Jaksel sejak 25 Agustus 2010 silam. Kasus ini sempat diwarnai pergantian majelis hakim. Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) mendesak suksesi majelis hakim paska terungkap adanya “affair” antara seorang saksi JPU, Shinta Kencana Kheng dengan Hakim Ketua lama, Hari Sasangka yang kini dipindah ke Ambon.

Menurut Prashant Gangtani dari KPAA, relasi tersebut menunjukkan keberpihakan hakim. Laporan didukung oleh bukti-bukti. Berupa ratusan foto dan 5 saksi yang melihat pertemuan kedua orang tersebut di dalam mobil Suzuki Karimun Silver. Kasus dugaan pelanggaran kode etik kehakiman ini sedang ditangani oleh Komisi Yudisial (KY). Ironisnya, sempat pula terhambat karena saksi Shinta Kencana Kheng mangkir dari panggilan KY.

Dalam sidang sebelumnya, seorang saksi bernama Leon Filman mengaku sekarang bekerja sebagai ajudan seorang mantan pejabat. Menurutnya ia ditempatkan oleh adiknya yang juga seorang pengacara dan bekerja di salah satu LSM. Leon sendiri mengaku berulangkali terlibat dalam pertemuan-pertemuan di kediaman Dian Mayasari.

Sekilas tentang Leon Filman, dari keterangan juru bicara KPAA, dr. Wayan Sayoga, “Hingga 2008 bekerja di Padepokan One Earth di Ciawi, Bogor. Lantas ia keluar karena urusan kesehatan (tidak tahan dingin). Sebagaimana diungkapkan sendiri dalam persidangan. Kalau ia sungguh melihat kejanggalan-kejanggalan sebagaimana diungkapkannya sekarang, pertanyaannya ialah kenapa tidak keluar sejak 2005 saat ia mengaku sudah melihat hal itu?”

KPAA pun sudah mengontak LSM tempat adiknya bekerja. Orang yang disebut memang pernah bekerja beberapa tahun lalu. Tapi kini sudah tidak bekerja di sana lagi. Ternyata orang yang dimaksud tidak memiliki adik laki-laki.

Dr. Sayoga juga menyampaikan, “Leon Filman pernah menghamili seorang gadis desa di Ciawi. Perbuatan asusila itu menyembabkan amarah beberapa pemuda desa. Mereka hendak membunuh Leon. Bahkan sudah memasuki pekarangan padepokan. Namun, saat itu ia justru dibantu oleh teman-teman KPAA. Akhirnya Leon menikahi gadis tersebut.”

Selain itu, terungkap pula bahwa selama berbulan-bulan sebelum dan setelah Anand Krishna diperkarakan, Leon Filman menghubungi beberapa staf padepokan yang masih bekerja untuk menghasut mereka. Ia memberi keterangan fiktif. Bahkan ia pernah mengajak salah satu stasiun TV ke desa. Namun, tidak ditanggapi warga desa yang sudah kenal siapa dia sebenarnya.

KPAA menyesalkan kenapa seorang mantan pejabat dan akademisi terpandang bisa mendapatkan seorang seperti Leon Filman sebagai ajudannya. Leon sebelum bekerja di One Earth pernah bekerja dengan 2 orang saksi lain. Perkenalannya dengan kelompok itu memang sudah sejak lama. Kalau memang ada kejanggalan sebagaimana diberitakan sekarang, semestinya sudah terungkap jauh hari sebelumnya.

Secara khusus, Prashant Gangtani menyampaikan keprihatinan yang mendalam, “Kami menaruh rasa kasihan terhadap Tara Pradipta Laksmi dan seluruh keluarganya. Wijarningsih (Ibu), Ria (Tante), Dhanika Budi Pranata (adik), Yarry Pratomo (Ayah) yang telah diperalat dan dipengaruhi untuk menjadi bagian dari konspirasi ini. Semoga Tuhan mengampuni mereka.”

Kuasa Hukum Anand lainnya, Otto Hasibuan menambahkan bahwa kehadiran Dian Mayasari sangat penting untuk mengungkap lebih dalam motif di balik kasus ini. Sebab terkesan sangat dipaksakan. Sekedar untuk menjatuhkan kliennya. “Ini adalah upaya character assassination (pembunuhan karakter), ” tandas pengacara senior sekaligus Ketua Peradi ini.

Dalam siaran persnya, Otto Hasibuan menandaskan, “Dari keterangan saksi-saksi di ruang pengadilan terlihat jelas tak ada satu pun bukti dan saksi yang menggambarkan klien saya melakukan perbuatan pidana seperti yang dituduhkan selama ini. Malahan justru terungkap fakta-fakta yang mengindikasikan dugaan terjadinya konspirasi untuk menjatuhkan Anand Krishna. Banyak sekali keganjilan-keganjilan hukum yang terjadi selama setahun terakhir ini. Kasus ini jelas penuh rekayasa!” (T. Nugroho A)

Agustus 24, 2011

Mengkritisi Pemikiran Sesat Manusia

Resensi Buku ini Dimuat di Rubrik Perada, Koran Jakarta, Kamis/25 Agustus 2011

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/69794

13142464611643363429

Judul: The Hanuman Factor - Life Lessons from the Most Successful Spiritual CEO

Penulis: Anand Krishna

Penerbit: Global Vision Press India

Tahun : I, Agustus 2011

Tebal : 208 halaman

Harga: Rp 40.000

“Nalikane Alengka diobong, diobong, diobong” (Saat itu Alengka dibakar, dibakar, dibakar). Lagu rakyat Hanoman Obong gubahan (alm) Ki Narto Sabdo ini begitu populer di kalangan masyarakat pedarakan (perdesaan).

Ibunda Hanoman bernama Anjani, seorang bidadari cantik dari khayangan. Ayahnya ialah Dewa Angin sehingga ia acap kali disebut Putra Bayu. Konon, saat masih bayi, ia pernah menelan matahari karena mirip gulali (permen) kegemarannya. Dengan sekali loncatan, Hanoman mampu terbang melintasi samudera. Sosok ini pula yang seorang diri membumihanguskan Kota Alengka.

Sesampainya di Alengka, Hanoman langsung menuju Taman Argasoka. Ia menemui Dewi Sinta dengan membawa cincin pemberian Rama. Dalam pertemuan itu, Sinta menyerahkan tusuk kondenya sebagai simbol bahwa Sinta tetap setia pada suami tercinta.

Setelah merampungkan misinya, Hanoman sengaja membuat dirinya ditangkap pasukan Dasamuka. Insiden penyusupan itu membuat Rahwana berang. Ia memerintahkan Hanoman dibakar hidup-hidup. Tapi setelah bulunya terbakar, putra Sang Bayu justru kabur dan berlompatan ke sana-ke mari. Ia membakar seisi istana Alengka. Setelah menimbulkan banyak kerusakan, baru Hanoman pulang menghadap Rama.

Dalam buku The Hanuman Factor ini, Anand memaparkan delapan kemampuan Sang Duta, antara lain Hanoman dapat anima (mengecil menjadi seringan partikel atom), mahima (membesar menjadi seukuran alam semesta), laghima (menyala terang-benderang), prapti (berada di banyak tempat pada saat yang bersamaan), prakamya (mewujudkan segala kemauan), dan vasittva (mengendalikan segala situasi) (halaman 140-141).

Dari sudut pandang psikologi mutakhir, kemampuan lebih Hanoman dapat dimaknai secara ilmiah. Anima merupakan keterampilan melepaskan beban stres dan depresi. Praksisnya berupa terapi katarsis (pembersihan jiwa). Akibatnya, badan terasa seringan kapas dan perasaan begitu damai.

Selain itu, prapti bisa dianalogikan dengan membaca buku sebagai kemampuan memahami perkembangan zaman terkini. Dalam bahasa Inggris, book merupakan singkatan dari broad ocean of knowledge (lautan pengetahuan yang luas).

Buku ini juga menyajikan diagram unik. Isinya mengkritik sesat pikir manusia dewasa ini. Pertama ialah kama atau keinginan kuat. Kedua ialah arta, bukan semata harta duniawi, melainkan makna hakiki kehidupan. Ketiga darma alias kebajikan membela kebenaran. Keempat ialah moksa atau kebebasan sejati (halaman 26-27).

Ironisnya, manusia cenderung mengawinkan kama dengan arta. Padahal keduanya linear. Akibatnya, keinginan tunggal melulu mengumpulkan harta menjadi berhala. Begitu pula dengan pasangan darma dan moksa. Kenapa berbuat baik hanya untuk meraih kapling di surga dan menghindari siksa api neraka? Hubungan dengan Tuhan bercorak transaksional. Ibarat keledai, baru berjalan kalau diiming-imingi wortel (carrot) dan diancam pecutan cambuk (stick).

Hanoman menawarkan solusi alternatif. Seyogianya, garis pertemuan diagonal menyilang berkeinginan tunggal meraih kebebasan sejati. Lantas, mengumpulkan harta untuk berbagi dengan kaum hina, dina, dan lemah. Hidup terasa indah tatkala kita mau berbagi dengan tetangga sebelah.

Buku ini merupakan sarana penyadaran akan eksistensi sumber kebijaksanaan hidup. Layaknya Hanoman, ia dapat memotivasi diri sendiri dalam menunaikan tugas. Walaupun sulit, tak seinci pun mundur dari tantangan di depan mata. Sumber yang sama ada dalam diri Anda dan kita semua.

Peresensi adalah T Nugroho Angkasa SPd, Guru Bahasa Inggris SMA Budya Wacana Yogyakarta

Sepak bola Hanya untuk Si Kaya?

Opini ini dimuat di Rublik Oposan, Tabloid Bola, Senin-Rabu (22-24 Agustus 2011)

Dalam buku Outliers, The Story of Success (2009) Malcolm Gladwell mengisahkan perjuangan band legendaris The Beatles. Sebelum meroket pada 1964, John Lenon (gitar ritem, vokal), Paul McCartney (gitar bass, vokal), George Harrison (gitar utama, vokal), dan Ringo Starr (drum, vokal) biasa bermain di sebuah klub malam minimal 8 jam setiap malam. Selama 270 malam diperkirakan mereka telah naik panggung sebanyak 1.200 kali.

Pengalaman ini ibarat blessing in disguise, berkah terselubung. Band asal Liverpool Inggris itu terbiasa bermain tak kurang dari 8 jam per malam, mereka pun harus mempelajari banyak lagu, termasuk lagu-lagu dari band lain. Bukan hanya rock and roll, tapi juga sedikit jazz.

Pengalaman ini membuat mereka semakin disiplin dan kompak. John Lenon sendiri mengakuinya, “Kami menjadi lebih baik dan memiliki rasa percaya diri yang lebih besar. Di Hamburg kami harus bermain selama 8 jam lamanya, jadi kami benar-benar harus menemukan cara baru untuk memainkan musik kami.”

Sama halnya dalam sepak bola, sebuah tim yang hebat lazimnya merangkak dari bawah. Jantung mereka deg-degan mengalami dinamika promosi dan degradasi. Sehingga kualitas teruji sebelum berlaga di level teratas. Ironisnya, kini banyak klub dari divisi I, bahkan baru berdiri beberapa bulan dapat berkiprah di kasta tertinggi sepak bola nasional. Titik ini rawan kecemburuan dari klub-klub sepak bola yang telah memiliki tradisi selama puluhan tahun.

Hal ini dimungkinkan paska pengurus PSSI yang baru membubarkan LSI. Semua tim tanpa kecuali - termasuk dari LPI - musti mendaftar ulang. Tercatat tak kurang dari 72 klub melakukan registrasi. Mereka akan memperebutkan 20-22 tiket berlaga di kompetisi level teratas.

Satu hal yang memberatkan ialah adanya Participant Deposit. Alias dana awal untuk mengurangi resiko penunggakan gaji, denda kartu, memperbaiki stadion dll. Konon hal serupa sudah diterapkan di Jepang dan Singapura. Namun terlalu gegabah membandingkan kondisi Indonesia dengan kedua negara tersebut. Tingkat kesejahteraan rakyat - dan itu tercermin pula dari isi kocek klub-klub sepak bola kita - jauh berbeda dengan mereka.

Dulu klub masih bisa mengandalkan dana APBD. Tapi kini hal itu dilarang, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah hanya boleh untuk perbaikan infrastruktur. Data terkini mencatat setiap klub rata-rata menghabiskan dana Rp 20 Milyar per putaran kompetisi. Kecuali klub-klub besar yang memiliki pendukung fanatik seperti Arema Indonesia dan Persija FC, mereka bisa mengeluarkan dana Rp 30 M lebih.

Pengeluaran terbesar ialah untuk gaji pemain, akomodasi, dan transportasi bila bertanding tandang. Kalau ditambah dengan Participant Deposit berarti pada musim kompetisi mendatang mereka musti mempersiapkan dana (minimal) Rp 25 Milyar.

Semua dana itu musti diperoleh dari non APBD. Selain bekerjasama dengan sponsor, sumber pemasukan utama ialah penjualan tiket dan penjualan souvenir klub seperti jersey, jaket, syal, dll. Ada kemungkinan pihak yang bakal paling dirugikan ialah penonton.

Kenapa? Karena untuk menutup defisit anggaran, klub-klub di Indonesia menaikkan harga tiket di stadion sebagai solusi terakhir. Tiket seharga Rp 15.000 dan Rp 20.000 untuk tribun terbuka melonjak 2 atau tiga kali lipat di musim kompetisi yang diproyeksi kick off pada 8 Oktober 2011 mendatang.

Sepak bola ialah permainan yang menyenangkan. Tak hanya bagi para pemainnya tetapi terutama penonton. Sensasi menyaksikan langsung di stadion tak tergantikan bila hanya melihat di layar kaca. Pun sepak bola bisa membangkitkan solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan para suporter. Bahkan PSSI didirikan pada 1930 oleh Suratin untuk menggelorakan semangat nasionalisme sehingga dapat mengusir penjajah dari bumi Pertiwi.

Kembali ke kisah The Beatles di awal tulisan ini, mereka berjuang 270 malam sebelum menjelma jadi band legendaris. Jangan sampai kecenderungan mau serba instan pengurus PSSI yang baru menjadikan sepak bola hanya dinikmati oleh si kaya. Bravo Sepakbola Indonesia!

T. Nugroho Angkasa, Guru Bahasa Inggris SMA Budya Wacana Yogyakarta dan Football Lover

Sumber Gambar: http://www.antarajatim.com/lihat/berita/67493/secaba-jember-gelar-permainan-sepak-bola-senjata

13141848531265208105

Donating Blood at Indonesia’s Independence Day and the Month of Ramadhan

Jakarta : Indonesia | Aug 23, 2011
http://www.allvoices.com/contributed-news/10099477-donating-blood-at-indonesias-independence-day-and-the-month-of-ramadhan
Next
Anand Ashram Foundation
Anand Ashram Foundation (affiliated with UN) was found by Anand Krishna
A man donating blood

Source: http://www.rimanews.com/read/20110818/38504/menyumbang-darah-saat-h...

August 18th, 2011 06:11 West Indonesia Time Zone

Jakarta, INDONESIA, Wednesday (17/8), in coincidence with the celebration of Indonesia’s Independence Day of the 66th years and the holy month of Ramadhan, Anand Ashram Foundation held another social service. The meditation training and holistic health center founded by Anand Krishna co-operated with Mataram School Foundation – St. Caroline School, and neighborhood association (RW) of Sunter Jaya. The event took place at St. Caroline School of Sunter Jaya, North Jakarta.

Anand Ashram Foundation also invited the residents of Sunter Jaya and its surroundings to give a meaning to the 66th anniversary of Indonesia’s Independence Day by the spirit of “giving”, which was concretely carried out through blood donation. This invitation was welcomed by all members of Sunter Jaya, the Mataram School Foundation’s caretakers, and especially by the teachers of St. Caroline School.

No wonder there was a queue of about a hundred people lined up neatly since 08:30 A.M until 12:00 noon. Although some of the participants were fasting, their desire to give was nevertheless unabated.

The donors aged between 17-50 years old who were present could not automatically donate blood. Why? Because of several health considerations. Examples of those who can’t donate blood are: women having their period, those who are taking antibiotics, feeling unwell, or suffering from other serious diseases.

“There is an urgent need for blood supply during the month of Ramadhan,” said an employee of the North Jakarta Indonesian Red Cross (PMI) who was on duty.

Altough usually the residents of Sunter Jaya have a variety of routines at the anniversary of the Independence Day, yet the enthusiasm of the people was praiseworthy.

“Salute to all friends willing to take the time in order to facilitate North Jakarta Indonesian Red Cross and to the donors on our country’s Independence Day. Please continue the spirit of sharing with others. ‘Luck’ for us, the children of Indonesia,” said Eddy Soetrisno (36), one of the leaders of Mataram Foundation enthusiastically. He was the first donor this morning.

Then, what about our brothers and sisters who are fasting?

“Who is afraid of fasting? How beautiful that we, as Muslims, can also donate. It’s a blessing to be able to participate. We want to do it some more when we get invited, although during the time of fasting,” explained Norma Harsono (58) one of the donors who were fasting. Since morning the whole family members already prepared themselves. To those who are fasting, it’s not an impediment to keep their donating blood.

Doctor Made Aryana (44) from Anand Ashram Foundation said there are 5 benefits of being a donor. They are: maintaining the health of the heart, increasing the production of red blood cells, helping to decrease body weight, gaining psychological health, detecting serious diseases – during the examination.

Among the donors was a student at the Faculty of Humanities of University of Indonesia (FIB-UI) from Laos, Vientiane, Mr. Souksavay Bounnara (23), one of the students exchange program participants, “I feel fine, I have great expectations. I can feel everybody happy. I feel they are doing good deeds even when fasting, we can still do good for all.”

There was a sense of satisfaction radiating from the faces of the donors after their turn. They were happy although it was their first experience. And there were some who had donated blood for more than 50 times. Who is afraid of donating blood? (Reporter: David Edzar Purba, Fotografer: Prabu Dennaga, Editor: T. Nugroho A, Translator: Sylvia Antaresa)

Agustus 23, 2011

Ngabuburit di Jogja Sambil Mengenang Michael Jackson


HMINEWS – Minggu (21/8/2011) sore menjelang di komplek Perumahan Dayu Permai, Yogyakarta. Terdengar hiruk-pikuk penghuni di salah satu rumah bernomor P-17. Sekilas terlihat sebagai rumah biasa yang terletak di tengah pemukiman. Ternyata sedang berlangsung aktivitas menarik di sana.

Tak hanya sinetron atau komik saja yang berseri. Saat jelang berbuka puasa, Blok P-17 menawarkan serial diskusi pula. Acara ini mengangkat tokoh kontemporer dunia. World Class Citizen Discussion Series diselenggarakan oleh One Earth Integral Education Foundation (OEIEF) menyelami sosok Michael Jackson (MJ).

Walau bertajuk diskusi, “Ngabuburit bersama OEIEF” ini diawali dengan pemutaran mahakarya MJ. Berupa video klip dan film pendek. Semangatnya sama dengan yang dibagikan Jackson pada kita penghuni planet bumi. Peserta antusias dan serasa sekejap dibawa ke nostalgia masa lalu.

Dalam membawakan lagu MJ, hampir semua gubahannya sendiri. Sebut saja: We’re The World, Black or White, Earth Song, Wanna Be Startin’ Somethin’ dst. Peserta diskusi terkesima dengan sosok yang dalam posisinya sebagai Super Star masih mampu menginjakkan kakinya di bumi. Bahkan ia terkenal loyal terhadap kalangan yang kurang beruntung.

Lirik-lirik lagu Michael mengajak kita mengubah wajah dunia yang jelek menjadi lebih indah. Sehingga layak dihuni oleh kita semua. Perubahan itu mesti dimulai sekarang dan dari diri sendiri.

Kedinamisan Michael tak hanya tercermin dari lagu-lagunya yang nge-beat, tapi juga caranya mempresentasikan lewat lirik-lirik lewat tarian ala MJ. Setiap orang memiliki mimpi, kita pernah pula mengalami titik nadir dalam hidup. Hal ini bisa kita lihat dalam perjalanan hidup Michael.

Michael menemukan sebuah formula. Sosoknya hasil uji coba formula tersebut. MJ menciptakan kebesarannya dengan formula yang ditemukan sendiri. Totalitasnya, kedinamisannya, dan mimpinya ialah sebuah dunia penuh damai dan kasih. Ia memiliki keyakinan dunia bisa menjadi lebih baik. Selain itu, Jackson pun menyuarakan dan bertindak sesuai keyakinannya. Inilah warisan abadi Michael untuk dunia.

One Earth Integral Education Foundation saat diskusi tentang Michael Jackson

Waktu bedug tiba dan berkumandanglah adzan Maghrib. Saat itu pula peserta dan penyelenggara menyelesaikan bait terakhir lagu Heal The World. Kita mempunyai pilihan dalam hidup. Apa pun yang menjadi pilihan kita masing-masing, jangan lupa untuk menjalaninya, melakoninya, dan berkarya. Menyitir kata-kata MJ, “Give it a try for your dream!” (Reporter: Amira Fawzia, Fotografer: Wayan Suriastini, Editor: T. Nugroho A)

Agustus 21, 2011

Membangun Mimpi Menjadi Guru

Resensi Buku ini dimuat di Rubrik Dunia Pustaka, Tribun Jogja, Minggu/21 Agustus 2011

13139787591138283901

Judul buku: Menjadi Guru untuk Muridku

Penulis: St. Kartono

Penerbit: Kanisius

Cetakan: I/April 2011

Tebal: 271 halaman

Harga: Rp 35.000

ISBN: 978-979-21-3018-8

“Bapak/Ibu Guru yang terhormat, saya adalah korban kamp konsentrasi. Mata saya melihat apa yang tidak dapat disaksikan oleh orang lain: kamar gas yang dibangun oleh para insinyur terpelajar; anak-anak yang diracun oleh para ahli fisika terdidik; bayi-bayi yang dibunuh oleh para perawat terlatih; wanita-wanita dan bayi-bayi ditembak dan dibakar oleh alumni SMA dan perguruan tinggi. Dengan ini semua saya selalu menjadi curiga terhadap pendidikan. Permohonan saya adalah bantulah siswa-siswi untuk menjadi lebih manusiawi. Usaha Anda tidak pernah menghasilkan raksasa terpelajar, penderita sakit jiwa yang terampil, ataupun Eichman-Eichman terdidik. Membaca, menulis, dan aritmatika memang penting, tetapi hanya jika mata pelajaran itu semua membuat anak kita lebih manusiawi…” (halaman 78).

Pada setiap awal tahun ajaran baru, surat tersebut selalu dibacakan oleh seorang Kepala sekolah menengah di hadapan rapat dewan guru (Gleeson, 1997). Kemampuan akademis siswa memang penting, tapi jangan pernah mengabaikan sisi kemanusiaannya. Bahkan, para ahli kesehatan memprediksi bahwa penyakit paling berbahaya di masa datang bukanlah jantung atau kanker, tapi depresi dan stres. Itulah sisi lain yang diangkat St. Kartono dalam bukunya Menjadi Guru untuk Muridku.

Ironisnya, dunia pendidikan nasional justru membebani siswa dengan kurikulum berlebih. Hal ini mengkondisikan para guru menjadi mekanis dan mencari jalan aman. Sehingga kesempatan berbagi (sharing) nilai keutamaan hidup terlewatkan. Menyapa, menyalami, memberikan apresiasi/pujian, mengucapkan terimakasih, dan meminta maaf bila melakukan kesalahan seolah menjadi ‘barang” langka di kelas.

Buku ini menyajikan obat atas penyakit kronis tersebut. Ke-70 artikel St. Kartono ini telah dikorankan di sebuah Harian lokal sejak Juni 2008 - Maret 2011. Isinya dipilah menjadi 3 bagian. Pertama: Membangun Mimpi Menjadi Guru. Kedua: Menghidupi Nilai, Mengasah Keterampilan Mendidik. Ketiga: Perjumpaan dengan Murid.

Setiap bab memuat sejumlah refleksi keguruannya. Pergulatan menekuni profesi guru selama 20 tahun menjadi sumber inspirasi utama alumni Pascasarjana Program Studi Linguistik Terapan, Universitas Negeri Yogyakarta tersebut.

Selain itu, St Kartono menyerap pula inspirasi dari banyak bacaan dan tontonan. Bahkan ia menjadikan pidato kematian (obituari) putri almarhum Michael Jackson sebagai referensi (Aku hanya ingin bilang, guruku…,halaman 17).

Kesaksian singkat Katherine Jackson (11 tahun) di depan peti mati mega bintang pop sejagat itu sungguh menggetarkan, “Sejak aku lahir, Daddy adalah ayah yang terbaik yang tidak pernah bisa kalian bayangkan. Aku hanya ingin bilang, aku mencintainya…amat sangat.”

Secara kreatif St Kartono mengajak para guru untuk membayangkan apa yang akan diucapkan para siswa ketika gurunya meninggal dunia. Sehingga para guru dapat berusaha sekuat hati menyampaikan proses pembelajaran, bukan sebagai formalitas transaksional belaka, tapi sebagai dedikasi dan persembahan terbaik bagi para muridnya. Niscaya, dengan takzim setiap muridnya kelak akan menyitir kalimat putrid MJ, “Saya hanya ingin bilang, guruku adalah orang yang terbaik yang kujumpai dalam hidupku!” (halaman 19).

Buku ini merupakan buah pena ke-7 guru SMA Kolese De Britto, Yogyakarta tersebut. Selain menggeluti proses pembelajaran di kelas, ia memang produktif menulis di media massa juga. Karyanya antara lain: Menabur Benih Keteladanan (2001), Menebus Pendidikan Yang Tergadai (2002), Reformasi Pendidikan (2003, dkk), Seri Pendidikan Budi Pekerti (2003-2004, dkk), Sekolah Bukan Pasar (Juni, 2009), dan Menulis Tanpa Rasa Takut (Juli, 2009).

Buku Menjadi Guru Untuk Muridku memverifikasi kebenaran sederhana. Menjadi guru bukan semata untuk aparat pemerintahan, dinas pendidikan, aturan-aturan, kurikulum yang acapkali berganti, kepentingan dagang, para agen penerbit buku pelajaran, ataupun paham/ideologi tertentu. Alasan eksistensi seorang guru ialah untuk melayani para murid. Sehingga dapat memuaskan dahaga keingintahuan siswa dan membangun antusiasme belajar mereka.

Bunga rampai pendidikan ini layak dibaca oleh rekan-rekan guru, mahasiswa calon guru, dan siapa saja yang peduli pada masalah pencerdasan bangsa. Pelopor tranformasi kehidupan di negeri ini ialah para guru. Tentu saja setelah guru itu sendiri berubah. Saya sepakat dengan pendapat Pater Kolvenbach, “Para siswa mengingat apa yang dilakukan oleh guru karena gurulah yang menjadi saksi hidup dengan keteladanan yang diberikan.” Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa, Guru SMA Budya Wacana Yogyakarta)

Menyumbang Darah Saat HUT RI dan Bulan Ramadhan

RIMANEWS - Jakarta, Rabu (17/8/11), bertepatan perayaan HUT proklamasi Republik Indonesia (RI) yang ke-66 dan bulan suci Ramadhan, Yayasan Anand Ashram kembali mengadakan bhakti sosial. Pusat pelatihan meditasi dan kesehatan holistik yang didirikan oleh Anand Krishna ini bekerjasama dengan Yayasan Perguruan Mataram - Sekolah St. Caroline, dan Rukun Warga (RW) Sunter Jaya. Acara bertempat di sekolah St. Caroline Sunter Jaya, Jakarta Utara.

Yayasan Anand Ashram mengajak warga Sunter Jaya dan sekitarnya untuk memaknai perayaan proklamasi HUT RI ke-66 dengan semangat ‘memberi’. Konkritnya, melalui kegiatan aksi donor darah. Ajakan ini disambut baik oleh segenap warga Sunter Jaya, pengurus Yayasan Perguruan Mataram, dan terutama guru-guru di sekolah St. Caroline.

Maka tak heran antrian sekitar seratusan orang berjajar rapi sejak 08.30 WIB hingga pukul 12.00 siang. Meskipun sebagian dari peserta donor darah sedang melakukan ibadah puasa, keinginan mereka untuk berbagi tak surut jua.

Para pendonor yang berusia 17-50 tahun yang hadir tidak serta merta dapat menyumbangkan darahnya. Kenapa? karena beberapa alasan pertimbangan kesehatan. Misalnya tidak boleh, bagi perempuan yang sedang datang bulan (haid), mereka yang sedang mengkonsumsi obat antibiotik, merasa tidak sehat, atau mengidap penyakit serius lainnya.

"Ada kebutuhan mendesak akan persedian darah ketika bulan Ramadhan berlangsung," ungkap salah seorang pegawai Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Utara yang sedang bertugas.

Meski biasanya warga Sunter Jaya memiliki aneka kegiatan rutin bila perayaan kemerdekaan tiba, namun antusiasme warga sungguh patut dipuji.

“Salut dengan teman-teman yang bersedia meluangkan waktu untuk memfasilitasi Palang Merah Indonesia Jakarta Utara dan Pendonor di saat hari kemerdekaaan negara kita. Teruskan semangat berbagi kepada sesama. ‘Hoki’ untuk kita, para anak bangsa Indonesia,” ujar Eddy Soetrisno (36), salah seorang pimpinan Yayasan Mataram bersemangat. Ia merupakan pendonor pertama pagi ini.

Lalu bagaimana saudara kita yang sedang menjalankan ibadah puasa?

"Puasa? Siapa takut? Betapa indahnya kami sebagai Muslim bisa ikut mendonor. Ini adalah berkah bisa berpartisipasi. Kami mau dong jika diajak lagi, meski di saat puasa,” terang Norma Harsono (58) salah seorang pendonor yang sedang berpuasa. Sejak pagi mereka sekeluarga sudah mempersiapkan diri. Bagi mereka, meskipun sedang menjalankan ibadah puasa, bukanlah halangan untuk tetap menyumbangkan darahnya.

Dokter Made Aryana (44) dari Yayasan Anand Ashram mengatakan ada 5 manfaat donor darah bagi pendonor. Yakni menjaga kesehatan jantung, meningkatkan produksi sel darah merah, membantu penurunan berat tubuh, mendapatkan kesehatan psikologis, mendeteksi penyakit serius – di saat pemeriksaan.

Di antara pendonor, terdapat salah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia (FIB - UI) asal Laos, Vientiane, Mr. Souksavay Bounnara (23), salah seorang peserta program pertukaran mahasiswa, “Saya merasa sehat, harapan yang bagus. Saya bisa merasakan semua orang bahagia. Saya merasa mereka sedang berbuat baik meskipun sedang puasa, kita tetap dapat berbuat baik untuk semua.”

Ada rasa puas terpancar dari wajah para pendonor usai gilirannya. Mereka bahagia, meski pengalaman tersebut yang pertama bagi mereka. Dan ada pula yang sudah 50 kali lebih melakukan donor darah. Donor darah? Siapa takut? (Reporter: David Edzar Purba, Fotografer: Prabu Dennaga, Editor: T. Nugroho A)

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110818/38504/menyumbang-darah-saat-hut-ri-dan-bulan-ramadhan

Agustus 13, 2011

Black Campaign Terhadap Anand Krishna Sudah Dilakukan Sejak 2005

1313298601255595569

Saksi JPU Marta Berliana Tobing SH, Dian Maya Sari kembali mangkir untuk ketiga kalinya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (10/8). Kali ini Dian Maya Sari memberikan surat keterangan sakit.

Sebaliknya, agar proses peradilan yang sudah memakan waktu lebih dari 1 tahun cepat selesai, kuasa hukum tokoh spiritualis lintas agama mendatangkan 2 orang saksi dari Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA). Mereka adalah Ir. Made Yuda Negara dan Norma Liestje Tanoko.

Dalam kesaksian ini Made Yuda membantah tentang adanya pelecehan seksual yang terjadi di Ashram, “Saya aktif dalam kegiatan-kegiatan Ashram sudah sejak 20 tahun lamanya, dan tidak pernah mendengar atau melihat tindak pelecehan seperti yang dituduhkan selama ini” begitu papar kuasa hukum Anand Krishna, Humprey Djemat.

Yuda juga menambahkan bahwa isteri dan anak perempuan remaja saya juga aktif di Ashram dan tidak pernah mengalami, melihat maupun mendengar tuduhan sekeji tersebut.

Humprey menerangkan, “Yuda menjelaskan bahwa dirinya pernah dilaporkan oleh keluarga Tara dengan tuduhan melakukan tindak yang tidak menyenangkan untuk mengambil Tara dari rumahnya, tuduhan tersebut tidaklah benar, justru yang terjadi adalah bahwa Tara menghubungi dirinya dan juga beberapa teman lainnya untuk meminta tolong bahwa dirinya sedang disekap oleh orang tuanya. Oleh karena itulah Yuda mendatangi rumah Tara untuk mendamaikan keduanya, karena laporan tersebut tidak pernah terbukti maka kasus tersebutpun dihentikan.”

Fakta Penting

Kuasa hukum Anand Krishna lainnya, Andreas Nahot Silitonga, menjelaskan bahwa saksi Norma Liestje Tanoko menggungkapnya fakta yang penting. Pada 2005 ia berulangkali ditelpon oleh Muhammad Djumaat Abrory Djabbar dan isterinya Dian Maya Sari, “Keduanya mengancam Norma agar ‘menyingkir’ dari Ashram, keduanya mengancam akan menghancurkan Ashram dan jika Norma tidak ikut ‘menyingkir’ maka akan ikut dihancurkan.”

Norma menambahkan bahwa pada Oktober 2009, saksi Shinta Kencana Kheng - yang hingga hari ini masih belum mengindahkan panggilan Komisi Yudisial (KY) karena diduga ada ‘affair’ dengan hakim Hari Sasangka yang pada waktu itu memimpin persidangan Anand Krishna - pernah mendatangi dirinya dan menyampaikan bahwa mereka telah melakukan kampanye di internet untuk memojokkan Anand Krishna. Baik itu di Eropa maupun Amerika Serikat. Bahkan mereka juga sudah merencanakan kampanye serupa di Indonesia yang akan melibatkan Tara.

“Jelas sekali dari kesaksian tersebut memang kasus ini telah dipersiapan sejak lama. Bahkan sebelum kasus tersebut dilaporkan kepolisian,” ujar Humprey.

Humprey menambahkan bahwa buku-buku yang ditulis oleh Dian Maya Sari dan Farahdiba Agustin hingga 2006, keduanya masih memuji-muji Anand Krishna. Buku-buku tersebut diterbitkan oleh PT. One Earth dimana Shinta Kencana Kheng menjadi pemimpin dan salah satu pemengang sahamnya”. Sungguh aneh sekali bila mereka bertiga kini justru mengatakan mengalami pelecehan seksual sejak 2001-2003.

Contact Person: Prashant Gangtani (0815.99.77.979)

http://freeanandkrishna.com/in/

http://hukum.kompasiana.com/2011/08/14/black-campaign-terhadap-anand-krishna-sudah-dilakukan-sejak-2005/

Agustus 11, 2011

Harassment Case of Anand Krishna, Prosecutor’s Witness Absent Again

Jakarta : Indonesia | Aug 11, 2011


Anand Krishna
Spiritual Activist from Indonesia

Add your media to this report: Images | Videos Cell phones use report code: @9930568

Edit Report

Source: http://rimanews.com/read/20110811/37694/soal-kasus-pelecehan-anand-...

Harassment Case of Anand Krishna, Prosecutor’s Witness Absent Again

Thursday, August 11, 2011 West Indonesia Time Zone

JAKARTA, RIMANEWS – The witness called by the prosecutor Martha Berliana Tobing, SH., Dian Maya Sari was absent again for the fourth time in the trial of sexual harassment case against Anand Krishna. This time, Dian Maya Sari provided a sick leave.

In order to speed up the judicial process that has taken more than a year time, the lawyer of the interfaith spiritual figure presented two witnesses from Anand Ashram’s Fans Community (KPAA), namely Ir. M. Yudanegara and Norma L Tanoko.

In his testimony, M Yuda denied the occurrence of sexual harassment in the Ashram. “I’m involved in all the activities of the Ashram for 20 years and I have never heard or seen any harassment acts as charged during all this time,” said the professional who works for an international bank in Jakarta

The witness Yuda added, his wife and his daughter are also active in the Ashram. They also have never experienced, seen, or heard such cruel allegations

The lawyer of Anand Krishna (AK), Humphrey Djemat said, Yuda explained that he was once reported by the family of Tara for allegedly committing an unpleasant act by taking Tara away from her home. The allegations are not true, according to him.

“What really happened was the prosecuting witness Tara contacted him and also several other friends to help her because she was being held captive by her parents. Therefore, the witness came to their house to reconcile the two parties. The report was discontinued because there was no element of coercion found, or anything that was unpleasant,” he said.

In the meanwhile, another lawyer of AK, Andreas Nahot Silitonga, explained that the witness Norma revealed an important fact, that in 2005 she was repeatedly contacted by Muhammad Abrory Djabbar and his wife, Dian Maya Sari.

“The witness told us that this couple intimidated her to quit the Ashram as soon as possible because they threatened to destroy the Ashram. If the witness does not quit then she will be destroyed as well,” he explained (yus/SM/Translated by Sylvia Antaresa)

Source: http://www.allvoices.com/contributed-news/9930568-harassment-case-of-anand-krishna-prosecutors-witness-absent-again

Soal Kasus Pelecehan Anand Krishna, Saksi JPU Kembali Absen

JAKARTA, RIMANEWS - Saksi JPU Marta Berliana Tobing SH, Dian Maya Sari kembali mangkir untuk keempat kalinya dalam sidang kasus pelecehan Anand Krishna. Kali ini, Dian Maya Sari memberikan surat keterangan sakit.

Untuk mempercepat proses peradilan yang sudah memakan waktu hampir satu tahun ini, Kuasa Hukum tokoh spiritualis lintas agama tersebut mendatangkan dua orang saksi dari Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), yakni Ir. M. Yudanegara dan Norma L Tanoko.

Dalam kesaksian ini, M Yuda membantah tentang adanya pelecehan seksual yang terjadi di Ashram. "Saya aktif dalam kegiatan-kegiatan Ashram sudah sejak 20 tahun lamanya, dan tidak pernah mendengar atau melihat tindak pelecehan seperti yang dituduhkan selama ini," papar profesional yang bekerja di sebuah bank internasional di Jakarta.

Saksi Yuda menambahkan, istri dan anak perempuannya juga aktif di Ashram. Mereka juga tidak pernah mengalami, melihat maupun mendengar tuduhan sekeji itu.

Kuasa Hukum Anand Krishna (AK), Humprey Djemat mengatakan, saksi Yuda menjelaskan bahwa dirinya pernah dilaporkan oleh keluarga Tara dengan tuduhan melakukan tindak yang tidak menyenangkan dengan mengambil Tara dari rumahnya. Menurutnya, tuduhan tersebut tidak benar.

"Justru yang terjadi adalah Pelapor Tara menghubungi dirinya dan juga beberapa teman lain untuk meminta tolong bahwa dirinya sedang disekap oleh orang tuanya. Oleh karena itu, saksi mendatangi rumah mereka untuk mendamaikan keduanya. Laporan itu sudah dihentikan karena tidak ditemukan unsur pemaksaan maupun tidak menyenangkan," ujarnya.

Sementara, kuasa hukum AK lainnya, Andreas Nahot Silitonga, menjelaskan bahwa saksi Norma mengungkapnya fakta penting, bahwa dirinya pada tahun 2005 berulangkali dihubungi oleh Muhammad Djumaat Abrory Djabbar, dan isterinya Dian Maya Sari.

“Saksi bercerita bahwa suami istri ini mengancam agar selekasnya ‘menyingkir’ karena keduanya mengancam akan menghancurkan Ashram. Jika saksi tidak juga ‘menyingkir,’ maka dirinya akan ikut dihancurkan,” jelasnya.(yus/SM)

Sumber: http://rimanews.com/read/20110811/37694/soal-kasus-pelecehan-anand-khrisna-saksi-jpu-kembali-absen

Agustus 08, 2011

Mengungkap Pengalaman Orang Tua

Resensi buku ini dimuat di Rubrik Perada, Koran Jakarta, Jumat/5 Agustus 2011

13127876901024115357


Judul: Berkah Kehidupan, 32 Kisah Inspiratif para Orang Tua

Penulis: Penulis Bersama

Editor: Baskara T. Wardaya

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: 1/Maret 2011

Tebal: 408 halaman

Harga: Rp 75.000

“Satu kali pun tidak pernah saya mendengar Ibu atau Ayah menyesalkan atau mengeluhkan bahwa seluruh milik mereka di Silesia—dan di Ceko tempat Kakek—hilang begitu saja. Kami termasuk 14 juta orang Jerman yang, sebagai balasan atas Perang Dunia II yang dilancarkan Jerman, diusir dari Eropa Timur.” - Romo Franz Magnis-Suseno, SJ

Buku ini memuat 32 kisah manusiawi sekaligus inspiratif, para orang tua tokoh terkenal dari Syafii Maarif, Ayu Utami, Benedict Anderson, Asvi Warman Adam, Hersri Setiawan, B. Herry-Priyono, Ery Seda, M. Imam Aziz, Kamala Chandrakirana, Hilmar Farid, Degung Santikarma, Stanley Adi Prasetyo, hingga F. Budi Hardiman, serta masih banyak lagi. Para aktivis tersebut teruji dedikasinya bagi kemajuan negeri. Kendati demikian, masyarakat belum mengetahui latar belakang kehidupan keluarganya.

Misalnya orang tua Djoko Pekik. Pelukis asal Purwodadi itu terlahir di desa Sulur Sari. Ternyata bapak dan ibu seniman - yang lukisan “Celeng”-nya berbanderol Rp 1 Milyar tersebut - sama sekali tak bisa baca-tulis. Mereka mengandalkan naluri dan biting (lidi) untuk menghitung angka-angka (halaman 220).

Sejak kecil Djoko Pekik terbiasa menggarap sawah. Saat itu, mereka sedang masa paceklik (susah). Situasi ini diperparah dengan meletusnya pemberontakan tentara “merah” pada 1948-1949 di Madiun.

Dalam buku ini dikisahkan pada usia 11 tahun Djoko Pekik didaulat menjadi pemain ketoprak. Para tentara rakyat mengajarinya berakting, sebagai selingan zaman perang. Ia memerankan lakon Klenting Kuning, seperti termaktub dalam kisah Ande-ande Lumut. Pertunjukan digelar di kota Kecamatan. Ia musti pergi-pulang dengan berjalan kaki sejauh 30 km.

Orang tua Djoko Pekik memiliki 12 anak. Keduanya berturut-turut wafat pada 1960 dan 1970. Sehingga ia tak dapat membalas budi baik mereka. Saat itu Djoko masih mendekam di dalam penjara (1970). Djoko Pekik dituduh oleh rezim orba terlibat dalam aliran kiri. Ia memang terkenal sebagai salah satu seniman LEKRA.

Buku ini juga memuat teladan kehidupan orang tua PM Laksana. Antropolog kondang ini mengaku sempat merasa ragu sebelum menulis kesaksian tentang orang tuanya. Ia bukanlah seorang nabi, kenapa musti mewartakan hal-hal yang bersifat personal kepada dunia. Setelah lama berpikir, akhirnya ia memutuskan untuk sharing juga karena memang ia banyak belajar dari kedua orang tuanya (halaman 321).

Orang tua PM Laksana ialah seorang petani. Kakek dan neneknya juga petani dan pedagang tradisional. Ayahnya ialah mantan preman pasar. Ia bertobat karena pernah menempeleng dan seketika orang itu terkapar pingsan. Ayahnya menyadari betapa dahsyat kekuatan yang dimiliki. Lantas ayahnya memutuskan memakai kekuatan tersebut bukan untuk menaklukkan orang lain, melainkan untuk mengalahkan diri sendiri.

Dari sang ayah, PM Laksana belajar ketegasan. Hidup dimaknai sebagai perjuangan. Pendidikan tak hanya di sekolah, tapi juga di dalam keseharian. Ia berani melawan kemalasan diri sendiri. Sang ayah memberi contoh lewat tindakan sederhana.

Buku ini memverifikasi kebenaran sederhana, “Sejarah pribadi kita bisa jadi sejarah besar. Setiap orang ialah orang besar. Kisah hidup kita menyiratkan keagungan Sang Pencipta. Hidup bukan sekedar materi, tapi penuh bergelimang berkah. Selamat membaca dan meneruskan anugerah tersebut bagi sesama.

T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru SMA Budya Wacana Yogyakarta

Agustus 07, 2011

Kesaksian Leon Kental Nuansa Dendam

Rabu (3/8) hanya 1 saksi dihadirkan JPU Martha P Berliana Tobing dalam persidangan Anand Krishna, yakni Leon Filman (42). Ia mengaku keluar dari pekerjaan sebagai penjaga pintu di Padepokan One Earth Ciawi karena sering ditegur lantaran lalai menjalankan tugas.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Leon menceritakan dirinya pernah masuk tanpa mengetuk pintu. Ia melihat terdakwa sedang bersila dan melakukan pelecehan. Namun pada saat yang sama, di dalam ruangan tersebut ada 2 orang lain yang tidak melihat kejadian tersebut.

Kuasa Hukum Anand Krishna, Humphrey Djemat membantah kesaksian Leon di atas. Ia berpendapat tidak mungkin pelecehan terjadi tanpa sepengetahuan orang-orang yang berada dalam satu ruangan.

"Anand Krishna sudah lama tidak dapat duduk bersila, karena pernah mengalami cedera dilututnya, dan juga mengidap penyakit diabetesnya yang membuatnya sering kesemutan,” ujar Humprey Djemat.

Humprey menambahkan Leon juga berbohong karena mengaku digaji oleh terdakwa. Padahal yang sebenarnya terjadi, ia menerima upah dari beberapa penghuni di Padepokan One Earth Ciawi untuk menjaga pintu gerbang.

Ditambahkan, Leon Filman juga inkonsisten kesaksiannya seperti pada persidangan yang lalu. Sebelumnya ia mengatakan hanya ada 2-3 kejadian. Namun pada kesaksian kali ini Leon mengatakan sampai ada 7 kejadian pelecehan.

"Nampak sekali kesaksian tersebut adalah pematangan dari dugaan yang dijatuhkan pada klien saya," tandas Humprey.

"Tapi, tampaknya Hakim Ketua Albertina Ho menangkap keganjilan dari kesaksian ini. Ia sempat mencecar saksi dengan berkata bahwa jika sudah tidak ada perbuatan lain lagi maka tidak usah dibuat-buat," ujar Kuasa Hukum Anand Krishna lainnya, Dwi Ria Latifa.

Pada persidangan minggu depan (10/8) akan dihadirkan saksi Dian Maya Sari. Istri Abrory Abrory Djabar ini sudah 3 kali mangkir dari panggilan JPU Martha P Berliana Tobing. Pengadilan mendatang juga akan mendengarkan testimoni beberapa saksi dari Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA). (Reporter: T. Nugroho Angkasa)

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110804/36877/kesaksian-leon-kental-nuansa-dendam

Dr Wayan Sayoga Desak Shinta Kencana Kheng Penuhi Panggilan KY

Rabu, 3 Aug 2011 05:36 WIB

Juru bicara Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), dr Sayoga, mendesak Shinta Kencana Kheng untuk memenuhi panggilan KY. Sehingga ia dapat mengungkapkan apa yang sebenarnya telah terjadi selama ini.

"Kami mengharapkan Sdri Shinta Kencana Kheng memenuhi panggilan KY kali ini karena kasus dugaan adanya kontak langsung antara Hakim dan Saksi ini sudah cukup lama dilaporkan dan terhambat karena mangkirnya dirinya. Kami harapkan bila mangkir kembali, KY dapat meminta aparat yang berwajib untuk menjemput paksa, agar terungkap apa yang sebenarnya telah terjadi selama ini," tandas dr. Sayoga.

Shinta Kencana Keng berkali-kali disebut saksi-saksi lain sebagai koordinator dalam pertemuan-pertemuan yang diatur oleh Muhammad Djumaat Abrory Djabbar. Tepatnya sebelum dan sesudah pelapor Tara mengadukan hal ini ke Kepolisian. Apalagi ditambah kasus kedekatan dirinya dengan Hakim Hari Sasangka yang sedang diselidiki KY dan MA. Itu semua semakin memperkuat adanya indikasi rekayasa dalam kasus Anand Krishna.

Berbagai kejanggalan yang ditemukan dalam kasus Anand Krishna ini memperkuat dugaan Kuasa Hukumnya, Dwi Ria Latifa SH beberapa bulan yang lalu (22/3) bahwa kasus pelecehan seksual ini hanyalah topeng bagi kriminalisasikan pemikiran-pemikirannya yang dituangkan pada buku, karena dari kesaksian, laporan, dan berita acara pemeriksaan (BAP) di mana penyidik lebih banyak bertanya tentang pemikiran Anand daripada dugaan perbuatan yang dilakukannya.

Mangkir

Proses dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Hari Sasangka terlantar di Komisi Yudisial (KY). Hakim yang diduga melakukan keberpihakan dalam Kasus Hukum Anand Krishna, dilaporkan Prashant Gangtani ke KY (6/6) karena diduga mempunyai affair dengan salah satu saksi dalam kasus ini, Shinta Kencana Kheng.

Setelah mangkir dari panggilan pertama KY (20/6), Shinta hadir menjadi saksi dalam pemeriksaan ulang dalam Kasus AK, dua hari kemudian (22/6). Menurut kuasa hukum AK, Astro Girsang, kala itu, bahkan saksi tidak konsisten dalam memberikan kesaksian dan merubah keterangannya dari menit ke menit. Shinta juga masih sempat terlihat di PN Jaksel (13/7) pada saat sidang pemeriksaan saksi Farahdiba Agustin.

“Dia mengaku dilecehkan ayah saya dulu tapi kenapa kerap menemui Hakim Hari Sasangka berduaan saja pada malam hari, di tempat yang gelap, dan itu terjadi sampai tiga kali? Apa urusannya? Sudah mangkir dua kali ketika KY ingin memeriksa dirinya, tapi ketika JPU memanggilnya untuk memberatkan ayah saya, langsung datang. Dia terakhir masih hadir di PN Jaksel 13 Juli lalu. Ada apa sebenarnya semua ini?” tanya Prashant Gangtani, anak Anand Krishna.

Shinta Kencana Kheng sudah dipanggil ketiga kalinya oleh KY dengan nomor register: 1698/SET. KY/VII/2011 pada Senin, (25/7) setelah mangkir tanpa alasan pada panggilan pertama dan kedua untuk hadir di Kantor KY, Jln Kramat Raya No. 57 Jakarta. Ia diminta memberikan keterangan atas keterlibatan dirinya dengan Hari Sasangka.

Padahal beberapa saksi yang melihat dirinya berduaan dengan Hari Sasangka sudah diperiksa KY dan MA. Terkait masalah ini ada beberapa bukti yang mengklarifikasi hal tersebut. Yakni berupa ratusan foto dan 5 saksi yang melihat pertemuan antara Hari Sasangka dan Shinta Kencana Kheng di dalam mobil Suzuki Karimun Silver B 1426 KT. (T. Nugroho Angkasa)

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110803/36758/dr-wayan-sayoga-desak-shinta-kencana-kheng-penuhi-panggilan-ky

Agustus 02, 2011

Orasi dan Doa di Candi Plaosan

1312338554111719646

Dimuat di Rubrik Citizen Journalism, Tribun Jogja, Rabu/3 Agustus 2011 (halaman 1 bersambung ke halaman 7)

Walau saya tinggal di Yogyakarta sejak sekolah SMA, kuliah, dan kini bekerja, saya belum pernah sekalipun berkunjung ke Candi Plaosan. Padahal, jaraknya hanya 16 km dari pusat Gudeg City. Beruntung, National Integration Movement (NIM) menggelar acara Orasi Budaya dan Doa Bersama : Menyambut Ramadhan dalam Kebhinekaan di Plaosan, Kamis (28/7), sehingga saya dapat menyaksikan langsung karya agung leluhur tersebut.

Menurut kamus Wikipedia, Candi Plaosan merupakan kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jateng. Jaraknya hanya 1,5 km ke arah timur-laut Candi Prambanan yang notabene bercorak Hindu. Kendati demikian, Candi Plaosan yang berarsitektur Buddhis dapat berdiri saling berdampingan dengan Candi Prambanan. Hal ini menunjukkan bahwa para leluhur kita begitu mengapresiasi kebhinekaan.

Sejarah mencatat kompleks percandian ini dibangun pada abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan. Masyarakat sekitar lebih mengenalnya sebagai peninggalan Kerajaan Medang/Mataram Kuno. Candi Induk Selatan Plaosan Lor dipugar pada 1962 oleh Dinas Purbakala. Sementara itu, Candi Induk Selatan direnovasi pada 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah.

Acara orasi budaya dan doa bersama ini terselengggara berkat kerjasama Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), National Integration Movement (NIM), Lingkar Pelangi Nusantara, Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI Damai), Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila, Lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP), AFSC (American Friends Service Committee), dan Paguyuban Tri Tunggal.

Ramadhan merupakan bulan suci umat Islam. Sebagai sarana kembali ke dalam diri. Sebuah momentum untuk melihat kembali perjalanan kita selama ini. Apakah sudah tepat atau belum? Begitulah kata sambutan dari dr. Wayan Sayoga, selaku Direktur Eksekutif NIM saat membuka acara. Pria asal Bali tersebut mengingatkan pula bahwa prinsip dasar Pancasila tetap dapat diterapkan hingga kini. Bahkan di mana saja, tak hanya di Indonesia.

Lebih lanjut dr. Sayoga mengingatkan bahwa fundamentalisme yang merebak belakangan ini tidak sesuai dengan cita-cita para founding fathers. Kebanggaan pada budaya Nusantara menjadi kata kunci. Pada masa Sriwijaya leluhur kita memiliki maskapai pelayaran sendiri untuk mengekspor rempah-rempah ke Madagaskar, bahkan semua itu dilakukan demi kesejahteraan rakyat. “Kita perlu meneguhkan persatuan dan kecintaan pada bangsa ini kembali, ” ujarnya.

Setelah itu bergantian para pembicara berorasi. Mereka, antara lain, rohaniwan muda, Romo Agus Pr dari perwakilan umat Kristiani; Kyai Jadul Maulana dari perwakilan umat Islam; Bhiku Sasana Bodhitera dari Vihara Gunung Kidul; dari perwakilan umat Hindu, I Wayan Sumerta, selaku Ketua PHDI Yogyakarta; dan Anand Krishna.

Acara di Candi Plaosan ini diakhiri dengan doa bersama. Masing-masing tokoh agama memimpin prosesi sakral tersebut. Ratusan peserta yang hadir berdiri dan memejamkan mata dengan penuh hikmat. Meski berdoa dengan cara berbeda, tapi sejatinya semua berdoa pada Ia Hyang Satu adanya. Saling apresiasi kebhinekaan? Di sini kami sudah mempraktikkan!

T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru SMA Budya Wacana Yogyakarta