Mei 13, 2010

Mensinergikan Spiritualitas dan Sains

Dimuat di RIMA NEWS, Jumat/ 11 Mar 2011 09:18 WIB

http://rimanews.com/read/20110311/19755/mensinergikan-sains-dan-spiritualitas

Spiritualitas dan sains ibarat sepasang suami-istri. Yang satu merasa belum utuh tanpa kehadiran yang lain. Hubungan keduanya bersifat komplementer alias saling melengkapi. Ranah spiritual lebih melibatkan rasa, sedangkan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) lebih mengandalkan logika berpikir.

Leluhur kita melukiskan sinergi ini dengan simbol ”Lingga” dan ”Yoni”. Kita acapkali menjumpai bangunan seperti tugu di desa-desa terpencil. Tugu Yogyakarta merupakan salah satu contoh monumen peringatan tersebut. Ironisnya, saat ini bangunan bersejarah itu dipugar secara serampangan. Makna filosofis di baliknya terabaikan sama sekali.

Kemajuan iptek tanpa diimbangi penyelaman spiritual sangatlah berbahaya. Saat ini terdapat ribuan senjata nuklir berkekuatan 100x lipat dari bom yang dijatuhkan di Hirosima-Nagasaki. Hanya dengan menekan satu tombol seluruh spesies di muka bumi ini musnah dalam hitungan detik.

Selain itu, eksploitasi terhadap Ibu Bumi secara membabi buta juga menyebabkan kerusakan alam dan pemanasan global. Kota-kota besar di dunia seperti New York, Tokyo dan Jakarta rawan tenggelam. Kelik "Pelipur Lara" menanggapinya dengan dagelan, ”Kenapa musti panik, bukankah banjirnya hanya selutut?” ”Karena tinggi banjirnya selutut Patung Liberty.”

Intisari buku ini ialah pentingnya laku spiritual demi peningkatan kesadaran umat manusia secara kolektif. Mekarnya benih cinta di dalam diri manusia ialah solusi untuk mengatasi kegersangan peradaban kita saat ini. Caranya dengan ”mirsani” alias berupaya melihat diri sendiri di dalam diri sesama titah ciptaan. Dalam tradisi Kejawen terdapat paribasan, ”Memayu hayuning pribadi, memayu hayuning kulawarga, memayu hayuning sesama, memayu hayuning bawana.” Artinya, "Berbuatlah baik terhadap diri sendiri, keluarga, sesama dan alam semesta."

Secara ilmiah, Albert Einstein mengatakan, ”Kita semua bermain di lapangan energi yang sama (Unified Field of Energy).” Ibarat sebuah lagu, kearifan lokal dan sains modern sejatinya senada dan seirama.

Anand Krishna dan Dr. Bambang Setawan (almarhum) berduet menulis karya apik ini. Yang satu dikenal sebagai aktivis spiritual lintas agama, sedangkan yang satunya ialah ahli bedah syaraf otak (Neurosurgeon). Dokter Setiawan termasuk angkatan pertama ahli bedah syaraf di Indonesia. Walau begitu kondang ia lebih memilih bekerja di daerah terpencil ketimbang hijrah ke Jakarta. Baru pada masa akhir hidupnya kembali ke Ibu Kota. Pada tanggal 29 Oktober 2009 Sang Resi Dokter menutup usia karena serangan stroke.

Buku ini juga memuat fakta yang menohok sistem pendidikan kita (halaman 48-49). Semboyan pendidikan di Finlandia ialah Quality (Mutu), Efficiency (Efisiensi), Equality (Kesetaraan) dan Internasionalisation (Berwawasan Internasional/Kemanusiaan) (Sumber: www.edu.fi/english).

Pada bidang Matematika, Finlandia menempati peringkat 1, sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-40 (paling akhir). Pada bidang Kesetaraan Gender, Finlandia berada di no. 1, sedangkan Indonesia berada di no. 40 (juga paling akhir). Kedua mata pelajaran di muka mewakili kualitas otak kiri dan kanan manusia. Menyitir Ki Hadjar Dewantara, keseimbangan antara cipta, rasa dan karsa ialah solusi atas penyakit kronis yang mengerogoti dunia pendidikan kita.

Einstein bukan lulusan pendidikan formal, tapi ia menjadi tokoh fenomenal di abad ke-20 versi majalah Time. Kenapa? Karena ia mampu mensinergikan spiritualitas dan sains lewat rumusan ilmiah E=Mc2. Massa atau zat padat yang bergerak dengan kecepatan cahaya juga berubah menjadi energi. Perbedaan benda mati dan benda hidup menjadi kadaluarsa. Buku ini ialah sarana untuk menyadari kesatuan semacam itu.

______________________________

Peresensi: T. Nugroho Angkasa S.Pd

Judul: Neospirituality and Neuroscience, Puncak Evolusi Kemanusiaan

Penulis: Anand Krishna dan Dr. Bambang Setiawan

Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: 1, April 2010

Tebal: xxviii + 115 Halaman

Mei 03, 2010

Memberdayakan Kaum Muda

Dimuat di http://www.gramedia.com/wacana.asp?id=100514090609

Judul Buku: Youth Challenges and Empowerment - Taklukkan Tantangan dan Berdayakan Dirimu.
Penulis: Anand Krishna
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1, Maret 2010
Tebal: XIII + 245 Halaman
Harga: Rp 40.000

"Meskipun mendengar dentuman guntur di atas langit, tetaplah berdiri tegak dan berusaha terus." (Swami Vivekanada - Pujangga Besar India, wafat pada usia 39 tahun (12 Januari 1863 - 4 Juli 1902)

Analogi sederhana untuk menggambarkan potensi kaum muda ialah ibarat mobil balap. Bahan bakarnya bermutu tinggi sehingga memiliki kecepatan luar biasa. Bila tidak piawai mengendalikan kemudi bisa melabrak apa dan siapa saja. Akibatnya, si pembalap justru keluar lintasan dan terpaksa dibopong ke rumah sakit terdekat. Sebaliknya, kalau sang pengemudi mampu mengendalikan turangga (tunggangan) nya tersebut. Niscaya ia menjadi yang terdepan menyentuh garis akhir. Apakah idealisme kaum muda segala zaman? Kiranya ialah kebebasan dan keadilan bagi semua (freedom and justice for all).

Pergerakan kaum muda berdampak signifikan bagi kelahiran negeri ini. Sejarah mencatat bahwa Dr. Sutomo (30 Juli 1888 - 30 Mei 1938) baru berusia 20 tahun tatkala mendirikan Budi Utomo. Bukan suatu kebetulan pesan Kebangsaan angkatan '28 diberi nama "Sumpah Pemuda". Sebab saat itu para inisiatornya - terdiri atas 9 orang panitia, 71 orang peserta dan 4 orang peninjau Kongres Pemuda, total 84 orang pemuda visoner (sumber: http://sumpahpemuda.org/) - mayoritas masih berusia belia. Kemudian, klimaksnya terjadi pada 16 Agustus 1945, Sukarni memimpin penculikan Soekarno - Hatta ke Rengasdengklok. Ketika itu ia baru berusia 29 tahun, karena tanggal kelahirannya 14 Juli 1914. Angkatan '45 tersebut berani mendesak Dwi - Tunggal untuk segera memproklamasikan kemerdekaan RI.

Bagaimana potret kaum muda saat ini? Seorang kawan fotografer berseloroh, "Sekalipun petir menyambar di siang bolong, para remaja segera bergaya narsis. Sebab kilatan cahaya tersebut dikira cahaya blits kamera digital." Lebih surut ke belakang, Hesiod, pujangga besar Yunani yang hidup 2700 tahun silam juga pernah mengkritik kaum muda, "Sungguh tidak ada harapan masa depan bila masyarakat kita tergantung pada anak-anak muda masa kini. Mereka tidak bertanggung jawab. Dulu, ketika saya masih muda, kita dididik untuk berhati-hati dan menghormati orang tua. Tidak demikian dengan anak muda zaman sekarang. Mereka menganggap diri mereka sudah sangat pintar dan tidak mau ditegur. (Halaman 3)

Anand Krishna tergolek sakit dan terjerat dugaan kasus pelecehan seksual. Tapi aktivis spiritual tersebut tetap produktif menulis buku. Pria keturunan India kelahiran Surakarta ini memberi resep sederhana agar kreatif. Rumusnya, rasio 1 : 20. Maksudnya, bila hendak menulis satu buku, setidaknya harus membaca 20 buku. Jadi bila saat ini pendiri Yayasan Anand Ashram itu telah menulis 140 buku maka setidaknya ada 2.800 buku lain yang pernah dibaca. (Halaman 170-171). Menurut penelitian para psikolog, dibanding sekedar duduk-duduk memelototi layar televisi, aktivitas membaca memang lebih merangsang daya imaginasi dan kreasi manusia.

Apa tolok ukur kepemudaan seseorang? apakah sekedar usia? Sophia Loren, aktris cantik asal Italia mengatakan begini, "There is a fountain of youth; it is your mind, your talents, the creativity you bring to your life and the lives of people you love. When you learn to tap this source, you will truly have defeated age." Terjemahan bebasnya, "Pikiranmu, kemampuanmu, dan kreatifitas yang kau tumbuh kembangkan di dalam dirimu, dan di dalam diri mereka yang kau cintai, itulah air mancur (semangat) kepemudaan. Tatkala kau berhasil menemukan sumber (kepemudaan/kehidupan) itu, maka kau berhasil mengalahkan usiamu." (Halaman 244)

Tak sekedar tumpukan teori yang membebani otak, buku ini juga memuat latihan praktis untuk menguatkan otot proaktifitas generasi penerus bangsa. Dilengkapi pula dengan gambar peraga dan afirmasi (Halaman 237-243). Misal postur "Trikonasa (Segitiga), bermanfaat untuk mengembangkan keberanian. Bob Harper, pelatih Yoga profesional menandaskan, "Yoga ialah the fountain of youth. You are only as young as your spine is flexible." Terjemahan bebasnya, "Yoga ialah air mancur (semangat) kepemudaan. Selama tulang punggungmu masih lentur, selama itu pula kau masih muda." (Halaman 236).

Dari kacamata medis, sumsum ialah energi kehidupan dalam bentuk substrat. Tulang punggung merupakan tempat produksi sekaligus gudang penyimpanan sumsum. Latihan tersebut juga dipraktekkan oleh Navy SEAL (Sea (Laut), Air (Udara), Land (Darat)) USA. Yakni tentara khusus Amerika Serikat. Mirip Kopasus di Indonesia. Selain membugarkan fisik juga memperlancar aliran Chi (prana) dalam tubuh.

Buku ini ialah persembahan bagi pemegang tongkat estafet RI. Wajib dibaca oleh anak bangsa yang hendak turut serta mengantar Ibu Pertiwi ke masa depan yang lebih cerah. Menyitir sebait puisi, "Masa kecil penuh kenangan indah t'lah terlewati / masa tua nan renta masih berada di kaki senja / kini masa muda penuh tantangan bergelora di dada / berjayalah engkau wahai kaum muda..."