Agustus 20, 2012

Jaksa Muda Martha Berliana Tobing Ingkari Janji Korpsnya Sendiri



13455988691963551829

Jaksa Agung Basrief Arief menjanjikan bahwa institusinya tidak akan mengajukan kasasi terhadap perkara-perkara rakyat kecil, yang diputus bebas.

“Saya telah instruksikan ke depan, terhadap putusan bebas sesuai pasal 67 Jo pasal 224 KUHAP (Kitab Undang Undang Hukuam Acara Pidana) tidak dapat diajukan kasasi, kecuali perkara yang merugikan keuangan negara,” kata Basrief dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Senayan, Senin (18/7/2011).

Basrief menambahkan dalam waktu dekat, institusinya akan menerbitkan instruksinya, agar jaksa seluruh Indonesia dapat memahami dan tidak muncul lagi penanganan perkara-perkara yang melibatkan rakyat kecil, diperlakukan lagi seperti Prita Mulyasari (Sumber: http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/07/18/jaksa-agung-janjikan-tak-akan-kasasi-untuk-perkara-rakyat-kecil#.UDHb6AaZwVU)

Kasus Prita Mulyasari sempat menyedot perhatian masyarakat, pasca Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan kasasi terhadap putusan bebas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. Bahkan kemudian dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Majelis kasasi yang terdiri dari hakim Imam Harjadi dan Zaharuddin Utama menyatakan ibu 2 anak balita tersebut bersalah dan menghukum 6 bulan penjara dengan percobaan satu tahun penjara.

Satu majelis hakim lainnya, hakim agung Salman Luthan menghukum bebas Prita. Saat itu, Imam Harjadi sebagai ketua majelis dan Zaharuddin Utama hakim anggota. Suara Salman yang menghukum Prita bebas kalah dalam voting.

Ironisnya, ibarat kata pepatah memang lidah tak bertulang,  setahun berselang Jaksa Muda Martha Berliana Tobing jutsru melanggar janji korpsnya sendiri. Ia mengajukan kasasi terhadap putusan bebas  Anand Krishna yang dikeluarakan hakim Albertina Ho (22 November 2011). Kemudian majelis kasasi yang terdiri dari Zaharuddin Utama dengan dua hakim agung Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul sepakat mengabulkan kasasi JPU itu.

Putusan Bebas Tak Bisa Dikasasi


Dr Chairul Huda dengan tegas menolak upaya kasasi Jaksa atas putusan bebas. Kenapa? karena menghilangkan asas keadilan dan kepastian hukum.

“Kasasi hanya berlaku untuk putusan yang menjatuhkan hukuman, bukan untuk putusan bebas,” tegas Huda. Karut-marutnya penegakan hukum, menurutnya, karena semangat para Jaksa untuk menghukum orang, bukan untuk menegakkan keadilan.

Prof Muladi, Prof Romli Atmasasmita dan Dr Chairul Huda memang bersepakat bahwa tindakan jaksa mengajukan kasasi atas putusan bebas (vrijspraak) harus dihentikan karena bertentangan dengan Pasal 67 dan 244 KUHAP.

Ketiganya mengucapkan hal itu dalam keterangannya sebagai ahli dalam uji materi yang diajukan Agusrin M Najamuddin, Gubernur non aktif Bengkulu, di sidang MK petang ini (Rabu, 9 November 2011).

Muladi mengatakan bahwa Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam putusan perkara Raden Sonson Natalegawa tahun 1983 adalah cacat hukum. Natalegawa dibebaskan oleh PN Jakarta Pusat, namun Jaksa melakukan banding dan kasasi yang diterima oleh Mahkamah Agung (MA).

Atas putusan itu, maka Jaksa menganggap ada yurisprudensi boleh banding dan kasasi atas putusan bebas meskipun bertentangan dengan Pasal 67 dan 244 KUHAP. Muladi mengatakan putusan MA itu didasarkan atas pendapat Menteri Kehakiman Ali Said yang mencerminkan pendapat pemerintahan otoriter Orde Baru.
Di era Reformasi sekarang, kata Muladi, pendapat seperti itu harus ditinggalkan karena bertentangan dengan HAM dan demokrasi.

Prof Romli Atmasasmita menegaskan bahwa praktik pengadilan yang membagi putusan bebas ke dalam bebas murni dan bebas tidak murni, adalah praktik zaman kolonial berdasarkan HIR yang bertolak dari paham “praduga bersalah” dan kedudukan penguasa yang lebih tinggi berhadapan dengan terdakwa, sebagaimana diatur dalam HIR.

Kini KUHAP telah meninggalkan hukum acara kolonial itu dengan mengedepankan asas “praduga tidak bersalah” dan menempatkan negara pada posisi yang sejajar dengan warganegaranya yang dituduh melakukan tindak pidana. Pembagian putusan bebas menjadi dua kategori itu, lanjut Romli, bertentangan dengan KUHAP dan tidak dikenal dalam hukum acara nasional yang harus mengatur segala sesuatunya secara rigit dan pasti.

Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum juga Agusrin mengatakan, kalau permohonannya dikabulkan, maka putusan ini akan mengakhiri kontroversi yang sudah berlangsung 30 tahun tentang boleh tidaknya Jaksa mengajukan kasasi atas putusan bebas.

“Banyak orang yang akan terbantu dengan putusan itu, seperti Prita Mulyasari dan terakhir ini Dany dan Randy yang diputus bebas karena dakwaan melakukan kejahatan menjual IPad tanpa manual bahasa Indonesia, ternyata tidak terbukti. Namun Jaksa lagi-lagi mengajukan kasasi,” kata Yusril. (Sumber: http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/11/09/tiga-ahli-hukum-tolak-kasasi-untuk-putusan-bebas#.UDHbq9QmMRc)

Untuk info lebih lanjut tentang Kasus Anand Krishna silakan menghubungi:
13454472751985043614

Tidak ada komentar: