Juli 02, 2011

Buah Pena Seorang Becak Driver



Dimuat di Koran Jakarta, Kamis/30 Juni 2011
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/65678

Botak di depan berarti ia seorang pemikir, sedang botak di belakang berarti ia seorang yang pintar. Nah kalau botaknya di depan dan di belakang berarti ia (ber)pikir ia pintar (halaman 120).

Intro kocak di atas mengawali salah satu subbab dalam buku perdana Harry Van Yogya ini. Sehari-hari, tukang becak nyentrik tersebut mangkal di kawasan Kampung Turis, Prawirotaman, Yogyakarta. Pria bernama asli Blasius Haryadi ini seorang becak driver yang relatif melek teknologi.

Memang, kini banyak becakers mengaku tidak "gaptek" alias gagap teknologi lagi. Bahkan, mereka memiliki laman situs (website) tertentu. Tapi, ternyata itu bukan buatan mereka sendiri. Ada orang yang bersimpati membuatkannya untuk mereka. Berbeda dengan duda beranak 3 ini (istrinya meninggal saat gempa tektonik Yogyakarta, 27 Mei 2006). Selain intens berinteraksi dengan banyak wisatawan Nusantara dan wisman (wisatawan mancanegara), ia juga relatif kondang di dunia maya (cyber space). Bahkan, Harry Van Yogya sering menulis di media cetak serta jejaring sosial, seperti Multiply (MP) dan Facebook (FB).

Harry Van Yogya hanya sempat duduk di bangku kuliah selama dua tahun, yakni di Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Sanata Dharma (1988-1990), Yogyakarta. Kemudian terpaksa berhenti karena alasan klasik: kesulitan biaya. Kendati demikian, ia sering menjadi narasumber dalam kuliah umum di pelbagai perguruan tinggi (PT). Beberapa stasiun televisi nasional pernah mengundangnya ke Jakarta. Ia terlibat pula dalam film dokumenter berjudul @Internet Sehat.

Buku ini memuat kearifan hidup yang dilakoni Harry Van Yogya. Ia meyakini bahwa profesi yang digelutinya sejak 1990 merupakan ujung tombak pariwisata Kota Gudeg. Selain itu, ia berpendapat, "Bagiku menjadi tukang becak berarti menjadi manusia merdeka. Aku bebas mau mencari penumpang di mana saja dan bisa beristirahat kapan saja aku mau. Di sinilah aku menjadi diriku sendiri, menentukan pilihanku sendiri, bukan atas tekanan dan kehendak orang lain." (halaman 2).


Buku ini merupakan cerminan filosofi banyu mili Harry Van Yogya, "Air yang tidak mengalir berarti menggenang dan cenderung cepat menjadi keruh. Tetapi air yang mengalir akan selalu segar dan jernih." Harry Van Yogya berpendapat bahwa kunci kebahagiaan ialah belajar dari orang lain dan bukan mencoba menggurui orang lain. Makin seseorang menunjukkan seberapa banyak ia tahu, makin orang lain akan mencoba menemukan kekurangan dalam diri orang tersebut. Oleh sebab itu, ia senantiasa mencoba belajar “ngrungoke lan ora kuminter” (mendengarkan dan tak sok pintar). Baginya, percakapan di warung angkringan maupun di emperan hotel menjelang tidur di atas becak menjadi sekolah dan sumber inspirasi (halaman 120).

Ia memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya sebagai sumber cerita. Lihat saja cara Harry Van Yogya mengungkap kepolosan para sopir truk. Mereka biasa menulis "kata mutiara" di bagian belakang bak truk. Seperti, "Pergi karena Tugas, Pulang karena Beras". Tak jauh berbeda dengan para sopir truk, para tukang becak pun menggunakan beraneka macam tulisan di sepatbor becaknya.

Harry Van Yogya menjelaskan bahwa lukisan tersebut sejatinya mencerminkan pandangan hidup para tukang becak. Contohnya, Ningsih (dicintai setiap orang), Barokah (berkah), Prasojo (bersahaja), Marem (puas), Bejo (beruntung), Gemah Ripah (subur makmur), dan Raharja (maju dan sejahtera) (halaman 32).

Buku ini layak menjadi bahan refleksi kita bersama, ternyata keterbatasan finansial bukanlah halangan. Mas Gambreng telah membuktikannya. Menyitir kata-kata HVY, "Sekarang mungkin saya, tapi mungkin suatu kali bukan hanya saya, tapi seorang tukang tambal ban atau pedagang warung angkringan. Karena sejatinya, mereka pun orang-orang hebat."

Peresensi adalah T. Nugroho Angkasa, Penulis Lepas, Tinggal di Godean, Yogyakarta


Judul : The Becak Way, Ngudoroso Inspirasi di Jalan Becak
Penulis : Harry Van Yogya
Penerbit : Metagraf Tiga Serangkai
Tahun : I, April 2011
Tebal : xvi 184 halaman

Tidak ada komentar: