Minggu, 8 May 2011 07:35 WIB
Berikut ini transkrip sambutan Maya Safira dan Wejangan Anand Krishna pada acara Malam Bhakti untuk Ibu Pertiwi. Perhelatan akbar ini bertepatan dengan perayaan Ulang Tahun Sri Sultan Hamengku Buwono X yang ke-61. Mengambil tempat di Bangsal Kepatihan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada Sabtu Wage 7 April 2007.
Tamu kehormatan terdiri atas para Menteri, Dirjen, Bupati/Walikota se-DIY, Jajaran Pejabat Muspida DIY, dan Duta Besar negara-negara sahabat. Disiarkan secara langsung (live) oleh TVRI Yogyakarta. Serta terdapat layar di Alun-alun Utara sehingga masyarakat luas bisa menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut.
Sambutan Maya Safira selaku Ketua National Integration Movement (NIM):
Assalamualaikum Wr, Salam Sejahtera, Om Namo Budhayana, Om Svastiastu, namun tidak ketinggalan salam pemersatu kita Salam Indonesia! (terdengar tepuk tangan para hadirin).
Kepada yang terhormat Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hemas, kepada yang terhormat Menteri Negara Lingkungan Hidup Bapak Rahmat Witoelar, kepada yang terhormat Menteri Negara Perumahan Rakyat Hasyim As’ari, Your Excelencies dan kepada yang terhormat para pejabat Muspida DIY dan kepada yang terhormat hadirin-hadirin semua yang tak mungkin saya sebutkan namanya satu-persatu pada malam hari ini.
Puji syukur kepada Tuhan yang maha pengasih lagi maha penyayang bahwa kita semua dapat berkumpul bersama pada hari yang istimewa ini namun sebelumnya kami dari National Integration Movement (NIM) ingin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Sri Sultan semoga panjang umur karena kami sangat membutuhkan seorang pemimpin seperti Sri Sultan di bangsa ini (terdengar tepuk tangan para hadirin)
Kami juga dengan segala kerendahan hati ingin mengucapkan terimakasih kepada Sri Sultan yang pada malam ini bersedia menerima penghargaan “Aku Bangga Jadi Orang Indonesia”. National Integration Movement (NIM) yang memiliki 24 cabang di Indonesia serta 4 representatives di luar negri.
NIM pertama kali mengadakan acara Hari Bhakti bagi Ibu Pertiwi pada tanggal 1 September 2005 yang dicanangkan oleh Menteri Pertahanan Bapak Juwono Sudarsono dan pada saat itu dihadiri oleh Gus Dur, Bapak Muladi, Bapak Sutiyoso, Bapak Siswono Yudho Husodo dan setelah itupun acara itu terus bergulir di Semarang yang waktu itu dihadiri oleh Sri Sultan, di Bali yang dihadiri oleh Kanjeng Ratu, di Lampung dan tempat lainnya.
National Integration Movement ini dibidani oleh Yayasan Anand Ashram yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan didirikan oleh Bapak Anand Krishna. Salah satu wujud nyata dari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi adalah pelestarian budaya, tanpa melestarikan budaya sebuah bangsa akan hilang identitasnya. Sri Sultan Hamengku Buwono X telah berjasa dan berupaya menjaga keluhuran budaya Nusantara.
Penghargaan ini akan dipersembahakan oleh Anand Krishna dan untuk itu kami mohon kepada Bapak untuk memberikan wejangannya sebelum memberikan penghargaan, berilah… kita sambut Bapak Anand Krishna (terdengar tepuk tangan para hadirin)
Wejangan Anand Krishna selaku penggagas National Integration Movement (NIM):
Kepada yang mulia Sri Sultan, Arjuna Wiwaha sudah selesai, saatnya yang mulia kita turun ke medan perang Kurusetra. Arjuna Wijaya sekarang (terdengar gemuruh tepuk tangan par hadirin).
Yang saya muliakan para Menteri, para Duta Besar, dan segenap hadirin. Ketika Arjuna bertapa senjata yang ia peroleh ialah Pasopati. Pasopati berarti pengendalian insting-insting hewani. “Pasyo” berarti hewan. Kemudian Jogjakarta, Jogja berarti, Yogyakarta, “Yagya…” bekerja tanpa pamrih. Dan itu…. (diselingi tepuk tangan hadirin) itu yang akan mengantar Arjuna pada Wijaya.
Teman-teman, saudara-saudara…Saya selalu berusaha untuk mengingatkan diri saya, mari kita belajar dari sejarah. Setiap kali kita berusaha merubah landasan kita untuk bernegara kita terpecah-belah. Kita dari belajar dari kegagalan Majapahit, kegagalan Gadjah Mada, kita juga belajar dari Sriwijaya yang sudah bisa mengekspor hasil bumi sampai ke Madagaskar.
Saudara-saudara beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan seorang Dirjen. Maafkan saya Bapak Menteri. Saya bertanya, bicara-bicara dan saya bertanya, Bapak tahu nggak maksud dari Tamasik? Tidak tahu… Duta Besar Singapura pasti tahu. Padahal Tamasik itu adalah istilah kita, kita sendiri tidak tahu… apa yang kita miliki. Kita lupa akan potensi diri kita. Dan ini akibatnya sekarang, apapun yang sedang terjadi ini karena kita lupa jati diri kita, kita lupa potensi diri kita.
Belajar dari kegagalan Gajah Mada, belajar dari kegagalan Raden Patah, kita cuma bertahan seratus tahun dengan landasan agama. Dengan landasan budaya kita pernah memiliki Dinasti yang dalam sejarah seluruh umat manusia, tidak ada dinasti yang pernah berkuasa 800 tahun….Sriwijaya. Dari Ken Arok sampai Majapahit 400 tahun, Patihnya agama Buddha, Rajanya agama Hindu, barangkali kita juga lupa bahwa salah satu Raja Sriwijaya bernama Haji Sumatrani, dia orang Muslim. Masyarakatnya lebih banyak Hindu dan Buddha. Tidak menjadi masalah.
Ketika kita mencoba untuk merubah landasan itu, hanya bertahan 100 tahun dan kita kacau-balau. Kalau kita tidak belajar dari sejarah, ini yang akan kita alami lagi. “Those who do not learn from history’ll be condemned to repeat it”. Kita akan dikutuk untuk mengulangi pelajaran yang sama.
Dan di situ penghargaan dengan segala kerendahan hati kami berikan kepada Sri Sultan. Paduka Sri…Sri Paduka. “Sri” berarti mulia, kesejahteraan, “Paduka” berarti langkah. Setiap langkah beliau (terdengar kokok ayam yang dipelihara oleh abdi dalem Kraton)menyejahterakan. Ini adalah Sri Paduka. Tetapi penghargaan ini kita berikan dengan sedikit menodong Sri Sultan, menodong Sri Sultan…Suara Rakyat Yang Mulia, sudah saatnya tinggalkan Jogja, datanglah ke Jakarta. Indonesia membutuhkan Sri Sultan (terdengar gemuruh tepuk tangan hadirin).
Indonesia membutuhkan Sri Sultan, medan perang Kurusetra sudah menantikan kedatangan Arjuna. Terimakasih. Sri Sultan mohon kesediaannya untuk menerima penghargaan kecil ini (terdengar alunan biola lagu Syukur yang dimainkan oleh Idris Sardi) (suasana begitu mengharukan sekaligus berkobar… lantas terdengar gemuruh tepuk tangan para hadirin).
Acara dilanjutkan dengan Sufi Mehfil yakni persembahan Whirling Meditation Dance yang pernah dipopulerkan oleh Maulana Jalaludin Rumi ratusan tahun silam. Dan kini di Bumi Nusantara dipopulerkan kembali oleh Anand Krishna. Malam itu Anand memandu langsung seluruh rangkaian pesta raya pada malam tersebut yang telah digelar oleh-Nya. Dari awal hingga akhir. Demi kau dan kita semua. Bende Mataram: Sembah Sujudku kepada-Mu Ibu Pertiwi. Karena Engkaulah sesunguhnya Habibi, Wujud Nyata Kasih Ilahi.
http://www.rimanews.com/read/20110508/26980/sufi-mehfil-bende-mataram-di-keraton-ngayogyakarta-hadiningrat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar