Februari 03, 2008

MENANAM JAGUNG DI KEBUN KITA


Dimuat di Rubrik Bebas Bicara, BERNAS Jogja, Sabtu 2 Februari 2008.

"Suatu bangsa yang harus mengimpor bahan kebutuhan pokok dari luar ialah sinyalemen bahwa negara tersebut berada di tepi jurang disintegrasi"
(Anand Krishna, Indonesia Jaya, PT One Earth Media, 2005)

Belakangan ini terjadi inflasi harga kedelai. Sehingga banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tahu dan tempe di pelbagai penjuru tanah air terpaksa gulung tikar. Cik Lily, seorang pengrajin susu kedelai musti nombok untuk menutup ongkos produksi sehari-hari. Kenapa? karena harga kedelai yang semula Rp 4.000 per kg kini melonjak menjadi hampir 2 kali lipat. Bahkan ada bakul gorengan yang bunuh diri karena dari modal Rp 50.000 yang dibelanjakan, almarhumah cuma mendapat Rp 35.000 alias tekor terus!

Kedelai ialah sejenis kacang polong-polongan yang menjadi bahan baku lauk-pauk di daerah Timur Jauh. Dari segi nutrisi, setiap bulir kedelai mengandung asupan protein sampai 10-35 persen. Angka ini lebih tinggi ketimbang telur dan daging-dagingan. Bahkan menurut penelitian medis, orang yang mengkonsumsi tahu, tempe dan susu kedelai secara berkala relatif lebih sehat. Kenapa? Karena metabolisme tubuh berjalan lancar, pembentukan sel-sel baru terjadi secara alamiah dan sistem kekebalan (imunitas) meningkat berkat eksistensi anti-oksidan nan ampuh menangkal serangan radikal bebas penyebab penyakit kronis dari flu ringan sampai kanker akut. Maka dari itu, kita musti bangga karena Bung Karno mewarihkan predikat "Bangsa Tempe"!

Inflasi harga terjadi karena pemerintah terlalu bergantung pada produk impor. Alih-alih menggenjot produksi dalam negri dengan memperbaiki sarana irigasi, memberi subsidi serta suntikan kredit lunak kepada para petani lokal, pemerintah justru menurunkan tarif bea masuk barang impor. Hal ini kian diperparah dengan menyusutnya areal pertanian nasional. Pada 2006 silam tercatat tak kurang dari 108 Ha lahan subur beralih fungsi menjadi komplek perumahan dan pabrik nan gersang.

Mulai sekarang bangsa ini usah melulu bergantung pada produk impor. Meminjam istilah Mahatma Gandhi - Swadesi - alias mandiri dalam memenuhi kebutuhan sembako dalam negri. Selain itu kita juga perlu mengkampanyekan kembali - meminjam istilah Pak Harto - diversifikasi pangan. Artinya jangan cuma mengandalkan padi dan kedelai. Melainkan juga menggalakkan kembali pemanfaatan sumber pangan alternatif lokal seperti singkong di Wonosari, jagung di Sulawesi, beras merah di Sunda, sagu di Papua, dst.

Tidak ada komentar: