Dimuat di Kedaulatan Rakyat, Minggu, 24 Januari 2010
Judul: One Earth One Sky One Humankind, Celebration of Unity in Diversiy
(Satu Bumi Satu Langit Satu Umat Manusia, Merayakan Bhinneka Tunggal Ika)
Penulis: Anand Krishna
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1, Desember 2009
Tebal: 135 halaman
“Semua ialah keluarga kita; apa yang kita lakukan terhadap apa dan siapa saja, sejatinya itu kita perbuat untuk diri kita sendiri. Semua ini adalah Satu.” (Wejangan Black Elk, Tetua Suku Asli Indian di Benua Amerika, hal 115)
Keunikan yang kasat mata dari buku ini ialah bahan bakunya. Kenapa? Karena dicetak di atas kertas daur ulang (recycled paper). Tatkala ancaman pemanasan global (global warming) merajarela di seantero jagat, sebuah langkah kecil lebih signifikan ketimbang berjuta ucapan manis. Senada dengan pepatah Afrika, “Bicara tak akan membuat beras matang menjadi nasi.”
Tak kalah menarik ialah tujuan penerbitan buku ini. Bukan melulu untuk mencari keuntungan materi, melainkan untuk menyebarluaskan pesan leluhur kita, Mpu Tantular, “Bhinneka Tunggal Ika” alias “Berbeda tapi tetap Satu jua” ke negeri manca.
Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) bekerjasama dengan PT. Gramedia Pustaka Utama mensponsori penerbitan 3.000 eksemplar buku ini. Lantas dibagikan secara cuma-cuma kepada peserta konferensi Parlemen Agama-agama di Dunia (Parliament of World’s Religions) di Melbourne Australia pada awal Desember 2009 silam. Kebetulan penulisnya, Anand Krishna didaulat oleh panitia setempat untuk menjadi salah satu pembicara kunci.
Buku ini memuat beragam doa dari pelbagai agama dan aliran kepercayaan. Dilengkapi dengan apresiasi mendalam dari aktivis spiritual kelahiran Surakarta tersebut. Misalnya dari tradisi Tao (halaman 99). “Jika mau ada kedamaian di dunia, harus ada dulu kedamaian di bangsa-bangsa. Jika mau ada kedamaian di bangsa-bangsa, harus ada dulu kedamaian di kota-kota. Jika mau ada kedamaian di kota-kota, harus ada dulu kedamaian di RT-RT. Jika mau ada kedamaian di RT-RT, harus ada dulu kedamaian di keluarga-keluarga. Jika mau ada kedamaian di keluarga-keluarga, harus ada dulu kedamaian di setiap hati para anggotanya.” (Lao Tzu).
Ditandaskan oleh penulis produktif 130 buku ini, sebelum mendamaikan dunia, kita perlu bersahabat dengan diri kita sendiri. Caranya dengan membersihkan lahan batin dari belukar iri dengki, syak wasangka dan arogansi. Menyitir judul lagu mendiang Michael Jackson, mari kita mulai menanam benih Cinta dari orang yang ada di depan cermin (Starting from the Men in front of the Mirror).
Masih banyak ulasan inspiratif lainnya. Seperti doa para penganut Bahai, “Jadilah sempurna seperti angka 9.” (Be perfect like number 9). Silakan mengkalikan angka 9 dengan angka berapapun, lantas jumlahkan hasilnya, pasti kembali menjadi angka 9. Contohnya, 9x2=18. Kemudian 1+8= 9. Atau monggo kalikan 9 dengan 5, hasilnya 45. Toh 4+5 menjadi angka 9 lagi (halaman 40).
Buku ini niscaya membuka cakrawala pandang sidang pembaca, sehingga berani mengapresiasi pelangi kebinekaan. Sebab pengetahuan yang dicerna menjadi kebijaksanaan, dan kebijaksanaan yang dihayati kelak menjadi keyakinan. Rahayu!
Judul: One Earth One Sky One Humankind, Celebration of Unity in Diversiy
(Satu Bumi Satu Langit Satu Umat Manusia, Merayakan Bhinneka Tunggal Ika)
Penulis: Anand Krishna
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1, Desember 2009
Tebal: 135 halaman
“Semua ialah keluarga kita; apa yang kita lakukan terhadap apa dan siapa saja, sejatinya itu kita perbuat untuk diri kita sendiri. Semua ini adalah Satu.” (Wejangan Black Elk, Tetua Suku Asli Indian di Benua Amerika, hal 115)
Keunikan yang kasat mata dari buku ini ialah bahan bakunya. Kenapa? Karena dicetak di atas kertas daur ulang (recycled paper). Tatkala ancaman pemanasan global (global warming) merajarela di seantero jagat, sebuah langkah kecil lebih signifikan ketimbang berjuta ucapan manis. Senada dengan pepatah Afrika, “Bicara tak akan membuat beras matang menjadi nasi.”
Tak kalah menarik ialah tujuan penerbitan buku ini. Bukan melulu untuk mencari keuntungan materi, melainkan untuk menyebarluaskan pesan leluhur kita, Mpu Tantular, “Bhinneka Tunggal Ika” alias “Berbeda tapi tetap Satu jua” ke negeri manca.
Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) bekerjasama dengan PT. Gramedia Pustaka Utama mensponsori penerbitan 3.000 eksemplar buku ini. Lantas dibagikan secara cuma-cuma kepada peserta konferensi Parlemen Agama-agama di Dunia (Parliament of World’s Religions) di Melbourne Australia pada awal Desember 2009 silam. Kebetulan penulisnya, Anand Krishna didaulat oleh panitia setempat untuk menjadi salah satu pembicara kunci.
Buku ini memuat beragam doa dari pelbagai agama dan aliran kepercayaan. Dilengkapi dengan apresiasi mendalam dari aktivis spiritual kelahiran Surakarta tersebut. Misalnya dari tradisi Tao (halaman 99). “Jika mau ada kedamaian di dunia, harus ada dulu kedamaian di bangsa-bangsa. Jika mau ada kedamaian di bangsa-bangsa, harus ada dulu kedamaian di kota-kota. Jika mau ada kedamaian di kota-kota, harus ada dulu kedamaian di RT-RT. Jika mau ada kedamaian di RT-RT, harus ada dulu kedamaian di keluarga-keluarga. Jika mau ada kedamaian di keluarga-keluarga, harus ada dulu kedamaian di setiap hati para anggotanya.” (Lao Tzu).
Ditandaskan oleh penulis produktif 130 buku ini, sebelum mendamaikan dunia, kita perlu bersahabat dengan diri kita sendiri. Caranya dengan membersihkan lahan batin dari belukar iri dengki, syak wasangka dan arogansi. Menyitir judul lagu mendiang Michael Jackson, mari kita mulai menanam benih Cinta dari orang yang ada di depan cermin (Starting from the Men in front of the Mirror).
Masih banyak ulasan inspiratif lainnya. Seperti doa para penganut Bahai, “Jadilah sempurna seperti angka 9.” (Be perfect like number 9). Silakan mengkalikan angka 9 dengan angka berapapun, lantas jumlahkan hasilnya, pasti kembali menjadi angka 9. Contohnya, 9x2=18. Kemudian 1+8= 9. Atau monggo kalikan 9 dengan 5, hasilnya 45. Toh 4+5 menjadi angka 9 lagi (halaman 40).
Buku ini niscaya membuka cakrawala pandang sidang pembaca, sehingga berani mengapresiasi pelangi kebinekaan. Sebab pengetahuan yang dicerna menjadi kebijaksanaan, dan kebijaksanaan yang dihayati kelak menjadi keyakinan. Rahayu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar