Walau tergolek sakit dan terjerat dugaan kasus pelecehan seksual, Anand Krishna tetap menulis buku. ”The Ultimate Learning, Pembelajaran untuk Berkesadaran” ialah karya terkini aktivis spiritual kelahiran Surakarta tersebut. Senada dengan pendapat Pepih Nugraha,
”...menulis saat bahagia itu biasa, baru luar biasa jika bisa menulis dalam keadaan berduka, tertekan atau bahkan terluka. Biasakan menulis sekalipun dalam suasana hati yang ekstrem, dalam lara maupun suka. Bukankah susah dan senang hanyalah permainan rasa belaka...”
Buku ini memuat ulasan Shiksha Shatakam. Kitab tersebut ditulis oleh Shri Chaitanya Mahaprabu (1486 – 1534). Shiksha berarti learning alias proses pembelajaran. Sedangkan Shatakam sinonim dengan ayat. Lewat ke-8 butir The Ulimate Learning (Pelajaran Tertinggi) Chaitanya mengundang kita untuk belajar dan menyanyi bersama. Tujuannya ialah menemukan kesadaran dan kasih di dalam diri.
Istilah yang dipakai dalam buku ini terasa akrab. Sebab mengunakan kata panembah dan Gusti Pangeran, ”...Kiblat seorang penembah, fokusnya, seluruhnya tetaplah pada Gusti Pangeran. Ia tidak berpindah fokus. Segala sesuatu yang lain menjadi penting karena merupakan titipan Pangeran. Berarti: Aku tidak mencintai pasanganku karena dia adalah milikku, tapi karena dia dititipkan kepadaku. Aku melayani keluarga, kantor, bahkan dunia ini, bukan karena aku merasa memiliki semuanya, tetapi karena Pangeran adalah pemilik tunggal semuanya, dan aku mencintai Pangeran…” (hal 133). Pemilihan analoginya juga menarik. Ibarat berada di dalam pesawat terbang. Kita tidak bisa mengukur berapa tinggi gedung pencakar langit dan betapa reyotnya gubuk si miskin. Dualitas hanya tampak tatkala kita berada di bumi. Langit menafikan segala klasifikasi.
Lebih lanjut, menurut Anand secara garis besar ada 2 jalan menuju Pencerahan Diri. Yakni dengan cara Meditasi dan Bhakti. Yang satu mengandalkan logika dan lainnya mengolah rasa. Eks pengusaha garmen tersebut berpendapat bahwa kedua jalan di muka valid adanya. Silakan mengasah otak hingga menyadari ketidakmampuan kita untuk menguak segala misteri Alam Semesta. Monggo menyanyi, menari, dan berpuisi untuk melembutkan jiwa. Jalanmu bagimu – jalanku bagiku. Toh pada akhirnya kita pasti bertemu dalam sikap pasrah pada Ia nan Esa (pasrah sumarah dening Gusti Pangeran).
Uniknya, Anand tidak hanya memaparkan ihwal peziarahan jiwa dari ”aku” menuju ”Sang Aku”. Ia juga membahas isu perubahan iklim. Dulu dibutuhkan lebih dari 40.000 – 50.000 tahun untuk peralihan dari zaman es yang satu ke zaman es berikutnya. Tapi kini hanya dalam rentang waktu 14.000-15.000 tahun bumi dapat mengulangi fenomena tersebut. Bahkan kerusakan akibat eksploitasi alam dalam 200 tahun terakhir terasa begitu nyata. Belakangan pada mangsa ketiga (musim kemarau) seperti sekarang hujan masih saja deras mengguyur. Ini bukan lagi perubahan iklim (climate change) tapi merupakan penyimpangan iklim (climate deviation).
Akhir kata, buku ini tergolong bacaan rohani. Kendati demikian bahasanya ngepop sehingga mudah dipahami oleh khalayak ramai. Referensi berharga bagi sidang pembaca untuk meniti ke dalam diri. Sejenak merenung dan bertafakur di tengah hiruk-pikuk zaman yang – meminjam istilah Anthony Giddens – serba tunggang langgang. Selamat membaca!
____________________________
Judul Buku: The Ultimate Learning, Pembelajaran untuk Berkesadaran
Penulis: Anand Krishna
Peresensi: T. Nugroho Angkasa S.Pd, (Guru Bahasa Inggris SMP Fransiskus Bandar Lampung)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Agustus, 2010
Tebal: iii + 182 halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar