Mei 20, 2016

Majalah Dinda

Dimuat di Majalah Utusan edisi Oktober 2015
"Kenapa dari tadi Dinda mukanya cemberut terus? Mungkin karena hari ini aku datang terlambat. Tidak seperti biasanya Dinda bersikap seperti itu,” Ratih membatin dalam hati sambil memandangi Dinda yang wajahnya seperti baju belum disetrika.

“Tasya, Alexa…ada apa dengan Dinda? Dari tadi ia terus bermuram durja seperti itu. Apa mungkin ia sedang bete?” Ratih bertanya kepada Tasya dan Alexa yang duduk di bangku urutan paling belakang.
Tasya dan Alexa diam tidak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ratih.

Ratih makin dibuat bingung. Apalagi setelah ia bertanya kepada Tasya dan Alexa tadi, mimik wajah Dinda kian terlihat jutek. Dinda menopang dagu dan mengerutkan dahi.

Dengan perasaan makin penasaran, ia pun bertanya kepada Andre dan Reynold yang duduk di bangku di depannya, “Andre, Reynold, kalian datang ke sekolah lebih dulu dari aku. Pasti kalian tahu kenapa Dinda cemberut terus. Tasya dan Alexa juga tidak seperti biasanya. Apa mereka bertiga sedang marahan?” 

Setelah saling bertatap muka, akhirnya secara bergantian Andre dan Reynold pun mulai menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya tadi terjadi.

“Iya Tih, Dinda memang sedang marah kepada Tasya dan Alexa,” papar Andre.

Ratih mengernyitkan keningnya dan bertanya, “Kenapa?”

“Karena majalah barunya direbut dan tersobek oleh Tasya dan Alexa,” timpal Reynold.

“Tadi pagi, aku, Tasya, Alexa, dan Andre datang lebih awal dari Dinda. Ketika Dinda baru datang, ia langsung menunjukkan majalah yang baru ia beli. Kata Dinda majalah itu memuat puisi yang dikirimnya.

Mendengar itu, Tasya dan Alexa langsung merebut majalah tersebut dari tangan Dinda. Mereka tak sabar dan ingin membaca puisi Dinda,” Reynold menjelaskan dengan terperinci.

“Lancangnya…” tanggap Bagas yang juga mendengarkan percakapan tersebut. Ratih sontak melotot ke arah Bagas.

“Tapi, Dinda belum mau meminjamkannya karena ia sendiri belum selesai membaca puisinya di majalah tersebut,” sambung Reynold.

“Hmm … terus, kenapa mereka bisa sampai marah?” Ratih makin penasaran.

“Karena Tasya dan Alexa tak menghiraukan kata-kata Dinda. Mereka malah sibuk tarik-menarik memperebutkan majalah Dinda sampai akhirnya bagian depan majalah itu sobek. Melihat majalahnya sobek, Dinda pun menangis dan marah besar kepada Tasya dan Alexa,”

“Nah, melihat Dinda menangis, Tasya dan Alexa menyesal dan meminta maaf kepada Dinda. Tapi Dinda tidak mau memaafkan mereka,” lanjut Andre menambahkan cerita Reynold.

“Jadi begitulah kejadiannya tadi sebelum kamu datang, dan sampai sekarang pun, Dinda masih terlihat sedih dan cemberut seperti,” pungkas Reynold sambil melirik ke arah Dinda.

Perasaan Ratih pun sedikit lega usai menyimak paparan tersebut karena ia tahu duduk persoalannya.

**

Setelah itu, Ratih duduk di samping Dinda dan menghiburnya agar jangan bersedih. Ia juga mencoba membujuk Dinda agar mau memaafkan Tasya dan Alexa yang tak sengaja menyobek majalahnya.

“Sudahlah, Din. Maafkan mereka. Mungkin mereka tidak mendengarkan penjelasan kamu. Kita semua kan sahabat. Jangan hanya karena masalah seperti itu, tali persahabatan kita dengan mereka sejak kelas 1 sampai kelas 5 sekarang ini langsung putus?” bisik Ratih sambil menepuk-nepuk bahu Dinda.

Alhasil, setelah beberapa lama dihibur dan dibujuk oleh Ratih, Dinda pun mulai mau membuka diri dan bisa memaafkan keteledoran Tasya dan Alexa tadi pagi. 

Begitu juga dengan Tasya dan Alexa, setelah dibujuk oleh Ratih mereka pun mulai sadar perbuatannya kurang tepat. Mereka pun bersedia meminta maaf sekali lagi kepada Dinda. Tasya dan Alexa berharap kali ini Dinda mau memaafkan mereka.

Pasca-kurang lebih 2 jam belajar, bel tanda waktu istirahat pun berbunyi. Semua anak-anak kelas enam keluar dari kelas kecuali Ratih, Dinda, Tasya, dan Alexa. 

Dengan perasaan sedikit ragu, Tasya dan Alexa mencoba mendekati Dinda yang masih terlihat cemberut dan sedih.

“Din, Din… maafkan kami ya! Karena tadi pagi kami menyobek majalahmu,” ucap Tasya dengan terbata-bata.

“Iya Din. Maafkan kami… kami berjanji, nanti kami akan mengganti koranmu yang rusak itu,” sambung Alexa.

Dinda pun terdiam sejenak sembari berpikir. Lalu, ia menoleh ke arah Tasya dan Alexa.

“Baiklah, aku maafkan kalian. Tapi lain kali, kalian jangan merebut dan merampas barang-barang milik orang lain sebelum diijinkan pemiliknya ya, harus minta ijin baik-baik dulu,” Dinda akhirnya mau berbicara.

“Terima kasih Dinda karena kamu sudah mau memaafkan aku dan Alexa. Sebagai permintaan maaf dari kami, ijinkan kami untuk membelikanmu majalah baru,” ucap Tasya dengan perasaan lega.

“Iya, tapi kalian juga harus berterima kasih kepada Ratih, kalau bukan karena bujukan darinya, belum tentu sekarang aku mau memaafkan kalian,” imbuh Dinda sambil melihat Ratih yang sibuk menghapus tulisan di papan tulis.

Alexa pun segera melangkah menghampiri Ratih dan berkata, “Terima kasih ya, Tih. Kalau bukan bujukan dari kamu, mungkin sampai sekarang aku dan Tasya masih bertengkar dengan Dinda.”

Ratna pun berbalik badan. Ia menuruni kedua anak tangga kecil tempatnya berdiri tadi. “Oh, iya … sama-sama Alexa. Itu kan sudah tugasku sebagai sahabat kalian,” ucap Ratih dengan hati berbunga-bunga.

"Iya Ratih. Mulai sekarang kita harus saling menyayangi dan melengkapi sebagai sahabat,” sahut Dinda sembari tersenyum. Ratih, Alexa, dan Dinda pun serempak mengangguk tanda setuju.

“Eh, dari tadi kita di kelas terus, keluar yuk sebelum bel masuk istirahat berbunyi!” ajak Ratih sambil berlari kecil menuju ke depan pintu kelas.

“Oh, iya ya! Kita ke kantin yuk!” sahut Dinda sembari menyusul Ratih ke depan pintu kelas. Mereka pun melangkah bersama-sama menuju kantin sekolah sambil bergandengan tangan dan bernyanyi riang.

Tidak ada komentar: