Desember 03, 2008

Yoga juga budaya luhur nusantara

Dimuat di Rubrik Surat Pembaca, Bisnis Indonesia, Kamis 4 Desember 2008

Pada milenium ketiga ini yoga kian menggejala di Amerika, Eropa, dan Asia. Secara medis pun terasa banyak manfaatnya sebab fakta membuktikan bahwa 70% penyakit modern disebabkan oleh stres yang berlebihan. Latihan yoga setiap hari bisa menyelaraskan raga, pikiran, dan jiwa manusia.

Sedikit sharing, seminggu lalu saya terserang demam tinggi, postur yoga ternyata sangat membantu dalam proses penyembuhan. Ironisnya, Ketua Komisi Fatwa Malaysia baru saja mengharamkan yoga. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun meneliti Yoga dalam 2 minggu ini sebelum menentukan sikap lebih lanjut.

Yoga sejatinya merupakan budaya luhur Nusantara. Dalam tradisi Kejawen Sri Paduka Mangku Negara IV telah mengajarkan Sembah Raga, Sembah Cipta, Sembah Rasa, dan Sembah Karsa lewat geguritan (tembang) Wedatama. Itu semua merupakan tahapan-tahapan dalam Yoga.

Menurut Anand Krishna, yoga berasal dari kata Yuj. Artinya union alias persatuan. Tokoh pelopornya ialah Patanjali, penulis Yoga Sutra. Lebih dari 5.000 tahun teknik ini telah dipraksiskan oleh masyarakat di lembah Sungai Indus yakni wilayah peradaban subur yang membentang dari Gandahar (Kandahar) sampai Astraley (Australia).

Lebih lanjut, Master Yoga yang pernah sembuh secara misterius sembuh dari leukemia tersebut menegaskan bahwa seseorang yang dapat menyatukan diri dengan kesadaran tertinggi otomatis memperoleh ketenangan jiwa.

Mirip sekali dengan konsep men sana in corpore sano. Dalam yoga lebih tepat bila dibalik (reverse theory), di dalam jiwa yang kuat niscaya terdapat tubuh yang sehat. Memang saat ini yoga sering disalahartikan. Semat-mata untuk kesegaran jasmani.

Padahal tujuan akhir yoga ialah samadhi atau keseimbangan secara menyeluruh. Yoga ialah pedoman perilaku bagi hidup bahagia. Hal yang telah eksis dan memberi manfaat selama berabad-abad kepada umat manusia dari pelbagai latar belakang suku, agama, bangsa, dan keyakinan-seperti yoga-mesti terus diapresiasi, direvitalisasi, dan dilestarikan.

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/1id91351.html

Tidak ada komentar: