Oktober 15, 2009

Pesan Damai dari Kali Code


Pada Senin (20/7) silam National Integration Movement (NIM) dan Komunitas SOS Desa Taruna terlibat dalam acara Terapi Ceria memperingati Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini. Hajatan tersebut bertempat di bantaran sungai Code. Tepatnya di bawah Jembatan Gondolayu DIY. Di sanalah mendiang Romo Mangunwijaya pernah mendedikasikan hidupnya bagi pendampingan kaum marginal.

Acara berlangsung seharian penuh. Pada pagi hari digelar "Operasi Semut", yakni reresik alias membersihkan tepian kali Code. Ratusan anak yang berasal dari pelbagai kampung di Jogja tersebut mengumpulkan sampah yang berserakan. Mereka belajar memilah, sampah mana yang masih bisa didaur ulang (recycle), dipakai ulang (reuse) dan dikurangi (reduce) penggunaannya. Apresiasi dan rasa cinta terhadap lingkungan ditanamkan lewat praksis, bukan sekedar ceramah.

Generasi penerus bangsa yang berasal dari aneka ragam suku, agama, ras, dan golongan itu juga memanjatkan doa dan mengheningkan cipta bagi arwah korban pemboman Hotel J.W Marriot dan Ritz-Carlton. Semilir angin yang berhembus dan aliran lembut sungai Code meneruskan pesan cinta di antara sesama anak bangsa dan warga dunia yang gandrung pada perdamaian.

Tertawa

"Kekerasan yang terjadi di luar yang dilakukan oleh siapapun ialah proyeksi kekerasan yang ada di dalam diri kita. Oleh sebab itu, marilah kita membenahi diri." Begitulah nukilan SMS dari Anand Krishna. Aktivis spiritual itu mengajak seluruh elemen masyarakat "start from the person in the mirror". Mulai dengan orang yang ada di depan cermin, yakni diri kita sendiri. Senada dengan pesan Mahatma Gandhi, "Jadilah perubahan yang Anda inginkan terjadi diluar sana."

Para teroris barangkali merasa sengsara tinggal di dunia ini, mereka mencari pelarian di surga sana. Padahal ada terapi sederhana untuk mengatasi luka batin dan memupuk rasa syukur atas segala anugerah Ilahi, yakni tertawa. Sekat fanatisme yang selama ini memisahkan satu hati dengan hati yang lain karena perbedaan kolam agama di KTP, niscaya lumer tatkala anak manusia merayakan kebahagiaan bersama.

Menurut penelitian medis, 1 menit tertawa terbahak-bahak berbanding lurus dengan 20 menit berolahraga ringan. Seorang anak rata-rata tertawa 400 kali dalam sehari. Sedangkan, orang dewasa hanya tertawa 15 kali sehari. Saat tertawa, kelenjar Pineal di otak memproduksi enzim Seretonin dan Melatonin. "Nikotin" alami ini menciptakan rileksasi, rasa damai dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Teori itulah yang diterapkan dalam Terapi Ceria NIM. Dr. Stephanus Hardiyanto dari RS Bethesda Lempuyanganwangi menjadi fasilitator latihan. Pertama: peregangan. Caranya dengan bertepuk tangan. Di kedua telapak tangan ini terdapat 99 titik acupressure yang berkaitan langsung dengan sel-sel syaraf di otak. Kedua: pemanasan. Caranya dengan berlari-lari kecil di tempat. Ini merupakan salah satu teknik Yoga yang sudah berumur ribuan tahun. Ketiga: klimaks, yakni tertawa bersama. Caranya dengan berdiri berhadap-hadapan.

Anak-anak berinteraksi dengan teman di sebelahnya. Mereka saling pandeng-pandengan alias menatap mata satu sama lain, kemudian menirukan gerakan Harimau yang mengaum, Bebek yang berkoek-koek, dan Monyet yang melonjak-lonjak. Gemuruh tawa memenuhi areal perkampungan yang menjadi tempat shooting film "Jagad X Code" tersebut.

Kompak

Semua anak bisa melatih teknik-teknik Terapi Ceria tersebut di rumah. Sangat bermanfaat bagi tumbuh-kembang fisik dan psikomotorik mereka. Bahkan para guru di sekolah bisa menjadikannya sebagai selingan "ice breaker" di sekolah untuk mencairkan suasana kelas. Sehingga proses belajar-mengajar bisa lebih menyenangkan dan interaktif.

Selain tertawa bersama, Yoga for Kids atau Yoga untuk Anak menjadi menu utama acara HAN. Lily Tanti Meilyawati, seorang Ibu rumah tangga asal Magelang menjadi fasilitatornya. Anak-anak berlatih Yoga bersama-sama. Tapi bukan postur Yoga untuk orang dewasa yang relatif rumit, melainkan gerakan Yoga yang khas anak.

Misalnya sekedar menirukan gaya Tupai yang sedang mengambil dan memakan buah Kenari. Ada juga postur Pohon, yakni berdiri dengan satu kaki untuk melatih keseimbangan. Lucu sekali menyaksikan seorang anak bergandengan dengan teman disebelahnya memperagakan pohon yang tertiup angin. Latihan Yoga sederhana ini sekaligus melatih kekompakan dan kerjasama tim (baca: gotong-royong).

Sebagai intermezo, aneka lagu dan tarian menjadi menu tambahan yang tak kalah seru. Walau tidak diadakan di hotel berbintang, sekedar di tepian kali Code, toh para peserta tetap bersemangat dan antusias mengikuti seluruh rangkaian acara. Setiap kali panitia meminta kesediaan mereka menjadi peraga di atas panggung, banyak anak berebutan menjadi sukarelawan. Bahkan para orang tua dan warga setempat turut mengintip dari balik gedheg warna-warni rumah mereka.

Syair lagu "Becak" karangan Ibu Sud, dimodifikasi dengan pesan kebangsaan. Berikut ini petikannya, "Kucinta Indonesia, kusuka Indonesia, walau kita berbeda, kita tetap saudara...
"Lestarikan budaya, budaya kita semua, Indonesia negriku tercinta....
"Sulawesi, Papua, Kalimantan, Sumt'ra, beribu-ribu pulau itulah Indonesia..."

Sebuah tembang "Lupa-lupa Ingat" dari grup band Kuburan yang saat ini sedang naik daun, juga diplesetkan menjadi,
"Cinta...Cinta...Cinta...Cinta....Cinta Indonesia,
Suka...Suka...Suka...Suka....Suka Indonesia,
Damai...Damai...Damai...Damai....Damailah Indonesia,
Jaya...Jaya...Jaya...Jaya....Jayalah Indonesia..."
Pada bagian reff, "C Am Dm ke G" diganti menjadi, "Hahaha Hihihi Huhuhu Hehehe Hohohoho..."

Tidak ada komentar: