Mei 02, 2014

Inspirasi Kreatif bagi Anak Negeri

Dimuat di Majalah Tebuireng edisi 32, April-Mei 2014 

Judul: Yoris Sebastian’s 101 Creative Notes

Penulis: Yoris Sebastian

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: IV/ April 2013

Tebal: 207 halaman

ISBN: 978-979-22-9114-8

“Membuat sesuatu untuk mengalahkan orang lain? Bagi saya era tersebut sudah berakhir!” – Yoris Sebastian (halaman 23).

Begitulah tesis dasar penulis buku ini. Peraih penghargaan International Young Creative Entrepreneur of the Year Awards 2006 dari British Council di London tersebut berpendapat sekarang ialah zaman kolaborasi. Artinya, tak lagi relevan kalau sebuah proyek dimonopoli oleh segelintir orang.

Penerima penghargaan dari Markplus untuk program musik mingguan I Like Monday di Hard Rock Café itu keranjingan membuat sesuatu yang baru karena ingin menghasilkan karya. Ia tak pernah membuat sesuatu yang kreatif hanya untuk naik gaji atau mendapat bonus dari bos.

Prinsip tersebut kian terpancang kokoh tatkala ia membaca buku Drive. Di sana terungkap hasil penelitian mutakhir Daniel H. Pink.  Iming-iming berupa gaji bagi seseorang atau kelompok tertentu hanya efektif untuk pekerjaan yang tak perlu berpikir kreatif. Sebaliknya, untuk pekerjaan yang berhubungan dengan kreativitas, uang justru menghambat proses kreatif itu sendiri. Intinya, visi memang lebih penting ketimbang materi.

Lazimnya, seorang yang kreatif  memiliki wawasan luas (a broad perspective). Alhasil, karya-karya yang dihasilkan tak hanya berbeda tapi juga bermanfaat (migunani) bagi orang banyak termasuk diri sendiri.

Tidak ada salahnya mengasah kreativitas dalam segala lini. Caranya dengan rajin membaca buku filsafat, antropologi, dan aneka bidang ilmu lainnya. TCDC (Thailand Creative and Design Centre)  mempunyai perpustakaan yang tak melulu berisi buku tentang desain, branding, dan marketing, tapi juga buku filsafat dan religi. Semboyan mereka unik, “Dance with your imagination and change your life (menarilah dengan imaginasimu dan ubah hidupmu)…” (halaman 51).

Lewat buku ini, pemenang Indonesian Young Marketers Awards 2003 dari Indonesian Marketing Association tersebut juga menceritakan kebiasaan lamanya. Tatkala masih tinggal di Pulo Raya, Yoris sering naik ke atap rumah dan tiduran di sana sembari memandangi bintang. Lalu, saat tinggal di apartmen Rasuna Tower 7, ia juga suka memandangi jalanan yang sunyi dari atas lantai 7 apartemen.

Ia enggan memikirkan ide tentang proyek tertentu. Apalagi mencari jalan keluar untuk suatu masalah yang ruwet. Ia sekadar menikmati the hour of silence alias saat-saat hening. Tapi, kalau kebetulan melintas ide-ide kreatif, ya langsung ia tangkap. Caranya dengan menuliskan ide-ide baru tersebut. Tapi kalau terlalu panjang, ia akan merekam suaranya di app Audio Notes.

Kendati demikian, Yoris mengaku lebih suka menulis dengan tangan. Kenapa? Karena sewaktu-waktu mudah untuk ditelusuri kembali di kemudian hari. Kalau di gadget-nya ia membuat folder khusus, judulnya “sleeping ideas”. Kelak tatkala bertemu klien yang cocok, ide-ide tersebut tinggal dibangunkan saja. Salah satunya adalah acara “Lomba Nyontek Nasional” yang telah dipaparkan panjang lebar dalam buku Creative Junkies (2010).  

Sistematika buku ini terdiri atas 101 catatan kreatif General Manager Hard Rock Cafe termuda di Asia saat masih berusia 26 tahun itu. Mulai dari pemikiran, pengamatan, tindakan, berbagi ke orang lain, refleksi pengalaman pribadi dan tentu dipungkasi dengan doa syukur kepada Tuhan, Sang Maha Kreatif.

Judulnya sebagian besar menggunakan bahasa Inggris, antara lain “Have a Good Sleep”, “A Broad Perspective”, “Watch Inspiring Movie”, “Tenacity”, “Listen”, “Initiate Conversation”, “Less Rule – Simple Rule,” dll. Pada setiap halaman genap tersaji foto, gambar, ilustrasi, dan kalimat puitis. Sehingga tatkala sidang pembaca menikmati buku ini, niscaya otak kiri dan kanan terpuaskan semua.

Pemecah rekor MURI untuk program Destination Nowhere  2003 ini juga memaparkan pengamatan jelinya. Banyak tokoh kreatif di Indonesia dan bahkan dunia, semuanya menjalani hidup dengan bahagia. Ia menyebutnya Happynomics.

Intinya, manusia harus menomorsatukan keceriaan, nilai kedua baru aspek ekonomis. Dalam kamus hidup Yoris, uang tak pernah menjadi no. 1. Selama bekerja di majalah HAI, HRC, HaagensDazs, MTV Trax, dan sederet perusahaan terkemuka lainnya, Yoris bekerja karena memang suka dengan pekerjaannya.

Lantas, ia mengutip syair lagu dari REM yang berjudul Shiny Happy People (Out of Time Album), “Shiny happy people laughing. There is no time to cry (Orang yang ceria selalu tertawa. Tak ada waktu untuk menangis.” (halaman 183).

Orang kreatif juga harus senantiasa menjaga tubuh tetap fit. Karena kreativitas akan berkurang kalau kondisi badan sedang sakit. Bagaimana orang sakit gigi bisa berpikir secara kreatif? Oleh sebab itu, Yoris rutin berenang dan pergi fitness untuk menjaga kebugaran tubuhnya. Bahkan saat masih bekerja di HRC ada ring basket, jadi ia bisa main kapan saja.

Tiada gading yang tak retak begitupula buku ini. Penulis terlalu kentara memromosikan produk IT dari sebuah pabrikan. Karena ia memang menulis dengan gadget tersebut. Dalam beberapa halaman Yoris tampak memaparkan aneka kelebihan dan aplikasi. Tak pelak timbul kesan di benak pembaca bahwa ia sedang berjualan merek dagang tertentu.

Terlepas dari kelemahan minor tersebut, buku setebal 207 halaman yang telah mengalami cetak ulang keempat ini kaya inspirasi kreatif bagi segenap anak negeri. Sebab senada dengan petuah Michael Yanover, “Kreativitas lahir dari rahim kebebasan. Bebaskan pikiranmu, ketika kita memberi kebebasan, kita niscaya jadi lebih kreatif.”  Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta. Tinggal di Kampung Nyutran)

 

Tidak ada komentar: