Dimuat di Majalah Tempo, 10 Februari 2009
GUBERNUR Jawa Barat Ahmad Heryawan menganjurkan para penari jaipong mengurangi 3G (goyang, gitek, dan geol). Bagaimana bisa, 3G adalah unsur dan ciri khas jaipong. Apakah Pak Gubernur lebih tergoda ketimbang menikmati keindahan tarian ini?
Kebijakan ini juga diskriminatif dan bias gender. Lebih celaka lagi, anjuran ini menggunakan dalil agama. Sayang faktanya tak sesuai dengan konteks geografis. Ibarat bermimpi di siang bolong, para agen neo-Wahabi hendak ”men-Talibanisasi” dan ”mem-Balkanisasi” Indonesia yang ”Bhinneka Tunggal Ika” ini. Ajaran agama toh menuntun kita melihat kebenaran (spirit) di balik badan (ritual) dan menemukan esensi spiritualitas. Dalam napas universal itulah kita semua bersatu dalam harmoni.
Mengatur gerakan ataupun cara berpakaian para penari jaipong sungguh merendahkan inteligensi manusia dan menafikan kearifan leluhur yang mengkreasinya. Oleh sebab itu, mari katakan tidak untuk kejahatan terhadap budaya! Sebagai elemen bangsa, kita justru perlu melestarikan titipan anak-cucu, yakni budaya luhur Nusantara dari Sabang sampai Merauke.
Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/02/09/SRT/mbm.20090209.SRT129473.id.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar