Oktober 18, 2010

Daya Tarik Pertanian Organik

Pada Jumat (16/10/2010) jam 10.00-11.00 WIB serombongan turis asing dari Amerika Serikat, Nepal, Italia, Afrika Selatan, Belanda, China, Korea, Taiwan, Jepang dan beberapa negara lain mengunjungi Dusun Jering VI Sidorejo Godean Sleman. Sebuah bus wisata membawa mereka dari kota Yogyakarta dikawal mobil patroli polisi. Para wisatawan manca (wisman) tersebut hendak menyaksikan secara langsung lahan pertanian organik yang ada di sana.

Kesenian tradisional Jatilan dan hamparan sawah padi organik seluas 1 hektar menyambut kedatangan para tamu. Hajatan besar ini terselenggara atas kerjasama Balai Besar Wilayah Sungai Serayu - Opak, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM), dan Kelompok Tani Bangunrejo Kleben Sidorejo.

Para petani juga memamerkan dokumentasi foto-foto proses bercocok tanam secara alami. Dari penangkaran bibit, penyemaian, penanaman (tandur), perawatan, hingga ritual wiwit menjelang masa panen.

Menurut Purwanto, ketua Kelompok Tani Bangunrejo, didampingi seorang penerjemah bahasa Inggris, Warga desa Sidorejo memang tak lagi menggunakan pupuk pabrik selama 3 tahun terakhir. Sebab, pestisida kimia membahayakan kesehatan dan merusak kesuburan tanah.

Pupuk yang mereka gunakan diolah sendiri. Terbuat dari kotoran hewan (kohe) dan kompos tanaman seperti Jerami, Ganepo, Batang Pisang, sisa gerajen kayu, dll. Mereka meletakkannya di dalam bakul-bakul besar. Sehingga para pengunjung bisa melihat dan menyentuhnya. Walau awalnya terbuat dari kotoran tapi setelah diproses baunya tak lagi menyengat.

Untuk Pestisida Nabati terbuat dari campuran buah Majapahit, tanaman Gadung, parutan Kunir Blenyeh, daun Kleresede, dan daun Sirsak. Hasilnya, berupa cairan mirip alkohol karena sudah mengalami proses fermentasi. Sedangkan, Bakteri Prebiotik merupakan kombinasi saripati Tape Singkong, Yogurt, Gula Pasir, Tempe, dan Air Matang.

Unsur hara Nitrogen (N) terbuat dari fermentasi cacahan Daging Lele. Sedangkan, asupan Kalsium (Ca) diolah dari Cangkang Telur. Keduanya dicampur dengan Gula Merah. Lantas, kandungan Phosfat (P) diperoleh dari olahan Jantung Pisang dan Midro (Ganclong).

Tak ketinggalan aneka produk padi organik dijual sebagai cendera-mata. Para wisatawan juga bisa mencicipi nasi yang tersaji di dalam bakul-bakul kecil. Keunggulan beras organik ialah lebih pulen dan tidak cepat basi. Selain itu, tentu lebih sehat karena tak mengandung pestisida pabrik. Terakhir tapi penting, ramah lingkungan dan mengurangi dampak pemanasan global (Global Warming).

Paska revolusi hijau (Green Revolution) pada tahun 1970-an, banyak bibit padi lokal yang hilang. Sebab, kala itu pemerintah menggalakkan penggunaan bibit impor. Kelompok Tani Bangunrejo berupaya melestarikan kembali benih-benih lokal. Yang notabene lebih cocok dengan kondisi geografis setempat.

Mereka menempatkan benih-benih tersebut dalam sebuah wadah tempayan tanah liat. Kemudian dikubur di dalam abu kayu agar tidak mati. Nama-nama padi lokal yang terdapat di Desa Sidorejo antara lain:

1. Cempo Wulu Abang

2. Pandan Wangi

3. Cempo Ireng

4. Cimelati

5. Mutiara

6. Merah Putih

7. Sarinah

8. Himalaya

9. Padi Hitam

10. Merah Hati

11. Selendang Biru

12. Mekongha

13. Cempo Abang

14. Maros

15. Naga merah

16. Batang Gadis

17. Ketan Kuthuk

18. Batang Hari

19. Rojolele

20. Code

21. Cempo Ireng Wulu

22. Somali

23. Menthik Putih

24. Laka

25. Ujung Hitam

26. Lingga Wangi

27. Cigelis

28. Ketan Kuthuk

29. Cere Merah

30. Rening

31. Singkil

32. Dll

Suatu ironi, bila kita musti mengimpor beras dari luar negeri. Menurut Bert, salah satu peserta dari Belanda, sistem pertanian organik merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan(Sutainable Development).

Pria yang bekerja sebagai pengelola situs konsultan pertanian (www.duo-advies.net) itu mengatakan bahwa kini di Eropa semakin banyak orang mencari produk organik. Sebab, kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian alam kian berkembang di sana. Suatu peluang bagi negeri yang memiliki keanekaragaman hayati dan kesuburan seperti Indonesia.

Sumber:
http://kesehatan.kompasiana.com/group/makanan/2010/10/17/daya-tarik-pertanian-organik/

Tidak ada komentar: