Dimuat di Harian Joglosemar, Senin/2 Januari 2012
http://harianjoglosemar.com/sms-warga-805.html
Tatkala malam pergantian tahun, saya kaget begitu keluar rumah dan berdiri di pinggir jalan. Udara seolah berkabut - semula saya kira sungguh-sungguh ada kabut. "Tidak biasanya berkabut begini," batin saya dalam hati.
Setelah beberapa saat, baru jelas ternyata itu berasal dari asap mercon dan kembang api. Tak hanya di sekitar rumah saya, tapi niscaya terjadi pula di pusat-pusat keramaian lain. Malam itu, semua berselimutkan asap.
Pertanyaannya, apakah pantas kita menyebut diri masyarakat berbudaya dengan sikap semacam ini? harus menghamburkan triliunan rupiah dalam sekejap, hanya untuk menyulut mercon dan kembang api?
Selain itu, banyak orang tua dan para bayi yang jantungnya tidak/belum kuat mendengar suara dentuman keras. Bahkan, di sekolah (alam) kami memelihara bebek. Ternak tersebut menurun produksi telurnya bila terganggu polusi suara semacam itu.
Semoga ke depannya tak lagi demikian. Kita perlu lebih cerdas dalam merayakan tahun baru. Kebijakan Walikota Solo bisa ditiru, Jokowi melarang penggunaan mercon dan kembang api. Ia memakai prosesi pelepasan balon warna-warni ke udara sebagai penanda pergantian tahun. Selamat tahun baru 2012!.
T. Nugroho Angkasa S.Pd.
Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon
Sekolah Alam Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar