Desember 06, 2011

KPAA Tolak Albertina Ho di "Anand Krishna" kan

JAKARTA, RIMANEWS-Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) menyerahkan bukti-bukti kepada bagian pengaduan Komisi Yudisial (KY) pada Senin (5/12). Isinya berupa rekaman persidangan dan fotocopi daftar bukti sitaan dari kasus hukum Anand Krishna. Hal ini sebagai masukan menanggapi pengaduan pihak pelapor tunggal Tara Pradipta Laksmi dengan pengacaranya Agung Mattauch. Agung meragukan kinerja Majelis Hakim yang memvonis bebas Anand Krishna pada Selasa (22/11).

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, aktivis spiritual Indonesia ini telah diputus bebas murni oleh Majelis Hakim yang diketuai Albertina Ho dengan Hakim Anggota Suko Harsono dan Muhammad Razzad. Pasca lebih dari 15 bulan menjalani persidangan maraton. Bahkan sempat diwarnai aksi mogok makan dan pergantian Majelis Hakim. Akibat adanya hubungan khusus antara Ketua Majelis Hakim terdahulu (baca: Hari Sasangka) dengan salah seorang saksi Shinta Kencana Kheng yang notabene mengaku pernah dilecehkan.

Putra Anand, Prashant Gangtani menuturkan bahwa KPAA menyerahkan rekaman persidangan yang mereka peroleh dari Tim Kuasa Hukum Anand Krishna. Tujuannya agar KY memperoleh gambaran utuh. Ternyata Majelis Hakim telah mempersilakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk kembali menghadirkan kembali para Saksi Ahli. Tapi JPU-lah yang menolaknya.

"Kami menyerahkan rekaman persidangan pada 27 Juli 2011. Saat itu JPU menolak menghadirkan kembali Saksi Ahli walaupun Majelis Hakim sudah menawarkannya. Jadi aduan pihak Agung Mattauch itu salah alamat dan amat menyesatkan. Kenapa? karena semestinya ia melaporkan JPU ke Jam Was atau Komisi Kejaksaan. Jangan malah menyalahkan Majelis Hakim karena selama ini mereka telah bekerja dengan baik dan memutuskan vonis yang tepat," jelasnya.

Dalam rekaman persidangan itu juga terungkap kesaksian Phung Soe Swe alias Chandra. Isinya menjelaskan bahwa kamar mandi dimana dirinya mengaku menemukan tisu bersperma adalah kamar mandi umum. Sehingga boleh dipakai oleh para staf yang bekerja di tempat tersebut, termasuk dirinya sendiri.

Sementara itu, bukti sperma itu sendiri tidak pernah ada. Pun tidak pernah terdaftar sebagai barang bukti di berkas perkara maupun surat tuntutan JPU.

"Dalam persidangan tertanggal 6 Juli 2011, saksi Chandra sendiri yang menyatakan kamar mandi di lantai 3 tersebut bukanlah kamar mandi privat ayah saya, tapi sering digunakan oleh para staf yang bekerja di sana. Dan bukti sperma itu tak pernah ada. Makanya, kami juga menyerahkan daftar bukti sitaan yang ada dalam berkas perkara maupun surat tuntutan JPU untuk membuktikan hal ini," tandasnya.

Tuduhan Palsu

Sementara itu, juru bicara KPAA, dr Sayoga menyesalkan tuduhan pengacara Agung Mattauch. Terutama ihwal tuduhan adanya informasi bahwa Anand Krishna pernah semobil dengan Majelis Hakim dalam perjalanan menuju tempat pemeriksaan perkara.

Ia menjelaskan bahwa Anand Krishna tidak pernah semobil dengan Majelis Hakim. Anand melainkan pergi dalam kendaraan masing-masing ke tempat lokasi pemeriksaan perkara. Bahkan hal ini disaksikan oleh banyak orang. Dari tukang parkir, satpam di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga panitera dan pengemudi kendaraan itu sendiri.

"Ibu Albertina Ho adalah salah satu hakim jujur dan berdedikasi di negeri ini saat ini. Jangan sampai (laporan) ini menjadi fitnah menyesatkan yang menjurus pada pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Karena telah ditujukan ke publik atau lembaga negara tanpa bukti dan dasar yang kuat. Apalagi sampai terjadi pembunuhan karakter bagi orang tersebut. Jangan sampai Ibu Albertina Ho di-"anand-krishna"-kan juga. Kami minta agar orang yang hanya mencari sensasi dengan menyebarkan berita-berita palsu diperingatkan dan dilaporkan kepada instansi terkait karena ini terkait pembohongan publik," tegasnya.

Sejak kasus ini bergulir Februari 2010 silam, pengacara saksi pelapor tunggal, Tara Pradipta Laksmi ini selalu saja membuat pernyataan-pernyataan penuh sensasi. Padahal tanpa disertai bukti yang kuat. Termasuk pernyataannya yang dikutip oleh salah satu media online bahwa kasus Anand Krishna ini hanyalah "entry-gate" bagi kasus yang lebih serius. Yakni penodaan agama dan bertambahnya korban pelecehan yang melapor. Tapi ternyata yang melapor hanya 1 orang. Dan itu pun diputuskan tidak benar oleh Majelis Hakim.

Pihak KPAA sendiri sedang mengumpulkan bukti-bukti. Sebelum melaporkan tindak-tanduk Agung Mattauch ini kepada instansi profesinya. Yakni dengan dugaan pelanggaran kode etik profesi pengacara.
___________________________

One Earth School Rayakan International Volunteerism Day


RIMANEWS-Gotong Royong? Kata ini acapkali menjadi topik perbincangan di pelbagai kesempatan. Baik di kampus-kampus maupun di khalayak ramai. Pertanyaannya ialah, "Apakah kita sudah mengaplikasikan Gotong Royong dalam hidup sehari-hari? atau mungkin Gotong Royong semata menjadi bahan diskusi?

Padahal, Kerja Bakti dan Gotong Royong merupakan nilai-nilai budaya luhur Nusantara. Kearifan lokal ini telah berkembang sejak dahulu kala. Ironisnya, kini aplikasi nilai keutamaan tersebut kian meluntur. Karena kurangnya perhatian kita terhadap budaya sendiri. Kita justru lebih condong mengikuti tren yang berkembang di negeri manca. Hal ini tidak bisa dibiarkan terus. Kita musti mengambil langkah pencegahan. Sehingga budaya luhur kita tidak hilang tergerus zaman.

Dalam rangka memperingati Hari Kesukarelawanan Internasional pada Senin (5/12), One Earth School (www.oeschool.org) mengajarkan nilai-nilai Gotong Royong dan Kerja Bakti pada anak-anak komunitas. Tepatnya di daerah sekitar kompleks One Earth School berada. Yakni lewat acara mewarnai bersama-sama tulisan “Gotong Royong” dan “Kerja Bakti” di atas kertas berukuran raksasa.

Anak-anak diharapkan dapat mengenal landasan sikap kesukarelawanan: Gotong Royong dan Kerja Bakti. Sehingga mereka kelak mengaplikasikannya dalam hidup sehari-hari. Lantas, pada penghujung acara anak-anak mendapat bingkisan berupa buku tulis, buku gambar, krayon, dan alat tulis untuk menunjang kegiatan belajar mereka di rumah.

Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dan sangat positif dari Ibu-ibu Komunitas (Dasa Wisma) setempat. Tidak hanya berhenti di situ, sebagai kelanjutan acara tersebut One Earth School berencana mengajarkan nilai Gotong Royong dan Kerja Bakti lewat tindakan nyata. Yaitu dengan berkunjung ke salah satu rumah anak-anak dan melakukan “Kerja Bakti dan Gotong Royong.” Misalnya lewat kegiatan bersih-bersih, menyiram bunga, mencabut gulma, menyapu halaman, dan memunguti sampah-sampah.

Kegiatan ini rutin diadakan 1 bulan sekali. Bulan berikutnya akan dilaksanakan kembali di rumah teman lain. Sehingga anak-anak dapat tumbuh dengan semangat Gotong Royong dan Kerja Bakti. Acara ini juga sangat besar manfaatnya bagi anak-anak yang terlibat. Sebab dapat memupuk sikap saling menghargai dan peduli sesama. Sikap-sikap tersebut ialah bagian dari laku kesukarelawanan.

Contact person:
Gilang Nadia Putri, S.S. - Kepala Sekolah One Earth School (081805811417)
Anisa Mira Fauziah, S.E. - Guru Sekolah One Earth School (081805844014)

(Penulis: Ardi Prast, Editor: T. Nugroho, Fotografer: Wayan Suriastini)

Desember 05, 2011

Kuasa Hukum Anand Krishna: Agung Mattauch, Bicaralah dengan Bukti bukan Ilusi!

RIMANEWS-Tim Kuasa Hukum Anand Krishna mengaku heran mendengar pernyataan Koordinator Tim Pembela Korban Anand Krishna (TP-KAK) Agung Mattauch di Komisi Yudisial (KY) pada Jumat (2/12). Agung mengatakan bahwa ada kejanggalan putusan bebas Anand Krishna di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (22/11) oleh Ketua Majelis Hakim wanita yang dikenal jujur, bersih dan berdedikasi Albertina Ho. Penyataan Agung Mattauch tersebut dilansir di salah satu situs berita online pada Sabtu (3/12).

“Bingung juga ya, karena yang tidak mau memanggil saksi ahli yang dimaksud adalah JPU sendiri. Majelis Hakim justru mempersilakan baik JPU maupun Kuasa Hukum untuk memanggil kembali setiap saksi yang dirasa perlu didengar kesaksiannya. Tapi JPU sendiri yang tidak ingin menghadirkan kembali Dewi Yogo atau Mardigu,” ujar Dr. Otto Hasibuan SH MM, salah seorang penasehat hukum Anand.

Ia menambahkan bahwa bila dihadirkan pun di ruang persidangan, kesaksian Dewi Yogo akan justru memperjelas adanya dugaan konspirasi di balik kasus kliennya ini. Kenapa? karena apa yang dilakukan psikolog Dewi Yogo terhadap Tara Pradipta Laksmi dianggap oleh Prof Dr LK Suryani, pendiri CASA (Committee Anti Sexual Abuse) dan Adi W Gunawan, pakar Hipnoterapi sebagai kecenderungan penanaman memori palsu akibat sesi hipnoterapi sebanyak 45 kali selama kurun waktu yang hanya 3-4 bulan.

“Selain itu, saksi ahli Dewi Yogo dan Mardigu dalam persidangan justru memberikan keterangan yang berbeda ihwal latar belakang pendidikan dan profesi mereka. Kami memiliki surat keterangan dari institusi pendidikan dimana mereka mengaku pernah belajar hipnoterapi,” imbuhnya.

Menanggapi kejanggalan tentang bukti sperma yang diabaikan Majelis Hakim, Koordinator Tim Kuasa Hukum Anand, Humprey R Djemaat SH LLM merasa bingung. Sebab bukti tersebut memang tidak pernah ada. Bahkan ketika peninjauan di tempat perkara, saksi JPU sendiri, Phung Soe Swe alias Chandra mengatakan bahwa toilet dan tempat sampah dimana ia mengaku menemukan tisu bersperma itu ialah toilet dan tempat sampah umum, bukan milik pribadi Anand saja.

“Bukti sperma mana yang dimaksud? Bahkan dalam daftar bukti sitaan dalam berkas perkara tidak ada bukti sperma sama sekali. Cerita tentang tisu sperma itu hanya ada di media yang dikarang oleh saksi JPU. Tapi sewaktu peninjauan tempat perkara, ketahuan bahwa karangannya tidak benar. Sebab ternyata itu bukan tempat pribadi dan dapat digunakan siapa saja yang berkantor di sana. Jadi soal bukti sperma itu sendiri tidak pernah ada,” jelasnya.

Lantas, terkait informasi Majelis Hakim pernah semobil dengan Anand ketika datang ke tempat pemeriksaan setempat dan tuduhan penyewaan jasa public relation, Darwin Aritonang SH MH, kuasa hukum Anand lainnya hanya berkomentar, “Kalau ngomong, ya tolong lah, dibarengi bukti, jangan hanya pakai ilusi atau emosi saja.”

Demikian pula komentar Astro P Girsang SH, salah satu pengacara Anand lainnya, "Selama hampir 2 tahun mendampingi klien saya, saya melihat tuduhan kepada klien saya ini sama sekali tidak didasarkan pada satu pun bukti yang relevan."

“Tuduhan-tuduhan mereka hanya berdasarkan gosip dan informasi yang tak dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan kami telah mendokumentasikan dan merekam semua pembicaraan di dalam ruang persidangan. Sehingga semua fakta-fakta yang terungkap dapat didengar secara jelas dan terang,” tandas Astro.

Pasca 1 tahun 3 bulan masa persidangan di PN Jakarta Selatan, tokoh spiritualis yang kerap menyuarakan pluralisme dan perjuangan Hak Asasi Manusia (HAM) ini diputus bebas oleh Majelis Hakim yang diketuai Albertina Ho SH MH. Vonis bebas murni ini memperkuat dugaan adanya upaya sistematis untuk membungkam Anand Krishna. Ancaman terhadap pluralisme di Indonesia ini pernah diungkap pula oleh mantan Menristek AS Hikam dan mantan Sesneg Djohan Effendi beberapa waktu lalu di Bali.

Tatkala putusan bebas dibacakan oleh Hakim Albertina Ho pada Selasa (22/11), terlihat beberapa tokoh pluralisme dan aktivis perempuan. Prof Musdah Mulia, Romo Frans Magnis Suseno SJ, dan penulis Julia Suryakusuma turut hadir mendukung keadilan bagi Anand Krishna.

Untuk menyimak lebih detail fakta persidangan yang terjadi, silakan menyimak video berikut http://www.youtube.com/watch?v=OrNSZF1qJPM

______________________________

(Pengirim: T. Nugroho)

Desember 02, 2011

Menjadi Pemenang Sejati

Dimuat di Koran Jakarta, Jumat 2 Desember 2011

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/77481

13228148431957479745

Judul : Champion Mindset, How to Transform Your Life Fast!

Penulis : Andreas Susetya

Editor : A. Ranggabumi N

Penerbit : Kanisius

Tahun : 1, September 2011

Tebal : 232 halaman

Harga : Rp 40.000

Pembuahan sel telur dan sperma dalam rahim menjadi cikal-bakal terciptanya buah hati. Uniknya, proses ini mirip kompetisi maraton. Pesertanya terdiri 200-400 juta sperma yang disemprotkan saat ejakulasi. Kalau satu sperma diibaratkan seukuran tubuh manusia, maka mereka mesti berlari sejauh 14 km.

Hanya ada satu pemenang, yakni diri kita (hlm 24). Andreas Susetya melihat setiap manusia sebagai pribadi unik. Walau kembar siam sekalipun, tetap majemuk. Sebab, komposisi DNA setiap orang khas. Para ilmuwan mengklasifi kasikan ke dalam beberapa kecenderungan, antara lain: visual (penglihatan jeli), auditory (pendengaran tajam), dan kinesthetic (terampil bergerak).

Secara detail, Andreas mengungkap komposisi otak. Manusia memiliki satu triliun sel di batang otaknya. 100 miliar sel otak aktif dan 900 miliar sel otak pendukung. Selain itu, masih ditambah ratusan miliar neuron alias sambungan antarsel. Ironisnya, menurut para ahli, kemampuan adiluhung otak itu hanya dimanfaatkan dua persen saja.

Bahkan, manusia sekaliber Einstein hanya memakai lima persen kapasitas otak. Padahal otak dapat dilatih untuk memberikan solusi praktis. Sebab, ia menyimpan data-data (hlm 28). Ukuran superkomputer otak manusia setara dengan 50 kali luas lapangan bola, sedangkan tingginya seukuran patung Liberty.

Selain itu, manusia dihadiahi pula intuisi. Kombinasi hardware dan software itu mesti dimanfaatkan untuk mencecap kebahagiaan dan kepenuhan hidup. Semua merupakan anugerah Sang Pencipta. Memaksimalkan potensi tersebut menjadi tugas kita agar dapat berbagi dengan sesama dan segenap titah ciptaan.

Buku ini merupakan inti sari pengalaman dan interaksi penulis dengan banyak orang. Pada 1998, penulis mendapat kesempatan bekerja di hotel bintang lima. Hotel tersebut tergabung dalam salah satu perusahaan papan atas di Indonesia. Pun ia mengikuti banyak pelatihan di dalam dan di luar negeri. Andreas mulai bertanya pada diri sendiri. Walau relatif berkelimpahan secara materi, kenapa masih ada yang kurang.

Mengapa kita diciptakan? Apa sebenarnya makna hidup ini? Apa yang dapat kulakukan untuk membuat hidup lebih berarti? Rentetan pertanyaan itu terus menghantui benaknya. Akhirnya, ia menyadari perlu ada pemilahan waktu menanam dan menuai. Kita tak bisa memanen saat menanam dan juga sebaliknya. Keterampilan membedakan di antara kedua proses tersebut menjauhkan manusia dari rasa frustasi.

Kini ia dikenal sebagai individu yang enerjik dan berwawasan luas. Sifat itu tecermin dalam guratan pena penulis. Sebuah teks memang tak pernah muncul dari ruang hampa. Ia tercipta dari fakta historis kehidupan. Motivasi dasar penulisan buku ini ialah keinginannya berbagi dengan sidang pembaca.

Peresensi adalah T. Nugroho S.Pd, Guru bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) Yogyakarta

AS Hikam: Masruchah Perlu Minta Maaf Kepada Anand Krishna

RIMANEWS- "Statemen WaKa Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA), Masruchah yang menyamakan keputusan pengadilan membebaskan Anand Krishna sebagai contoh kasus "kekerasan terhadap perempuan", bukan saja keliru secara substansial, tetapi juga ngawur dan bodoh." Begitulah pendapat AS Hikam dalam blog pribadinya pada Selasa (29/11) (Sumber: http://www.mashikam.com/2011/11/masruchah-harus-minta-maaf-kepada-anand.html?spref=fb).

Lebih lanjut Menristek pada Era Gus Dur tersebut menambahkan, "Terus terang saya belum kenal secara pribadi dengan Masruchah, juga tidak tahu sampai dimana pemahaman dan kemampuannya dalam membela hak-hak asasi kaum perempuan. Tetapi dari sinyalemen bodoh itu saja saya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa dia tidak tepat dan tidak layak menjadi pimpinan KPPA."

AS Hikam juga berpendapat bahwa kasus fitnah terhadap Anand Krishna (AK) ini justru melecehkan gerakan kaum perempuan. Kenapa? karena para pemfitnah itu telah memanipulasi kelemahan dan ketakberdayaan kaum perempuan untuk kepentingan mereka. Justru KPPA mestinya berterimakasih kepada Pengadilan karena telah membebaskan korban fitnah dan sekaligus menjadikan kasus tersebut sebagai "lesson learned" agar kaum perempuan tidak selalu dikibuli oleh para tukang fitnah.

"Bagi saya, perjuangan kaum perempuan dan anak-anak untuk mendapatkan hak-hak asasi mereka sangatlah penting dan untuk itu perlu dipimpin oleh mereka yang paham soal perjuangan kaum perempuan. Bukan dipimpin para politisi yang berkedok sebagai aktifis perempuan saja. Sayang sekali KPPA bukannya menjadi corong dan garda depan bagi kaum perempuan yang tertindas dan dimanipulasi oleh kekuatan besar di negeri ini, tetapi justru menjadi bagian dari masalah," tandasnya.

Usul AS Hikam sederhana saja, "Masruchah minta maaf kepada Pak Anand Krishna (AK) dan para pengikutnya, lalu mengundurkan diri sebagai pimpinan Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA)."