Desember 22, 2011

Dialog Hati 2 Tradisi


Dimuat di Harian Jogja, Kamis 22/Desember 2011

Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaksi HARJO

13246172491519778960

Dialog Hati 2 Tradisi

Judul: Dalai Lama-Perjumpaan Buddha dan Kristen

Penulis: Donald W. Mitchell

Penerjemah: Indro Suprobo

Penerbit: Kanisius

Cetakan: 1/Agustus 2011

Tebal: 117 halaman

ISBN: 978-979-21-3049-2

Harga: Rp 20.000

“You must keep your mind happy and know how to laugh.” (Jagalah agar pikiranmu senantiasa bahagia dan ketahuilah bagaimana cara untuk tertawa) - Tenzin Gyatso, Yang Mulia Dalai Lama ke-14.

Kematian ialah awal kehidupan. Sekilas terkesan klise. Namun sejatinya mengandung nilai kebenaran. Kisah nyata berikut ini menjadi bukti. Dahulu kala, tepatnya 40 tahun silam, Thomas Merton bersua Yang Mulia (YM) Dalai Lama di Bangkok. Keduanya menghadiri konferensi antar biara Barat dan Timur. Tanpa dinyana, pasca menyampaikan presentasi, rohaniwan Kristen dari Ordo Benediktin tersebut meninggal dunia (53 tahun). Kepergian beliau menandai kelahiran sintesis spiritual 2 tradisi: Buddhisme dan Kristianitas.

Selanjutnya, YM Dalai Lama hadir dalam dialog antar biara MID (Monastic Interreligious Dialogue) Dewan Perwakilan Agama-agama se-Dunia di Chicago (1993). Beliau menyarankan agar sebanyak 25 guru Buddha dan 25 guru Kristen tinggal (live in) dalam rentang waktu tertentu. Sehingga mereka dapat berproses bersama.

Selain itu, Yang Mulia mengusulkan supaya pertemuan itu digelar di Biara Getsemani - yang notabene merupakan tempat asal sahabat sejatinya - (almarhum) Thomas Merton. Sepanjang bulan Juli 1996, pertemuan Getsemani nan bersejarah itu digelar. Bukan hanya YM Dalai Lama sendiri yang hadir, para biksu Buddhis dari Theravada, Tibet, dan Zen pun turut berpartisipasi. Sedangkan dari pihak Kristen, selain dari ordo Benediktin, hadir pula para Terapis dari Eropa, Asia, Amerika Utara, dan Australia.

Buku ini semula berbahasa Inggris. Judulnya “Spiritual Advice for Buddhists and Christians” (Terbitan: The Continum Internatioal Publishing Group Ltd, London, 1996). Isinya saripati wejangan spiritual Yang Mulia (His Holiness) dalam pertemuan Getsemani tersebut. Sebagai buah dialog dengan para biarawan - baik yang beragama Buddha maupun Kristen - buku ini relatif berbobot. Topiknya antara lain praksis doa dan meditasi.

“Salah satu penghalang utama manusia ialah kemalasan,” begitu menurut Dalai Lama. Kondisi psikologis itu tercermin lewat pernyataan, “Oh, saya tidak mampu melakukan ini; saya kurang cerdas; saya tidak mungkin melakukan hal itu…” (halaman 58). Obatnya ialah refleksi rohani. Salah satu aliran besar dalam Buddhisme (baca: Zen) meyakini bahwa potensi ke-Buddhaa-an sudah eksis. Bongkahan batu pun berproses menuju ke-Buddha-annya. Dengan menyadari hipotesis tersebut, kita dapat melihat sumber kebajikan dalam diri.

Buku ini juga mengungkap rutinitas hidup Dalai Lama. Beliau pribadi yang sangat disiplin. Yang Mulia berpendapat kelemahan mental ibarat retakan kecil. Bila dibiarkan, semakin lama kian membesar. YM Dalai Lama biasa bangun jam 03.30 pagi. Lantas, beliau bermeditasi pagi. Pada pukul 05.00, Yang Mulia mulai menyantap sarapan. Setelah pukul 08.30 ia berolahraga ringan. Baginya olah batin dan jasmani sama penting. Satu hal yang tak pernah terlewatkan ialah mendengarkan siaran berita BBC (halaman 52).

Kemudian ia menggarap tugas kantor sampai siang hari. Bila sedang liburan, waktu senggang dihabiskan dengan membaca buku. Setelah santap makan siang, beliau kembali bekerja di kantor untuk menyelesaikan tugas lain. Tepat jam 6.00 sore, seperti lazimnya para biksu, Yang Mulia minum teh dan makan malam bersama. Akhirnya, sekitar jam 8.30 malam, beliau sudah beranjak tidur. Inilah meditasi penuh damai yang menjadi favoritnya (halaman 53).

Buku “Dalai Lama-Perjumpaan Buddha dan Kristen” ini memverifikasi kebenaran sederhana. Tujuan setiap agama dan kepercayaan ialah mengolah kualitas kemanusiaan. Caranya dengan menafikan ego pribadi. Sehingga manusia dapat (lebih) mengabdi pada sesama dan segenap titah ciptaan. Menyitir petuah pemenang Nobel Perdamaian tersebut, “Change dose not come from the sky. It comes from human action.” - Perubahan tak datang dari langit, tapi dari tindakan manusia.” Selamat membaca!

T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris PKBM Angon (Sekolah Alam)Yogyakarta

Tidak ada komentar: