Dimuat di Bernas Jogja, Kamis-Jumat/26-27 September 2013
Judul: Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-jejak Romo Carolus OMI Memperjuangkan Kemanusiaan
Penulis: Anjar Anastasia dkk
Penyunting: Andi Tarigan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1/Juni 2013
Tebal: xxvi + 180 halaman
ISBN: 978-979-22-9739-3
Harga: Rp45.000
“Menjadi murid Kristus harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Saya lumayan, paling tidak sudah 50 % menjadi murid Kristus. Saya sudah cerdik seperti ular tapi tulusnya belum ha..ha..ha..” (halaman xxii).
Begitulah penuturan Provinsial OMI, Romo Antonius Rajabana OMI ihwal pribadi Romo Carolus. Dalam tarekat OMI, Romo Carolus memang dikenal jujur dan gemar menertawakan diri sendiri. Tentu tanpa terperosok dalam sikap minder dan rendah diri.
Selain itu, pria asal Serville Palace, kota kecil yang tak jauh dari Dublin, Irlandia itu juga sungguh memegang teguh karya perutusannya sebagai misionaris OMI di Indonesia. Sebab pendiri OMI, St. Eugenius de Mazenod senantiasa berpesan bahwa tujuan pertama OMI ialah untuk menjadikan orang manusiawi.
Dalam buku ini terungkap bagaimana Romo Carolus beserta masyarakat Kampung Laut di Cilacap bergotong-royong membangun jalan, jembatan, membajak sawah, beternak, membuat ikan asin, menghijaukan kembali hutan bakau, mendirikan sekolah, dll. Anak keempat dari pasangan Edward Burrows dan Jane Burrows yang terlahir pada 8 April 1943 silam tersebut berusaha keras mengentaskan rakyat dari jurang kemiskinan.
Artinya, hanya berkothbah ihwal iman Kristiani sungguh menjadi kurang relevan atau tidak tepat waktu. Karena menjadi manusiawi (baca: sejahtera) merupakan tahapan yang sangat signifikan. Romo Carolus menyadari benar hal tersebut dan berseloroh begini, “Kekatolikan saya ini belum 20 %. Bagaimana saya bisa meng-katolik-kan orang lain?”
Buku “Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-jejak Romo Carolus OMI Memperjuangkan Kemanusiaan” ini juga mengulas tuntas kiprah penerima Maarif Award 2012 tersebut. Anjar Anastasia dkk menggarapnya secara kreatif. Sebab kalau mau dimasukkan ke genre biografi, sisi dari sang tokoh sendiri relatif sedikit. Tapi, kalau semacam laporan dalam bentuk narasi juga kurang pas. Ini lebih merupakan sebuah testimoni.
Sistematikanya terdiri atas 3 bagian pokok, yakni “Sambutan dan Kata Pengantar,” “Meniti Karya Mafia Irlandia di Cilacap,” dan “Romantic Fool Seorang Carolus OMI”. Salah satu kisah unik dalam buku ini ialah tentang “Beasiswa Kambing”.
Beasiswa tersebut diberikan kepada siswa-siswi di SMA Jeruklegi. Mereka mendapat kambing untuk dipelihara supaya beranak pinak. Kemudian, anak kambingnya boleh dijual. Cara tersebut tak sekadar mendidik siswa agar menjadi penggembala kambing, tapi juga agar belajar bertanggungjawab (halaman 39).
Suatu hari, salah satu penerima “beasiswa kambing” mengawinkan kambing betinanya dengan pejantan yang besar. Mungkin agar kelak keturunan kambingnya besar juga. Perkawinan semi-silang itu ternyata sukses. Kambing betina hamil dan tinggal menunggu saat melahirkan. Si anak penerima beasiswa sungguh bahagia.
Tibalah saat persalinan. Si anak menunggui kambingnya melahirkan. Tapi kambingnya tampak kesulitan. Dengan tangkas anak itu membantu kambing yang sedang berjuang melahirkan anaknya. Kalau ada bagian anak kambing yang terlihat, anak itu segera mencoba menarik. Tapi ia tidak cukup kuat. Ia lalu memanggil ibunya agar bisa membantu proses kelahiran kambingnya. Berdua bersama sang ibu, anak itu menarik bagian tubuh anak kambing yang kian menyembul keluar.
Walau sudah mendapat tenaga tambahan, si induk kambing belum bisa juga melahirkan bayinya. Kambing betina itu sudah tampak kesusahan sekali. Sebelum ada hal buruk terjadi, anak itu memanggil sang nenek. Akhirnya, bertiga mereka membantu si induk kambing dan anaknya keluar dengan selamat. Lalu, Romo Carolus OMI bertanya kepada anak perempuan penerima “beasiswa kambing” itu, “Apa yang bisa kamu pelajari dari proses kelahiran tadi?”
Anak itu berpikir sejenak, "Kerja keras, saling membantu, dan pantang patah semangat.” “Betul sekali. Tapi ada yang lain,” jawab Romo. Anak itu berpikir keras, “Apa ya?”. Tak lama berselang ia pun menyerah. “Selain supaya kamu belajar untuk memelihara kambing yang nantinya bisa diterapkan di keluargamu, proses kelahiran bayi kambing yang besar itu juga mengingatkanmu supaya nanti cari suami jangan cari yang besar…” ujar Romo Carolus OMI yang sontak disambut gelak tawa seluruh anggota keluarga.
Masih banyak kisah inspiratif lain dalam buku setebal 180 halaman ini. Layak dijadikan referensi dalam karya kemanusiaan umat beragama. Bupati Cilacap, H. Tatto Suwarto Pamudji pun mengapresiasinya, “Romo Carolus OMI telah menjadi motivator sekaligus bagian dari masyarakat. Ia tidak berkarya dengan tinta, tetapi dengan tetesan keringat. Ia turun dan bertatap muka langsung dengan masyarakat.” (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta dan Kontributor Tetap di Majalah Pendidikan Online Indonesia)
Judul: Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-jejak Romo Carolus OMI Memperjuangkan Kemanusiaan
Penulis: Anjar Anastasia dkk
Penyunting: Andi Tarigan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1/Juni 2013
Tebal: xxvi + 180 halaman
ISBN: 978-979-22-9739-3
Harga: Rp45.000
“Menjadi murid Kristus harus cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Saya lumayan, paling tidak sudah 50 % menjadi murid Kristus. Saya sudah cerdik seperti ular tapi tulusnya belum ha..ha..ha..” (halaman xxii).
Begitulah penuturan Provinsial OMI, Romo Antonius Rajabana OMI ihwal pribadi Romo Carolus. Dalam tarekat OMI, Romo Carolus memang dikenal jujur dan gemar menertawakan diri sendiri. Tentu tanpa terperosok dalam sikap minder dan rendah diri.
Selain itu, pria asal Serville Palace, kota kecil yang tak jauh dari Dublin, Irlandia itu juga sungguh memegang teguh karya perutusannya sebagai misionaris OMI di Indonesia. Sebab pendiri OMI, St. Eugenius de Mazenod senantiasa berpesan bahwa tujuan pertama OMI ialah untuk menjadikan orang manusiawi.
Dalam buku ini terungkap bagaimana Romo Carolus beserta masyarakat Kampung Laut di Cilacap bergotong-royong membangun jalan, jembatan, membajak sawah, beternak, membuat ikan asin, menghijaukan kembali hutan bakau, mendirikan sekolah, dll. Anak keempat dari pasangan Edward Burrows dan Jane Burrows yang terlahir pada 8 April 1943 silam tersebut berusaha keras mengentaskan rakyat dari jurang kemiskinan.
Artinya, hanya berkothbah ihwal iman Kristiani sungguh menjadi kurang relevan atau tidak tepat waktu. Karena menjadi manusiawi (baca: sejahtera) merupakan tahapan yang sangat signifikan. Romo Carolus menyadari benar hal tersebut dan berseloroh begini, “Kekatolikan saya ini belum 20 %. Bagaimana saya bisa meng-katolik-kan orang lain?”
Buku “Mafia Irlandia di Kampung Laut, Jejak-jejak Romo Carolus OMI Memperjuangkan Kemanusiaan” ini juga mengulas tuntas kiprah penerima Maarif Award 2012 tersebut. Anjar Anastasia dkk menggarapnya secara kreatif. Sebab kalau mau dimasukkan ke genre biografi, sisi dari sang tokoh sendiri relatif sedikit. Tapi, kalau semacam laporan dalam bentuk narasi juga kurang pas. Ini lebih merupakan sebuah testimoni.
Sistematikanya terdiri atas 3 bagian pokok, yakni “Sambutan dan Kata Pengantar,” “Meniti Karya Mafia Irlandia di Cilacap,” dan “Romantic Fool Seorang Carolus OMI”. Salah satu kisah unik dalam buku ini ialah tentang “Beasiswa Kambing”.
Beasiswa tersebut diberikan kepada siswa-siswi di SMA Jeruklegi. Mereka mendapat kambing untuk dipelihara supaya beranak pinak. Kemudian, anak kambingnya boleh dijual. Cara tersebut tak sekadar mendidik siswa agar menjadi penggembala kambing, tapi juga agar belajar bertanggungjawab (halaman 39).
Suatu hari, salah satu penerima “beasiswa kambing” mengawinkan kambing betinanya dengan pejantan yang besar. Mungkin agar kelak keturunan kambingnya besar juga. Perkawinan semi-silang itu ternyata sukses. Kambing betina hamil dan tinggal menunggu saat melahirkan. Si anak penerima beasiswa sungguh bahagia.
Tibalah saat persalinan. Si anak menunggui kambingnya melahirkan. Tapi kambingnya tampak kesulitan. Dengan tangkas anak itu membantu kambing yang sedang berjuang melahirkan anaknya. Kalau ada bagian anak kambing yang terlihat, anak itu segera mencoba menarik. Tapi ia tidak cukup kuat. Ia lalu memanggil ibunya agar bisa membantu proses kelahiran kambingnya. Berdua bersama sang ibu, anak itu menarik bagian tubuh anak kambing yang kian menyembul keluar.
Walau sudah mendapat tenaga tambahan, si induk kambing belum bisa juga melahirkan bayinya. Kambing betina itu sudah tampak kesusahan sekali. Sebelum ada hal buruk terjadi, anak itu memanggil sang nenek. Akhirnya, bertiga mereka membantu si induk kambing dan anaknya keluar dengan selamat. Lalu, Romo Carolus OMI bertanya kepada anak perempuan penerima “beasiswa kambing” itu, “Apa yang bisa kamu pelajari dari proses kelahiran tadi?”
Anak itu berpikir sejenak, "Kerja keras, saling membantu, dan pantang patah semangat.” “Betul sekali. Tapi ada yang lain,” jawab Romo. Anak itu berpikir keras, “Apa ya?”. Tak lama berselang ia pun menyerah. “Selain supaya kamu belajar untuk memelihara kambing yang nantinya bisa diterapkan di keluargamu, proses kelahiran bayi kambing yang besar itu juga mengingatkanmu supaya nanti cari suami jangan cari yang besar…” ujar Romo Carolus OMI yang sontak disambut gelak tawa seluruh anggota keluarga.
Masih banyak kisah inspiratif lain dalam buku setebal 180 halaman ini. Layak dijadikan referensi dalam karya kemanusiaan umat beragama. Bupati Cilacap, H. Tatto Suwarto Pamudji pun mengapresiasinya, “Romo Carolus OMI telah menjadi motivator sekaligus bagian dari masyarakat. Ia tidak berkarya dengan tinta, tetapi dengan tetesan keringat. Ia turun dan bertatap muka langsung dengan masyarakat.” (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta dan Kontributor Tetap di Majalah Pendidikan Online Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar