September 28, 2013

Menjadikan Kegagalan sebagai Penemuan Terobosan

Dimuat di Jateng Pos, Minggu/29 September 2013 

Judul: Sederhana tapi Dahsyat
Penulis: Mustofa Romdloni
Penerbit: Kreasi Kata
Cetakan: 1/ Juni 2013
Tebal: 190 halaman
ISBN: 978-602-97066-4-2
Harga: Rp39.500,-

“Terimalah kegagalan, belajarlah dari kegagalan, bangkitlah, dan hasilkan kesuksesan lebih besar.” (Halaman 114)

Mustofa Romdloni terlahir di Boyolali, Jawa Tengah pada September 1977. Masa SD dan SMP Presiden Direktur PT Zenith Matrial Solution tersebut dihabiskan di pelosok kecamatan Sambi dan Simo, baru saat duduk di bangku SMA ia menuntut ilmu di kota kabupaten, yakni di SMAN1 Boyolali.

Pendidikan terakhir Direktur PT ABC Plastindo ini ialah S1 jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponegoro Semarang, angkatan masuk 1995. Selepas lulus kuliah, ia mulai bekerja sebagai karyawan pada Maret 2000. Tapi pada Maret 2001 ia sudah pindah bekerja di perusahaan ketiga. Akhirnya, ia menyadari bahwa menjadi pegawai bukan jalan yang tepat untuk meraih kelimpahan finansial dan aktualisasi diri.

Ia pun mulai merintis jalan menjadi seorang pengusaha (entrepreneur). Kini omsetnya sudah milyaran rupiah dan membuka lapangan kerja bagi 50 karyawan lebih. Sebelumnya, penulis pernah menjadi guru les privat keliling, terjun dalam bisnis pemasaran jaringan atau MLM (Multi Level Marketing) yang menjajakan produk vitamin dan perawatan tubuh. Intinya, aneka ragam bisnis sempat ia tekuni, dari jualan sandal jepit, jaket kulit, speaker aktif, warung ayam bakar, ekspedisi jasa pengiriman barang, kontraktor, supplier umum, dan bisnis limbah plastik.

Lewat buku ini, Mustofa Romdloni berbagi tips sederhana untuk sukses berwirausaha. Ternyata modal utama bukan uang. Kebanyakan orang berasumsi bahwa uang ialah segalanya. Padahal, kalau seseorang diberi hibah 1 miliar rupiah dan dibebaskan memakainya untuk berbisnis, banyak yang kebingungan, “Untuk bisnis apa ya?”. Bahkan akhirnya banyak yang justru tergoda untuk memuaskan nafsu belanja dengan membeli rumah, mobil, dan barang-barang konsumtif lainnya. Alhasil, modal tersebut ludes tapi neraca laba bisnis masih nol besar.

Menurut penulis ada tiga modal utama untuk berbisnis, yakni 3 DE. Pertama, IDE. Ide bisnis berada di dalam pikiran atau otak manusia. Inspirasinya berasal dari apa yang dilihat, dengar, dan rasakan. Ide cemerlang bisa berupa pembuatan produk yang sama sekali baru atau sekadar memodifikasi produk yang sudah ada dengan memberi nilai tambah. Prinsipnya produk yang dihasilkan harus memfasilitasi orang agar bisa mengerjakan sesuatu dengan lebih mudah, atau memperoleh barang secara lebih murah, cepat, sehat, enak, dll.

Kedua, PEDE alias percaya diri. Tatkala telah menemukan ide yang bagus, kita harus percaya kepada ide tersebut dan percaya pada diri sendiri untuk bisa mewujudkannya menjadi nyata. Kepercayaan diri merupakan keyakinan bahwa kita bisa berhasil. Sebab manusia merupakan makhluk yang dianugerahi kemampuan untuk mencapai hal-hal yang menakjubkan. Banyak orang bisa sukses walau memiliki keterbatasan fisik sekalipun. Misalnya Beethoven yang tuna rungu tapi bisa menggubah aransemen musik klasik nan ciamik.

Ketiga, MIMPI GEDE. Cita-cita besar memberikan kekuatan dan terus menyalakan semangat dalam dinamika jatuh-bangun membangun usaha. Analoginya menarik, yakni ibarat si kucing yang mengejar-ngejar tikus. Orang lain mungkin bertanya-tanya, “Kenapa orang ini mau kerja keras setiap hari? Apa yang dia cari?” Orang yang keheranan tersebut hanya melihat “kucing” yang berlari meloncat kesana-kemari tetapi tikus (impian) hanya tampak dalam visi kita (halaman 49).

Sistematika buku ini terdiri atas tiga bagian pokok. Dari “Memulai,” “Berproses,” hingga “Naik Kelas dan Menjadi Besar”. Bahasanya sederhana dan mudah dipahami. Sehingga tidak membuat pembaca terpaksa mengernyitkan dahi.  Tesis utama penulis ialah bertindaklah! Karena menyitir petuah Lao Tsu, “Perjalanan ribuan mil harus dimulai dengan langkah pertama.” Senada dengan pepatah Afrika, “Berbicara tak akan membuat perut kenyang.”

Dalam konteks makro, penulis juga menyampaikan indikator kemajuan suatu negara. Semakin banyak suatu negara menghasilkan paten, berarti ada banyak riset, kreativitas, dan usaha lebih maju dari warga bangsa tersebut. Badan PBB yang mengurusi hak intelektual, World Intellectual Property Organization (WIPO) merilis data total aplikasi paten yang diajukan lewat Patent Cooperation Treaty (PCT) tahun 2011 ada 181.900.

Negara yang paling banyak menyumbang aplikasi paten ialah Amerika (48.596), Jepang (38.888), Jerman (18.568), Cina (16.406), Korea Selatan (10.447), Prancis (7.664), Inggris (4.844), Swiss (3.999), Belanda (3.494), Swedia (3.466), Kanada (2.923), Italia (2.671), Finlandia (2.080), Australia (1.740), dan Spanyol (1.725).

Lantas di mana posisi Indonesia? Kita ada di posisi ke-6 dalam negara-negara ASEAN. Urutan lengkapnya ialah Singapura (671), Malaysia (265), Thailand (66), Vietnam (18), Filipina (18), Indonesia (13), Laos (5), Myanmar (0), Kamboja (0), dan Brunei Darussalam (0). Agar peringkat Indonesia bisa merangkak naik, penulis  berinisiatif mendaftarkan dua merek produk unggulannya, yakni PolyRub dan Ratproof. Ia juga mengajak para pengusaha lainnya di Indonesia untuk mendaftakan merek produk dan patenkan penemuan-penemuan anak negeri (halaman 160).

Buku setebal 190 halaman ini layak dibaca oleh para pemula yang baru merintis usaha maupun para pengusaha yang telah memiliki jam terbang tinggi. Karena ditulis oleh seorang praktisi jadi lebih sebagai sharing pengalaman. Menjadi pengusaha sukses memang sebuah seni untuk menghubungkan titik-titik kegagalan menjadi garis keberhasilan. Selamat membaca!  

Tidak ada komentar: