Dimuat di Bernas Jogja, Selasa-Rabu/24-25 September 2013
Judul: 7 Kali Gagal 8 Kali Bangkit
Penulis: Alex Cheung
Penerbit: Kanisius
Cetakan: 1/2013
ISBN: 978-979-21-3527-5
Tebal: xxi + 138 halaman
Harga: Rp35.000
“Terima kasih Alex, Anda telah membawa pencerahan bagi dunia dan sedang ikut mencipta bersama Sang Pencipta.” - P. Hendrikus Bala Wuwur, SVD, Misionaris Serikat Sabda Allah di Pedalaman Afrika Barat
Dalam Kisah Tiga Negara (Sam Kok) diceritakan ada seorang jenderal yang gagah berani dan pantang menyerah, namanya Guan Yu. Suatu ketika, Guan Yu gagal mempertahankan Kota Xia Pi karena terperangkap jebakan musuh.
Lalu Guan Yu tertangkap oleh musuhnya, yaitu Cao Cao. Ia sejak lama ingin merekrut Guan Yu karena kegagahannya. Hebatnya, selama tertangkap oleh Cao Cao, Guan Yu menunjukkan dua sikap, yakni menyerah dan dihukum mati secara terhormat sebagai seorang prajurit perang atau menyerah dan menjaga kesetiaannya sebagai pahlawan perang. Cao-cao yang melihat ketegaran Guan Yu sangat terkesima dan menjulukinya pahlawan seajti. Akhirnya, ia melepaskan Guan Yu (halaman 48).
Menurut Alex Cheung kedua sikap tersebut sejatinya memiliki inti yang sama, yakni pantang menyerah. Dalam kehidupan sehari-hari, ketegasan sikap dan tekad kuat sangat penting untuk memecahkan persoalan atau kegagalan.
Oleh sebab itu, setiap kali mengalami penolakan yang tak terelakkan, tanamkan sikap: “Kalaupun aku harus kalah, aku akan kalah sebagai prajurit yang gagah berani, mengharumkan nama layaknya seorang pahlawan.” Berlandaskan jiwa ksatria tersebut, kita niscaya mampu bangkit. Mungkin kita belum “menang” saat ini namun sikap itu akan menjadikan kita manusia yang siap menghadapi masalah terbesar sekalipun, dengan segala risikonya.
Sistematika buku ini terdiri atas 13 bab. Mulai dari “Tsunami,” “Jadilah Kuat!,” “Dengar, Lihat, Raih!” dan “Hukum 7-7=8.” Dalam menghadapi kegagalan jika tujuh dikurang tujuh adalah nol bisa jadi itu mencerminkan alam bawah sadarnya. Mari tanamkan di alam bawah sadar kita bahwa setiap kegagalan dikurangi dengan usaha sama dengan semangat untuk bangkit!
Tak sekadar beretorika, penulis men-sharing-kan pengalaman pribadinya. Pada suatu ketika ia menghadapi situasi dilematis karena menyangkut bukan hanya keberlangsungan hidupnya, tapi juga individu-individu yang bergantung pada perusahaan yang ia pimpin.
Perusahaan yang ia dirikan nyaris mengalami kebangkrutan. Terlepas dari sebab kebangkrutan yang diakibatkan oleh pihak ketiga, saat itu ia merasa telah sangat gagal. Pilihannya ada dua, menutup perusahaan dan merumahkan para karyawan menjelang Lebaran atau meneruskan perusahaan dengan kondisi minus. Jangankan memberikan THR, sekadar membayar gaji karyawan pun sampai harus berhutang.
Lantas ia merenung dan sampai pada satu kesimpulan. Perusahaannya bukan milik ia seorang, karena dibangun di atas dasar musyawarah dan kemaslahatan bersama. Inilah yang menjadi titik balik kobaran semangatnya untuk berjuang menyelamatkan perusahaan.
Berbekal semangat untuk menolong sesama, ia memanggil seluruh karyawan dalam suatu rapat luar biasa. Di situ dengan mata berkaca-kaca, ia secara jujur menyebutkan kondisi yang dihadapi perusahaan. Di luar dugaan, respon para karyawan sungguh mencengangkan, membuka mata dan menjadi santapan penguat jiwa. Mayoritas mendukung untuk meneruskan perusahaan, meski dengan resiko merayakan Lebaran tanpa THR. Untuk mereka, bisa masih terus bekerja saja sudah bersyukur.
Selain itu, para karyawan juga menyatakan kepercayaan mereka kepada Alex sebagai pimpinan yang mereka banggakan selama ini. Mereka bahkan menyemangati agar menerima beberapa tawaran proyek dari pelanggan yang sempat ditolak sebelumnya. Singkat cerita, perusahaan bangkit kembali melewati tsunami krisis. Kenapa? Karena berhasil mengambil yang terbaik dari yang terburuk.
Benang merahnya ialah begitu banyak anugerah-Nya dalam ziarah kehidupan ini. Segudang cerita dan kenangan indah niscaya lebih menyemangati kita dalam mengahadapi masalah atau kegagalan. Putarlah ulang prestasi tersebut, jadikan makanan jiwa untuk mengobarkan kembali semangat yang mati suri (halaman 74).
Buku setebal 138 halaman ini memaknai kegagalan sebagai ujian kenaikan kelas. Manusia dinyatakan lulus pasca berhasil bangkit. Menyitir pendapat Michael Suharli, penulis buku best seller, “Baca dan praktikkan kiat-kiat dalam buku ini, Anda niscaya menjadi seorang pemenang!” (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta dan Kontributor Tetap di Majalah Pendidikan Online Indonesia).
Judul: 7 Kali Gagal 8 Kali Bangkit
Penulis: Alex Cheung
Penerbit: Kanisius
Cetakan: 1/2013
ISBN: 978-979-21-3527-5
Tebal: xxi + 138 halaman
Harga: Rp35.000
“Terima kasih Alex, Anda telah membawa pencerahan bagi dunia dan sedang ikut mencipta bersama Sang Pencipta.” - P. Hendrikus Bala Wuwur, SVD, Misionaris Serikat Sabda Allah di Pedalaman Afrika Barat
Dalam Kisah Tiga Negara (Sam Kok) diceritakan ada seorang jenderal yang gagah berani dan pantang menyerah, namanya Guan Yu. Suatu ketika, Guan Yu gagal mempertahankan Kota Xia Pi karena terperangkap jebakan musuh.
Lalu Guan Yu tertangkap oleh musuhnya, yaitu Cao Cao. Ia sejak lama ingin merekrut Guan Yu karena kegagahannya. Hebatnya, selama tertangkap oleh Cao Cao, Guan Yu menunjukkan dua sikap, yakni menyerah dan dihukum mati secara terhormat sebagai seorang prajurit perang atau menyerah dan menjaga kesetiaannya sebagai pahlawan perang. Cao-cao yang melihat ketegaran Guan Yu sangat terkesima dan menjulukinya pahlawan seajti. Akhirnya, ia melepaskan Guan Yu (halaman 48).
Menurut Alex Cheung kedua sikap tersebut sejatinya memiliki inti yang sama, yakni pantang menyerah. Dalam kehidupan sehari-hari, ketegasan sikap dan tekad kuat sangat penting untuk memecahkan persoalan atau kegagalan.
Oleh sebab itu, setiap kali mengalami penolakan yang tak terelakkan, tanamkan sikap: “Kalaupun aku harus kalah, aku akan kalah sebagai prajurit yang gagah berani, mengharumkan nama layaknya seorang pahlawan.” Berlandaskan jiwa ksatria tersebut, kita niscaya mampu bangkit. Mungkin kita belum “menang” saat ini namun sikap itu akan menjadikan kita manusia yang siap menghadapi masalah terbesar sekalipun, dengan segala risikonya.
Sistematika buku ini terdiri atas 13 bab. Mulai dari “Tsunami,” “Jadilah Kuat!,” “Dengar, Lihat, Raih!” dan “Hukum 7-7=8.” Dalam menghadapi kegagalan jika tujuh dikurang tujuh adalah nol bisa jadi itu mencerminkan alam bawah sadarnya. Mari tanamkan di alam bawah sadar kita bahwa setiap kegagalan dikurangi dengan usaha sama dengan semangat untuk bangkit!
Tak sekadar beretorika, penulis men-sharing-kan pengalaman pribadinya. Pada suatu ketika ia menghadapi situasi dilematis karena menyangkut bukan hanya keberlangsungan hidupnya, tapi juga individu-individu yang bergantung pada perusahaan yang ia pimpin.
Perusahaan yang ia dirikan nyaris mengalami kebangkrutan. Terlepas dari sebab kebangkrutan yang diakibatkan oleh pihak ketiga, saat itu ia merasa telah sangat gagal. Pilihannya ada dua, menutup perusahaan dan merumahkan para karyawan menjelang Lebaran atau meneruskan perusahaan dengan kondisi minus. Jangankan memberikan THR, sekadar membayar gaji karyawan pun sampai harus berhutang.
Lantas ia merenung dan sampai pada satu kesimpulan. Perusahaannya bukan milik ia seorang, karena dibangun di atas dasar musyawarah dan kemaslahatan bersama. Inilah yang menjadi titik balik kobaran semangatnya untuk berjuang menyelamatkan perusahaan.
Berbekal semangat untuk menolong sesama, ia memanggil seluruh karyawan dalam suatu rapat luar biasa. Di situ dengan mata berkaca-kaca, ia secara jujur menyebutkan kondisi yang dihadapi perusahaan. Di luar dugaan, respon para karyawan sungguh mencengangkan, membuka mata dan menjadi santapan penguat jiwa. Mayoritas mendukung untuk meneruskan perusahaan, meski dengan resiko merayakan Lebaran tanpa THR. Untuk mereka, bisa masih terus bekerja saja sudah bersyukur.
Selain itu, para karyawan juga menyatakan kepercayaan mereka kepada Alex sebagai pimpinan yang mereka banggakan selama ini. Mereka bahkan menyemangati agar menerima beberapa tawaran proyek dari pelanggan yang sempat ditolak sebelumnya. Singkat cerita, perusahaan bangkit kembali melewati tsunami krisis. Kenapa? Karena berhasil mengambil yang terbaik dari yang terburuk.
Benang merahnya ialah begitu banyak anugerah-Nya dalam ziarah kehidupan ini. Segudang cerita dan kenangan indah niscaya lebih menyemangati kita dalam mengahadapi masalah atau kegagalan. Putarlah ulang prestasi tersebut, jadikan makanan jiwa untuk mengobarkan kembali semangat yang mati suri (halaman 74).
Buku setebal 138 halaman ini memaknai kegagalan sebagai ujian kenaikan kelas. Manusia dinyatakan lulus pasca berhasil bangkit. Menyitir pendapat Michael Suharli, penulis buku best seller, “Baca dan praktikkan kiat-kiat dalam buku ini, Anda niscaya menjadi seorang pemenang!” (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta dan Kontributor Tetap di Majalah Pendidikan Online Indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar