Februari 18, 2011

Sebuah Kemenangan Kemanusiaan: Pemberlakuan Konvensi Munisi Curah

Berikut ini terjemahan artikel Lars Stenger dari JRS Indonesia, aslinya berbahasa Inggris, semoga tidak jauh menyimpang dari makna aslinya. Perang atas nama apapun hanya akan membawa penderitaan bagi para korban. Damai diriku…Damai di bumi…Damai seluruh alam semesta…Terimakasih

“Aku memiliki kehidupan biasa, sebuah kehidupan keluarga. Namun semuanya lenyap dalam seketika. Aku bukan lagi orang yang sama. Bom-bom itu jatuh meleset beberapa kilometer dari sasaran, langsung menimpa daerah perumahan, di mana sama sekali tak ada sasaran militer. Aku yang pertama masuk ke sana, untuk membersihkan bom-bom tersebut sehingga tak ada warga sipil yang terluka. Namun itu malah terjadi padaku. Mungkin lebih baik demikian.

Lebih baik aku yang terluka ketimbang anak-anak tak berdosa menjadi korbannya. Tatkala aku terbaring di tanah, aku tak merasakan sakit. Tapi begitu kulihat lengan kananku telah hilang. Rasanya mengerikan,” ujar Sladjan Vuckovic. Ia merupakan salah satu dari ribuan korban munisi curah di dunia yang selamat. Kesaksiannya itu disampaikan dalam sebuah film yang menandai langkah besar bagi Ban Cluster Munition (Pelarangan Munisi Curah) saat pemutaranfilm di Kolese Kanisius Jakarta.

Tanggal 1 Agustus menjadi hari pelarangan senjata ini, pada hari tersebut hukum internasional yang melarang pembuatan, penggunaan, pemindahan, penyimpanan bom curah mulai diberlakukan. Penyusunan kebijakan pun dimulai untuk membersihkan daerah yang terkontaminasi serta membantu para korban akibat insiden munisi curah.

Sekitar 50 tamu, siswa, mahasiswa, anggota LSM dan beberapa wartawan media hadir untuk bersama-sama merayakan hari tersebut dan menyampaikan harapan mereka terhadap pelarangan senjata berbahaya yang tak manusiawi ini di Indonesia dan juga dunia.

“Kami senang dapat ikut serta dalam acara ini karena kami peduli akan perdamaian dan penderitaan yang disebabkan oleh senjata tersebut,” ujar personil Kunokini, sebelum para penabuh drum dari Jakarta itu menabuh drum mereka lagi. Kunokini tak sendirian. Di lebih dari 80 negara di Afrika, Eropa, Amerika Latin, Asia dan bahkan di Antartika para penabuh drum dan juru kampanye bergabung serta bersama-sama memukul genderang tradisional dalam kampanye internasional bertema “Beat the Drum to Ban Cluster Bombs” (Menabuh genderang untuk melarang penggunaan bom curah).

Acara ini diawali dengan Misa Minggu yang digelar di Gereja Katedral Jakarta, dihadiri oleh 300 orang. Romo Suyadi memimpin doa bagi perdamaian dan para korban selamat dari insiden ranjau darat dan munisi curah. Ribuan warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak menjadi korban bom semacam ini selama beberapa dekade terakhir. Mereka kehilangan anggota tubuhnya, kehidupan, dan orang tercinta saat menemukan bom berbentuk lucu berwarna unik yang belum meledak. Beberapa lama setelah konflik atau perang berakhir, bom ini terus-menerus memakan korban, separuhnya ialah anak-anak karena mereka tertarik dengan bentuk dan warna senjata tersebut.

Itulah gambaran luka yang begitu mengerikan dan para pekerja LSM yang menyaksikan secara langsung dampak dari “warisan perang yang mematikan”. Setahun yang lalu mereka mulai mengkampanyekan ke seluruh dunia untuk melarang penggunaan senjata ini. JRS yang mendampingi orang-orang yang terpaksa mengungsi akibat konflik di lebih dari 50 negara juga mengambil bagian dalam kampanye tersebut setelah menyaksikan luka yang begitu mengerikan yang dialami orang-orang yang tiba di kamp-kamp pengungsi. Selain itu adanya rasa takut untuk kembali ke rumah mereka karena ladang mereka masih terkontaminasi bom curah yang belum meledak.

“Hari ini kita berkumpul bersama untuk merayakan langkah yang sangat penting bagi kemanusiaan. Tanggal 1 Agustus 2010 ini ialah hari istimewa bagi kita dan orangorang yang mencintai perdamaian di seluruh muka bumi. Kita merayakannya karena pada hari ini sebuah perjanjian internasional baru akan mulai berlaku yakni pelarangan penggunaan bom curah yang membahayakan kehidupan dan keselamatan warga sipil yang tak berdosa,” demikian ungkap Romo Suyadi, Direktur JRS Indonesia dalam perayaan pemberlakuan Konvensi Munisi Curah.

Acara ini juga dihadiri oleh Andy Rachmianto dari Departemen Luar Negeri Indonesia, yang berbicara tentang partisipasi Indonesia selama penyusunan dan penyebarluasan konvensi. “Indonesia memiliki sejumlah kecil munisi curah dan akan dihancurkan dalam 8 tahun setelah meratifikasi konvensi tersebut,” ujarnya.

Tanggal 1 Agustus merupakan puncak dari program satu minggu dengan agenda pemutaran film di KINEFORUM Jakarta, yang mengundang khalayak ramai untuk belajar melalui film tentang dampak senjata terhadap kehidupan masyarakat dan keluarganya. Tujuan dari acara ini adalah untuk menciptakan momentum agar Indonesia segera meratifikasi konvensi tersebut. “Indonesia tidak memiliki daerah yang terkontaminasi dan sejauh yang saya tahu tidak pernah menggunakan senjata tersebut, namun masih ada simpanan senjata. Demi keselamatan warga sipil, sebaiknya simpanan tersebut harus segera dimusnahkan. Ini sebagai contoh bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk meratifikasi Konvensi Munisi Curah,” ujar Lars Stenger dari JRS Indonesia.

Kampanye pelarangan penggunaan munisi curah telah mencapai satu tujuan. Beberapa tahun lalu banyak orang mengira hal ini tak mungkin. Pemberlakuan konvensi ini merupakan peristiwa penting bagi semua orang, terutama bagi mereka yang terkena dampak senjata maupun mereka yang bisa menjadi korbannya di masa depan. Ini juga merupakan contoh bagaimana sebuah koalisi antara masyarakat yang yang berkomitmen untuk berkampanye, PBB dan pemerintah berhasil mengadvokasi dan menerapkan standar kemanusiaan itu di tingkat internasional.

Sumber:

http://www.jrs.or.id/images/dmdocuments1/20101012_refuge-oct-2010-ind_by-kris.pdf

Tidak ada komentar: