Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia MJEDUCATION.CO Flyer edisi November 2012
Judul: Ganti Hati, Tantangan Menjadi Menteri
Penulis: Dahlan Iskan
Kata Pengantar: Robert Lai
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: vi/April 2012
Tebal: xxxi+343 halaman
Harga: Rp54.800
ISBN: 978-602-001796-9
Pertanyaan reflektif unik diajukan oleh Dahlan Iskan. Pascaoperasi
ganti hati, apakah akan ada yang berubah? Karena sebelum menjalani
transplantasi liver banyak orang bercerita kepadanya bahwa penerima
organ baru mengalami perubahan seturut sifat si pendonor. Liong
Pangkiey, pemilik sepatu di Surabaya yang asli Gorontalo pernah
mengirim SMS. Ia menceritakan temannya yang ganti ginjal. Setahun
kemudian, badannya jadi berbulu. Kenapa? karena pendonornya dari India
(halaman 27).
Bagi Menteri BUMN ini ketakutan menghadapi prosesi “turun mesin” di RS
Di Yi Zhong Xin Yi Yuan, kota Tianjin, Cina tak sebesar fobia
pascaoperasi. Ia khawatir kalau tak bisa menulis dengan baik lagi. Oleh
sebab itu, baru seminggu usai operasi ia sudah minta laptop. Ia
segera menarikan jemarinya di atas keyboard. Buku Ganti Hati,
Tantangan Menjadi Menteri inilah hasilnya.
Materi buku ini semula artikel berseri Yi Shi Gan (nama Dahlan Iskan di
Tiongkok). Tulisan bersambung Pengalaman Pribadi Menjalani
Transplantasi Liver dimuat di harian Jawa Pos dan jaringan media di
bawah naungan JPNN (Jawa Pos News Network), durasinya sebulan lebih
sedikit, yakni 33 hari.
Tak semua pembaca mengapresiasi testimoni tersebut. Ada yang mencibir
begini, “Penyakit kok diberitahukan ke orang-orang. Secara terbuka di
koran lagi.” Pada bab 27, Dahlan Iskan memberi klarifikasi yang masuk
akal. Ternyata ketika masih menjadi pemimpin redaktur, ia sering
menugasi wartawan agar mewawancarai tokoh-tokoh yang berhasil mengatasi
penyakitnya. Oleh karena itu, ia mau fair ketika ia sendiri mengalami
hal itu, ia harus menuliskannya juga.
Apresiasi mendalam datang dari keluarga almarhum Cak Nur. Ketika
Nurcholish Madjid meninggal akibat gagalnya operasi cangkok hati di
Cina, ada kalangan tertentu menyatakan bahwa pelopor pembaharuan
pemikiran Islam itu dimurkai Tuhan. Kenapa? Karena wajahnya menghitam.
Lewat buku ini, Dahlan Iskan menjelaskan bahwa wajar orang yang sakit
lever menghitam wajahnya. Keluarga Cak Nur mengucapkan rasa terima
kasih, “Kecaman tentang Cak Nur memang benar terjadi. Di mana-mana
disampaikan pada awal Cak Nur meninggal. Tapi kami, keluarga Cak Nur
tidak bisa berbuat apa-apa. Kami lega Bapak menulis hal tersebut.
Terimakasih, Pak!” (Halaman 326).
Keunggulan buku yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan
Mandarin ini terletak pada detail deskripsinya. Sehingga pembaca seolah
diajak melihat langsung ruangan operasi, mendengar suara mesin-mesin
“penyambung nyawa” yang ada di ICU, serta merasakan kegalauan istri
tercinta tatkala menunggu di sepanjang lorong rumah sakit. Menurut
penulis, deskripsi yang kuat menghidupkan imajinasi pembaca. Bahkan
imajinasi pembaca lebih kuat ketimbang sebuah foto. Inilah salah satu
kunci agar jurnalistik dapat bertahan di tengah menjamurnya media audio
visual.
Tak sekadar mengulas pernak-pernik operasi hati, buku ini juga memuat
kilas balik (flash back) kehidupan mantan Dirut PLN tersebut.
Kehidupan masa kecilnya berbanding terbalik dengan situasi terkini.
Ibarat langit dan bumi. Dulu Dahlan kecil biasa tidur di atas selembar
tikar. Lantai rumahnya di Magetan pun beralas tanah. Sekarang, ia
menjadi orang nomor 1 di BUMN dan punya helikopter pribadi.
Pada pagi hari ketika tikar dilipat, sering ada gambar pulau di lantai
tanah rumahnya dulu. Ya, Dahlan kecil masih suka mengompol. Karena
berlantai tanah, bau kencing tersebut akan hilang dengan sendirinya
kalau sudah kering. Menurutnya, itulah keunggulan tak tertandingi dari
lantai tanah. Yakni, bisa menyerap ompol sebanyak-banyaknya. Ibarat
popok abadi, jadi tidak perlu membuang limbahnya. Dalam konteks ini,
lantai tanah sangat ramah lingkungan (halaman 213).
Buku ini juga interaktif dan berwarna. Karena memuat komentar para
pembaca di bagian akhir. Selain itu, dilengkapi pula dengan foto-foto
jepretan Azrul Ananda, putra Dahlan. Bagian epilognya diberi judul Hati
Baru Menjawab. Berikut ini petikan dialog yang kocak. “Di episode
ke-32, ada kata-kata wira-wiri dan riwa-riwi. Sebenarnya artinya sama
nggak sih? Atau salah tulis saja. Atau pengaruh transplantasi liver?”
Dahlan pun lugas menjawab, “Priyantun Ngayogya akan bilang wira-wiri.
Arek Suroboyo bilang riwa-riwi. Hati baru biasa bilang rawa-riwi.”
(Halaman 306).
Buku setebal 343 halaman yang telah mengalami cetak ulang ke-6 ini
niscaya menggugah nurani pembaca. Ternyata segala bentuk kemiskinan dan
penderitaan (baca: sakit) bisa teratasi kalau ada kemauan kuat (will
power) dan selera humor yang baik (good sense of humor). Dahlan Iskan
memberi teladan tak hanya lewat kata tapi pengalaman nyata dan canda
tawanya. Prinsip hidup tokoh yang digadang-gadang menjadi kandidat RI 1
pada 2014 ini sederhana tapi universal, “Kaya bermanfaat, miskin
bermartabat.” Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar