Desember 18, 2012

Kaya Bermanfaat Miskin Bermartabat

Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia MJEDUCATION.CO Flyer edisi November 2012

13558487931296558490

Judul: Ganti Hati, Tantangan Menjadi Menteri
Penulis: Dahlan Iskan
Kata Pengantar: Robert Lai
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: vi/April 2012
Tebal: xxxi+343 halaman
Harga: Rp54.800
ISBN: 978-602-001796-9

Pertanyaan reflektif unik diajukan oleh Dahlan Iskan. Pascaoperasi ganti hati, apakah akan ada yang berubah? Karena sebelum menjalani transplantasi liver banyak orang bercerita kepadanya bahwa penerima organ baru mengalami perubahan seturut sifat si pendonor. Liong Pangkiey, pemilik sepatu di Surabaya yang asli Gorontalo pernah mengirim SMS. Ia menceritakan temannya yang ganti ginjal. Setahun kemudian, badannya jadi berbulu. Kenapa? karena pendonornya dari India (halaman 27).

Bagi Menteri BUMN ini ketakutan menghadapi prosesi “turun mesin” di RS Di Yi Zhong Xin Yi Yuan, kota Tianjin, Cina tak sebesar fobia pascaoperasi. Ia khawatir kalau tak bisa menulis dengan baik lagi. Oleh sebab itu, baru seminggu usai operasi ia sudah minta laptop. Ia segera menarikan jemarinya di atas keyboard. Buku Ganti Hati, Tantangan Menjadi Menteri  inilah hasilnya.

Materi buku ini semula artikel berseri Yi Shi Gan (nama Dahlan Iskan di Tiongkok). Tulisan bersambung Pengalaman Pribadi Menjalani Transplantasi Liver dimuat di harian Jawa Pos dan jaringan media di bawah naungan JPNN (Jawa Pos News Network), durasinya sebulan lebih sedikit, yakni 33 hari.

Tak semua pembaca mengapresiasi testimoni tersebut. Ada yang mencibir begini, “Penyakit kok diberitahukan ke orang-orang. Secara terbuka di koran lagi.” Pada bab 27, Dahlan Iskan memberi klarifikasi yang masuk akal. Ternyata ketika masih menjadi pemimpin redaktur, ia sering menugasi wartawan agar mewawancarai tokoh-tokoh yang berhasil mengatasi penyakitnya. Oleh karena itu, ia mau fair ketika ia sendiri mengalami hal itu, ia harus menuliskannya juga.

Apresiasi mendalam datang dari keluarga almarhum Cak Nur. Ketika Nurcholish Madjid meninggal akibat gagalnya operasi cangkok hati di Cina, ada kalangan tertentu menyatakan bahwa pelopor pembaharuan pemikiran Islam itu dimurkai Tuhan. Kenapa? Karena wajahnya menghitam. Lewat buku ini, Dahlan Iskan menjelaskan bahwa wajar orang yang sakit lever menghitam wajahnya. Keluarga Cak Nur mengucapkan rasa terima kasih, “Kecaman tentang Cak Nur memang benar terjadi. Di mana-mana disampaikan pada awal Cak Nur meninggal. Tapi kami, keluarga Cak Nur tidak bisa berbuat apa-apa. Kami lega Bapak menulis hal tersebut. Terimakasih, Pak!” (Halaman 326).

Keunggulan buku yang telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dan Mandarin ini terletak pada detail deskripsinya. Sehingga pembaca seolah diajak melihat langsung ruangan operasi, mendengar suara mesin-mesin “penyambung nyawa” yang ada di ICU, serta merasakan kegalauan istri tercinta tatkala menunggu di sepanjang lorong rumah sakit. Menurut penulis, deskripsi yang kuat menghidupkan imajinasi pembaca. Bahkan imajinasi pembaca lebih kuat ketimbang sebuah foto. Inilah salah satu kunci agar jurnalistik dapat bertahan di tengah menjamurnya media audio visual.

Tak sekadar mengulas pernak-pernik operasi hati, buku ini juga memuat kilas balik (flash back) kehidupan mantan Dirut PLN tersebut. Kehidupan masa kecilnya berbanding terbalik dengan situasi terkini. Ibarat langit dan bumi. Dulu Dahlan kecil biasa tidur di atas selembar tikar. Lantai rumahnya di Magetan pun beralas tanah. Sekarang, ia menjadi orang nomor 1 di BUMN dan punya helikopter pribadi.

Pada pagi hari ketika tikar dilipat, sering ada gambar pulau di lantai tanah rumahnya dulu. Ya, Dahlan kecil masih suka mengompol. Karena berlantai tanah, bau kencing tersebut akan hilang dengan sendirinya kalau sudah kering. Menurutnya, itulah keunggulan tak tertandingi dari lantai tanah. Yakni, bisa menyerap ompol sebanyak-banyaknya. Ibarat popok abadi, jadi tidak perlu membuang limbahnya. Dalam konteks ini, lantai tanah sangat ramah lingkungan (halaman 213).

Buku ini juga interaktif dan berwarna. Karena memuat komentar para pembaca di bagian akhir. Selain itu, dilengkapi pula dengan foto-foto jepretan Azrul Ananda, putra Dahlan. Bagian epilognya diberi judul Hati Baru Menjawab. Berikut ini petikan dialog yang kocak. “Di episode ke-32, ada kata-kata wira-wiri dan riwa-riwi. Sebenarnya artinya sama nggak sih? Atau salah tulis saja. Atau pengaruh transplantasi liver?” Dahlan pun lugas menjawab, “Priyantun Ngayogya akan bilang wira-wiri. Arek Suroboyo bilang riwa-riwi. Hati baru biasa bilang rawa-riwi.” (Halaman 306).

Buku setebal 343 halaman yang telah mengalami cetak ulang ke-6 ini niscaya menggugah nurani pembaca. Ternyata segala bentuk kemiskinan dan penderitaan (baca: sakit) bisa teratasi kalau ada kemauan kuat (will power) dan selera humor yang baik (good sense of humor). Dahlan Iskan memberi teladan tak hanya lewat kata tapi pengalaman nyata dan canda tawanya. Prinsip hidup tokoh yang digadang-gadang menjadi kandidat RI 1 pada 2014 ini sederhana tapi universal, “Kaya bermanfaat, miskin bermartabat.” Selamat membaca!

Tidak ada komentar: