Desember 21, 2012

Kiat Jitu Mengetuk Pintu Langit

Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Jumat/21 Desember 2012
http://mjeducation.co/kiat-jitu-mengetuk-pintu-langit/ 

Judul: Tweet Sadiz Bikin Mringis, Kumpulan Tweet Inspiratif, Bikin Kamu Tambah Kreatif Penulis: Saptuari Sugiharto
Penerbit: Mizania
Cetakan: 1/Juni 2012
Tebal: 143 halaman
ISBN: 978-602-9255-21-8
Harga: Rp49.000

Saptuari Sugiarto, pengusaha muda pemilik Kedai Digital Yogyakarta beromset Rp900 juta-Rp1,2 milyar/bulan. Lewat buku ini, ia mengisahkan pengalaman nyaris tewas di teluk Gili Trawangan, Lombok pada Juli 2011 silam. Saptuari menyelam ditemani Freddy, warga berkebangsaan Prancis yang menjadi pemandu wisata di sana. Tepat di bawah mereka menganga palung sedalam 20 meter. Pemandangan bawah laut memang indah, para penyelam bisa melihat penyu raksasa beranjak keluar dari sarangnya.

Tapi syahdan, Saptuari merasakan sakit di kedua telinganya. Gendang indera pendengarannya itu seperti ditusuk-tusuk jarum. Bahkan air asin mulai masuk lewat lubang hidung. Ia kalut bukan alang kepalang karena notabene berada puluhan meter di bawah laut. Dada terasa seperti terbakar. Nafasnya pun tersengal. Kemudian, ia menekan tombol darurat. Seketika seperti sebuah balon udara, ia melayang ke permukaan. Setiba di atas, ia muntah air. Badannya lemas dan terpaksa diangkat naik ke kapal.

Dari pengalaman berdekatan dengan maut tersebut, ia menyadari betapa berharga eksistensi oksigen (O2) segar. Sembari mengeringkan badan dan berselimut handuk tebal, Saptuari mulai berhitung. Kalau satu tabung seharga Rp300.000 membuatnya bertahan selama satu jam di bawah air sana, maka dalam sehari (24 jam) rata-rata manusia harus membayar Rp7.200.000 kepada Tuhan. Dalam setahun, totalnya menjadi Rp2,6 milyar/orang.

Lantas, alumnus Fakultas Geografi UGM Yogyakarta itu membatin lagi. “Jika Tuhan menagih biaya sewa 2 mata, 1 mulut, 2 telinga, 2 kaki, 2 tangan, dan bahkan semua organ tubuhku. Aku tidak mampu lagi menghitung hutangku pada-Nya…” (halaman 93).

Buku “Tweet Sadiz Bikin Mringis” terdiri atas 17 bab. Suami dari Sitaresmi Dewi Hapsari tersebut mengklasifikasikannya ke dalam kultwit-kultwit (kuliah twitter). Antara lain “Kompor Untuk Jadi Pengusaha (#50 Hal Unik Dunia Entrepreneur),” “Mau Jadi Pengusaha, Minta Restu Orang tua (#Izin Maksa Jadi Pengusaha),” “Putusin Urat Malu, Jangan Banyak Alasan (#Putusin Urat Malu),” “#Kreatif…Kere Tapi Aktif!,” dll. Tentu isinya antologi tweet-tweet @Saptuari. Prie GS dan Goenawan Mohammad merupakan salah 2 contoh penulis lain yang pernah mengkompilasi kicauan mereka di twitter dalam bentuk buku juga.

Bagian awal menyajikan aneka komentar follower (pengikut) Saptuari di jagat twitter. Misalnya @Jagalabinowo, ia berpendapat bahwa twit-twit Mas Saptuari ibarat jamu brotowali. Pahit tapi berkhasiat menambah nafsu sedekah. @Muhamad_safari bahkan mengunggah pantun, “Buah nangka dalamnya kuning, gak nyangka tweet-nya Saptuari sangat inspiring.” (Halaman viii).

Menurut pemenang APEA (Asia Pasific Entrepreneur Award) 2009 ini, manusia perlu belajar dari bola bekel. Tatkala terhempas keras ke bawah justru melenting ke atas lebih tinggi. Buku ini mengisahkan pengalaman pribadinya. Pada masa awal memulai bisnis merchandise (buah tangan berupa kaos dan mug/cangkir) 28 Maret 2005 silam, pria kelahiran 8 September 1979 tersebut menyewa kios berukuran  2 x 7 meter. Modalnya hanya Rp.20 juta. Itu pun hasil menggadaikan surat tanah Letter C peninggalan almarhum ayahanda tercinta.

Salah satu kunci suksesnya ialah dengan rajin sharing berkah. Secara puitis, direktur pabrikan kaos JogIst (Jogja Istimewa) menyebutnya sebagai jurus ampuh untuk mengetuk pintu langit.” Ia kemudian menggagas situs www.sedekahrombongan.com untuk menfasilitasi orang-orang yang hendak berbagi rejeki dengan sesama yang kekurangan, misalnya dengan menyumbang di panti asuhan, Sekolah Luar Biasa (SLB), rumah jompo, dan mereka yang membutuhkan uluran tangan segera.

Dalam konteks ini, penulis melihat bahwa ketulusan niat sangat signifikan. Setiap tradisi agama dan kepercayaan pun menganjurkan untuk berderma. “Beli beras 10 kg, lalu antar sendiri ke rumah orang yang kekurangan pangan. Rasakan soul (ruh)-nya, temukan Tuhan di sana (halaman 50).” Tak ada dalam sejarah bisnis, pengusaha yang banyak sedekah jadi bangkrut. Bill Gates pun dikenal sebagai seorang dermawan.

Saptuari mengaku berguru (ngangsu kawruh) pada mendiang Mbah Nur. Dalam kondisi keuangan yang serba kecingkrangan (berkekurangan), beliau rela mengasuh bayi-bayi yang dibuang oleh orang tuanya. Setiap hari beliau merawat anak-anak terlantar itu seperti anak beliau sendiri. Acapkali Mbah Nur terpaksa mendatangi warung dan berhutang sekadar untuk membeli susu bayi. Beliau meninggal setahun sebelum gempa 27 Mei 2006 melanda Yogyakarta. Kini Mbak Asih yang meneruskan panti asuhan berpagar kayu di sisi Ringroad (Jalan Lingkar) Selatan Kota Gudeg tersebut.

Buku setebal 143 halaman ini ibarat oase di padang gersang egosentrisme. Ternyata untuk berbagi tak perlu menunggu kocek terisi penuh. Memberi secara tulus dari kekurangan ialah rahasia hidup berkelimpahan. Sebab, manusia otomatis menjadi rekan kerja Allah ((imago Dei). untuk melayani sesama. Menyitir tweet @Saptuari, “Jika sedang galau mampirlah ke tanah lapang. Lihat langit luas di atas sana. Masih ragu bahwa Tuhan  Mahakaya?” Selamat membaca!


(T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) http://www.angon.org/, Ekskul English Club di SMP Kanisius Sleman, TK Mata Air, dan TK Pangudi Luhur Yogyakarta).

Tidak ada komentar: