Oktober 20, 2013

Jadi Pemimpin yang Peduli

Dimuat di Bernas Jogja, Senin/21 Oktober 2013

Judul: Everyone can Lead
Penulis: Hasnul Suhaimi
Penerbit: Bentang Pustaka
Cetakan: 1, Juni 2013
Tebal: xvi + 196 halaman
ISBN: 978-602-8864-77-0

Apakah filosofi ahimsa ala Mahatma Gandhi dapat dipraktikkan dalam lokus bisnis industri telekomunikasi? Pasca bersaing secara ketat selama 5 tahun, penulis buku ini menyadari bahwa tak perlu saling sikut dengan sesama provider. Hasnul Suhaimi menerapkan pendekatan baru, yakni coopetition.

Intinya bekerja sama dalam bidang yang tak perlu diperebutkan, tapi tetap berkompetisi untuk memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan. Misalnya berupa pembangunan menara pemancar base transceiver station (BTS). Seiring pertumbuhan industri telekomunikasi seluler yang begitu pesat, beribu-ribu tower BTS dibangun di kota-kota besar. Semua demi memperkuat jaringan dan sinyal. Egosentrisme masing-masing operator pun sedemikian besar.

Akibatnya polusi mata merajarela di mana-mana. Menara besi nan menjulang membuat pemandangan langit kota tak sedap dipandang mata. Sebagai solusi bersama, kini satu tower dipakai secara berjamaah oleh banyak operator. Awalnya usul ini dianggap angin lalu oleh para penggerak industri operator. Kenapa? Karena mereka tak rela tower-nya dibagi-bagi.

Padahal sejatinya semua operator telepon seluler memperoleh manfaat dari coopetition. Biaya pembangunan bisa dipangkas, ongkos operasional dan perawatan lebih hemat, pun dapat mengembalikan keindahan kota. Inilah inti ajaran Gandhi yang sukses diterapkan dalam bisnis industri telekomunikasi. Tetap bersaing secara sehat sembari menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak (halaman 28).

Latar belakang pendidikan penulis buku ini insinyur elektro ITB (Institut Teknologi Bandung). Tapi kini ia lebih dikenal sebagai praktisi marketing dan manajemen. Tarif seluler yang semula Rp1.000,00/menit berhasil ia pangkas 90% menjadi Rp100,00/menit. Pada saat yang sama, putra asli Bukittinggi ini dapat menaikkan jumlah pelanggan sebanyak empat kali lipat. Alhasil, pendapatan perusahaan tempat ia bekerja melonjak tiga kali lipat dalam waktu empat tahun.

Everyone can Lead berisi tips untuk mencapai prestasi secermerlang itu. Pemenang Seluler Award selama tiga tahun berturut-turut ini (Best CEO of The Year 2011-2013) menimba inspirasi dari para tokoh besar dunia. Antara lain Napoleon Bonaparte, Dwight D. Eisenhower, Abraham Lincoln, Soekarno, Steve Jobs, Ratu Elizabeth II, Joan of Arc, Saladin, Dalai Lama, dan lain-lain.    

Kendati demikian, ia enggan meng-copycat alias meniru secara mentah-mentah tanpa memahami esensi kepemimpinan mereka. Kenapa? Karena setiap orang itu unik. Telecom Asia CEO of The Year (2012) ini menggariskan gaya kepemimpinannya sebagai berikut, “Saya memilih dan cukup terlatih dengan gaya kepemimpinan partisipatif yang relatif dekat dengan konsep demokratis. Di bawah kepemimpunan saya semua orang berhak dan diminta untuk mengemukakan pendapat, berpartisipasi aktif dalam masa pencarian fakta, analisis data, pengayaan ide, dan diskusi penentuan alternatif solusi. Berdasarkan itu semua, saya ambil keputusan terbaik sebisa mungkin dengan kesepakatan bersama.” (halaman 58).

Keunggulan buku ini juga memuat tips-tips praktis berdasarakan pengalaman riil penulis. Ia sering menjadi narasumber di pelbagai workshop dan training kepemimpinan. Tatkala ia menanyakan kepada peserta apakah mereka mendahulukan pekerjaan besar atau kecil, ternyata mayoritas peserta memilih menyelesaikan pekerjaan yang resource-nya besar dan dampaknya besar. Alhasil, hal-hal kecil tertunda dan bahkan tak tersentuh sama sekali.  

Tesis pemegang gelar MBA University of Hawai at Manoa (USA) ini sederhana tapi mendalam. Ia memilih menyelesaikan hal yang kecil sebelum urusan tersebut berdampak besar. Misalnya evaluasi karyawan, tanda tangan administrasi pembayaran listrik, pajak, perjalanan dinas, memo tentang proposal ringkas, dan sebagainya. Pekerjaan itu sering dianggap sepele, tapi kalau diabaikan bisa menjadi pekerjaan besar.

Bayangkan jika perusahaan sampai telat membayar listrik. Tidak hanya kena denda dari PLN, tapi reputasi di hadapan pelanggan juga anjlok. Tak hanya itu, kertas dokumen yang ada di meja kerja jangan sampai menumpuk, karena akan mengganggu kenyamanan kerja. Oleh sebab itu, selesaikan dulu pekerjaan kecil. Toh resource dan waktu yang dibutuhakn sedikit saja. Mendahulukan pekerjaan kecil membuat kita siap melaksanakan pekerjaan-pekerjaan besar (halaman 147).

Faktor komunikasi juga tak kalah penting. Hakikatnya ialah semangat silaturahmi. Setiap orang lebih mudah berbicara dengan sahabat atau teman dekat ketimbang ngobrol dengan kenalan baru. Untuk menjadi sahabat, kita perlu melakukan komunikasi yang intens. Dari situlah akan tumbuh kepercayaan di antara kedua belah pihak. Intinya, jika kita berkomunikasi dengan pihak yang sudah mengerti dan percaya, kita akan lebih mudah menyampaikan pesan. Oleh sebab itu, Hasnul Suhaimi tak mau ngumpet di balik meja. Berkomuniaksi secara intens dengan pihak eksternal mencerminkan kapabilitas dan tanggung jawab sebagai seorang pemimpin yang peduli.

Everyone can Lead ditulis dengan gaya bahasa santai. Isinya relatif mudah dipahami  oleh sidang pembaca. Menyitir pendapat Hermawan Kartajaya, Founder dan CEO MarkPlus, Inc, “Buku ini menunjukkan Hasnul Suhaimi adalah LEADER 3.0. Buku wajib untuk siapa pun yang akan menjadi LEADER 3.0.” (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Yogyakarta)

Tidak ada komentar: