Oktober 18, 2013

Tanpa Pedang Menaklukkan Jepang

Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Sabtu/19 Oktober 2013
http://mjeducation.co/tanpa-pedang-menaklukkan-jepang/

Judul          : The Swordless Samurai, Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI
Penulis       : Kitami Masao
Editor         : Tim Clark
Alih Bahasa : S. Mardohar
Penerbit      : Pustaka Inspira
Cetakan      : 1/2013
Tebal         : xvii + 262 halaman
ISBN          : 9789791933704

Cara ampuh menunjukkan empati seorang pemimpin kepada para bawahan dengan rajin mengirimi surat menggunakan tulisan tangan. Tapi karena Toyotomi Hideyoshi seorang yang berpendidikan rendah, ia kesulitan mengeja huruf-huruf Kanji. Tulisan tangannya pun seperti cakar ayam. Toh semua itu tak menyurutkan niatnya, Sang Samurai Tanpa Pedang bertekad mengungkapkan isi hati. Ia menulis apa yang dirasakan dan tak begitu memusingkan bentuk tulisan.

Contohnya, pemimpin legendaris Jepang di abad XVI itu pernah melayangkan surat pujian bagi para anggota prajurit Tujuh Tombak. Anak petani miskin yang tingginya 150 sentimeter dan berbobot 50 kilogram itu menandaskan, “Prestasi kalian di Shizugatake telah mengubah wajah Jepang sampai ke generasi-generasi yang akan datang.” (halaman 169).

Kinerja prajurit Masanori yang paling membuatnya berdecak kagum. Beberapa saat sebelum pertempuran di Shizugatake, Masanori telah dilucuti pedangnya. Ia diboyong kembali ke perkemahan karena menderita luka di sekujur tubuh. Hebatnya, di tengah malam ia menyelinap keluar dari tenda sembari meraih sebilah pedang pendek. Masanori bergabung dengan pasukan gerak cepat.

Setibanya di medan pertempuran, ia melihat klebatan siluet Haigo, seorang kesatria musuh yang terkenal karena kebuasannya. Lantas, Masanori meloncat dan mencegatnya. Ia melihat sebuah celah di baju zirah Haigo dan menghabisi samurai itu dengan satu kali tusukan tangkas. Darah segar muncrat ketika ia menarik kembali pedang pendeknya. Keberanian dan kenekatan Masanori itu mengingatkan Hideyoshi kepada dirinya sendiri semasa masih muda.

Kendati demikian, pujian tertulis sekadar satu dari sederet penghargaan yang bukan berupa uang. Pasca peperangan sengit berakhir, Hideyoshi selalu menghadiahi pedang, baju zirah, dan aneka bingkisan lain bagi para pejuang yang telah bertaruh nyawa. Mereka yang menerima hadiah tersebut merasa sangat bangga. Bahkan biasanya mereka menjadikan bingkisan-bingkisan itu sebagai pusaka keluarga yang diwariskan ke generasi penerus.

Intinya, pemimpin yang efektif memang perlu menghargai prestasi secara personal. Hideyoshi dikenal sebagai pemimpin yang tak pelit dan gemar bederma. Menurutnya, kompensasi pemberian pada dasarnya bersifat produktif. Semakin besar harta yang kita berikan kepada mereka yang telah mengabdi dengan baik, semakin besar pemasukan yang akan kita terima. Oleh sebab itu, hargailah orang yang telah mengabdi dengan segenap jiwa raganya (halaman 167).

Sejatinya, buku ini berisi kiat-kiat menjadi pemimpin andal. Uniknya, Kitamo Masao menyampaikan dengan gaya bertutur (story telling) dari sudut pandang orang pertama. Alhasil, The Swordless Samurai seolah-olah merupakan memoar pribadi Hideyoshi sendiri. Lewat setiap lembarannya, sidang pembaca diajak flashback kembali ke abad 16 tatkala Toyotomi Hideyoshi masih hidup.

Hideyoshi seorang pemimpin Jepang kenamaan. Ia lahir pada tahun 1536 dari keluarga miskin di Nagoya. Para tetangganya tak ada yang menyangka si anak bakal menjadi tokoh besar. Sebab, Hideyoshi bertubuh pendek, tidak atletis, tak berpendidikan, dan buruk muka pula. Daun telinga yang besar, mata yang dalam, wajah yang keriput seperti kulit apel kering membuatnya lebih mirip seekor kera. Sehingga tak mengherankan bila warga setempat memanggilnya “si monyet”.

Si monyet lahir pada puncak masa kekacauan Jepang. Saat itu musim zaman perang besar antar-klan. Kemampuan bertempur menjadi tolok ukur kejantanan seorang pria. Kendati demikian, perawakan Hideyoshi yang bungkuk menutup karirnya untuk berkiprah di dunia militer.

Hebatnya, ia berhasil mengubah serapah menjadi berkah. Berbekal kemauan sekeras baja, otak setajam silet, semangat tak kunjung padam, dan wawasan mendalam tentang kemanusiaan, si monyet menjadi pemimpin tertinggi pada tahun 1590. Ia dinobatkan sebagai wakil kaisar oleh Kaisar Go Yosei. Sejak saat itu, di depan namanya diberi gelar Toyotomi yang berarti “menteri yang dermawan.”

Pertanyaannya, bagaimana mungkin samurai tanpa pedang menaklukkan musuh-musuhnya? Ternyata Toyotomi Hideyoshi menggunakan olok-olok pada diri sendiri, kecerdasan, dan keahlian diplomasi untuk mengungguli pesaing berdarah biru dari seantero Jepang. “Aku tidak mahir dalam seni berpedang. Bahkan samurai kelas tiga sanggup mengalahkanku dalam perkelahian jalanan. Aku sadar aku harus lebih menggunakan otak daripada tubuh, khususnya jika aku ingin kepalaku tetap menempel di leher.” (halaman 2).

Rahasia Orang Terdekat

Sistematika buku ini terdiri atas 13 bab. Mulai dari bagian “Kata Pengantar” sampai “Catatan Penutup”. Diantara keduanya termaktub, “Memimpin di Saat Krisis”, “Tujuh Tombak”, “Wakil Kaisar”, dan lainnya. Silakan membuka secara acak maka akan ditemukan tips praktis menjadi seorang pemimpin. Kendati demikian, jangan berharap menemukan paparan model technical how karena penulis menyampaikannya lewat pengalaman hidup Toyotomi Hideyoshi.

Misalnya, ada adagium menyatakan bahwa di balik pria hebat niscaya hidup wanita yang hebat. Sebab dari semua orang yang mengelilingi seorang pemimpin tidak ada yang lebih dekat ketimbang pasangan hidupnya. One merupakan wanita yang beruntung menjadi istri Toyotomi Hideyoshi. Mereka tinggal di Benteng Kiyosu. Ketika kali pertama bertemu dengan One, Hideyoshi masih anggota baru dalam organisasi Oda. Tak ada yang bisa ia banggakan sama sekali.

Kendati demikian, Hideyoshi nekat mengirimi One surat cinta. Ungkapan rasanya tak bertepuk sebelah tangan, tak lama kemudian mereka menjadi sepasang kekasih. Ironisnya, orang tua One tak merestui hubungan mereka karena Hideyoshi wong ndeso alias berasal dari kampung. Untuk menyiasati hal tersebut, Hideyoshi rela belajar unggah-ungguh cara bersikap di depan kaum bangsawan. Akhirnya, ia berhasil mengambil hati calon mertuanya.

Pasca menikah, bantuan yang diberikan sang istri bukan sekadar urusan rumah tangga semata. Saat menjadi penguasa di Benteng Nagahama, Hideyoshi membebaskan penduduk dari kewajiban membayar pajak. Orang-orang pun berbondong-bondong hijrah ke sana. Ia terkejut dan merasa was-was mendapati kemungkinan daerahnya menjadi terlampau padat. Ia lantas memberlakukan kembali pemungutan pajak bagi para penduduk.

Lantas, One mengingatkannya, “Kau tidak bisa menjanjikan sesuatu dan lalu menariknya kembali, Hideyoshi!” Orang-orang akan menganggapmu penguasa yang plin-plan,” imbuh sang istri lagi. Toyotomi Hideyoshi menjadi sadar akan kesalahannya dan kembali membebaskan penduduk dari pajak. Dalam konteks ini, penulis sekadar menandaskan, “Beberapa orang memisahkan pekerjaan mereka dengan pasangan hidup. Tapi kenapa tidak meminta saran dari ia yang paling mengenalmu? Pemimpin bijaksana menerapkan Rahasia Orang Terdekat, “Dengarkan pendapat pasangan hidupmu!” (halaman 109)

Saat membaca buku ini, pemerintah Indonesia pun berencana menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak). Rakyat miskin dulu disubsidi, tapi kini subsidi telah dicabut. Dalam konteks tersebut, pendapat Sudjiwo Tejo menjadi relevan, Presiden Republik Jancukers itu pun menyatakan, “Jika ada kebijakan yang aneh dalam pemerintahan SBY kita perlu bertanya bersama-sama kepada Ibu Ani.”

Tiada gading yang tak retak, begitu pula buku ini. Terkait genre  apakah termasuk biografi atau novel sejarah? Karena berdasarkan penelitian para ahli, pada akhir hidup Toyotomi Hideyoshi menyiratkan kesombongan dan bahkan beberapa sejarawan menyimpulkan ia sakit jiwa. Tapi Kitami Masao justru menggambarkan Sang Samurai Tanpa Pedang sebagai orang yang reflektif dan rendah hati.

Terlepas dari kerancuan minor tersebut, The Swordless Samurai sebuah referensi berharga untuk belajar seni kepemimpinan. Karena disampaikan dengan gaya bercerita tak ada kesan menggurui sidang pembaca. Perjalanan hidup Toyotomi Hideyoshi merupakan simbol perjuangan rakyat jelata menjadi sejahtera lewat kerja keras, kreativitas, dan kekuatan inteligensia. Selamat membaca!

Tidak ada komentar: